c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

06 November 2018

17:42 WIB

Aksi Jalan Kaki Tulungagung-Kediri Korban Vaksin Rubella

Keluarga korban berencana menempuh upaya hukum atas dugaan malpraktik

Aksi Jalan Kaki Tulungagung-Kediri Korban Vaksin Rubella
Aksi Jalan Kaki Tulungagung-Kediri Korban Vaksin Rubella
Ilustrasi Vaksin MR di Aceh. ANTARA FOTO/Rahmad

TULUNGAGUNG-Suyanto (58) memilih mengekspresikan sikap protesnya atas dugaan malpraktik yang dialami Wildan (12) putranya dengan berjalan kaki dari Tulungagung menuju Kediri, Jawa Timur. Wildan saat ini mengalami kelumpuhan kaki pasca imunisasi MR (Measles Rubella)

Suyanto adalah Desa Sumberejo Kulon, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Sambil membawa dua poster bertuliskan "Anakku Korban Rubella" dan "Menuntut Keadilan Untuk Anakku Wildan" yang dikalungkan di badan bagian depan dan belakang, Suyanto terus berjalan menyusuri jalan raya ke arah Kediri.

Aksi Suyanto menarik perhatian para pengguna jalan yang sejak Selasa pagi mulai memadati jalan provinsi yang ada di tepian jantung Kota Tulungagung tersebut.

"Saya ingin menuntut keadilan untuk anakku yang saat ini mengalami kelumpuhan kaki total pascaimunisasi MR (measles and rubella) oleh petugas Dinkes Kediri di sekolahnya, MTS Lirboyo, Kediri," kata Suyanto dengan mata berkaca-kaca.

Ia menangis sesunggukan mengisahkan kondisi putra bungsunya yang saat ini mengalami lumpuh total dan sempat dikabarkan meninggal dunia dalam perawatan di RSSA Kota Malang.

"Dia sebelumnya memang sempat sakit gejala tipes (tifus) dan izin tidak masuk pondok pesantren maupun sekolah. Dia kemudian kembali ke Kediri (masuk Ponpes Lirboyo dan mengikuti kegiatan belajar-mengajar di MTS setempat) itu kondisinya belum pulih betul ketika petugas dari puskesmas melakukan imunisasi MR massal di sekolah anak saya tersebut," tutur Suyanto.

Hanya selang beberapa jam setelah penyuntikan vaksin MR pada Rabu (24/10), Wildan mengeluhkan kakinya mulai lemas. Kondisi itu semakin memburuk dan Wildan akhirnya tak bisa jalan.

"Pagi diimunisasi, sore hari kakinya sudah lemas," kisahnya.

Suyanto masih berharap Wildan bisa dipulihkan seperti semula. Ia upayakan pengobatan medis, mulai dari RS di Kediri, ke RSUD dr Iskak, hingga sekarang dirawat di RSUD Saiful Anwar yang memiliki kelengkapan sarana medis dan dokter ahli yang mumpuni.

"Saya hanya ingin meminta pertanggungjawaban dari Dinas Kesehatan, karena saat dilakukan vaksinasi itu tidak ada konfirmasi ataupun persetujuan dari wali/orang tua siswa," ujarnya.

Dokter yang menangani Wildan menjelaskan, santri Ponpes Lirboyo asal Tulungagung ini menderita "guillain-barre syndrome" (GBS). BGS adalah kondisi gangguan kekebalan tubuh yang menyerang sistem syaraf.

Wildan membutuhkan pengobatan plasmapheresis sebanyak lima kali. Total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp120 juta. Namun BPJS Kesehatan menyatakan, hanya menanggung biaya pengobatan awal.

"Itu yang membuat saya merasa keberatan. Saya tidak sanggup menanggung biaya sebesar itu," ujarnya.

Jika kondisinya tidak berubah, Suyanto masih memikirkan alternatif menempuh jalur hukum.

Sebelum imunisasi, pada Jumat (19/10) Wildan sempat pulang dari pondok pesantren di Kediri karena sakit tifus atau tipes. Setelah berobat,Wildan kembali ke pondok pesantren pada Selasa (22/10). Keesokan harinya, Rabu (23/10) ada imunisasi massal di sekolah Wildan. Meski baru sembuh dari sakit, Wildan langsung disuntik vaksin rubella tanpa izin orang tua. Imunisasi yang dilakukan setelah sakit inilah yang dipertanyakan keluarga Wildan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri  menyatakan bahwa vaksin MR yang digunakan di Indonesia sudah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan izin edar dari Badan POM. Jadi, vaksinasi MR aman dilakukan. Vaksin ini pun nyatanya telah digunakan di lebih dari 141 negara dunia.(Rafael Sebayang)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar