c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

15 Oktober 2019

12:37 WIB

90% Pengembang di Kabupaten Bekasi Tidak Serahkan Fasos Fasum

Dari total 333 lebih pengembang perumahan, baru 35 pengembang yang telah menyerahkan kewajibannya

Editor: Agung Muhammad Fatwa

90% Pengembang di Kabupaten Bekasi Tidak Serahkan Fasos Fasum
90% Pengembang di Kabupaten Bekasi Tidak Serahkan Fasos Fasum
Ilustrasi pembangunan perumahan. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

BEKASI – Sekitar 90% pengembang perumahan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tidak menyerahkan fasilitas sosial (fasos) maupun fasilitas umum (fasum). Hal tersebut diketahui berdasarkan data Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten Bekasi.

"Dari total 333 lebih pengembang perumahan, baru 35 pengembang yang telah menyerahkan kewajibannya yakni fasos-fasum," kata Kepala Bidang Perumahan Rakyat, Budi Setiawan di Cikarang, Selasa (15/10) seperti dikutip dari Antara.

Pihaknya mengaku kewalahan menertibkan para pengembang perumahan yang tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini dikarenakan ada banyak pengembang yang belum memenuhi kewajiban tersebut. Selain itu, beberapa pengembang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya.

"Tapi upaya terus dilakukan. Akhir tahun ini ada tiga pengembang yang rencananya mau menyerahkan fasos-fasum," katanya.

Budi menyebut dari ratusan pengembang di wilayahnya itu, 58 di antaranya kini tidak diketahui keberadaannya setelah mereka tidak lagi mengelola perumahan.

"Jadi mereka sudah menelantarkan perumahan yang sebelumnya mereka bangun. Mungkin karena sudah puluhan tahun jadi sudah ditinggalkan. Keberadaannya kini sulit diketahui," ungkapnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyebut setiap pengembang wajib mengalokasikan lahan yang bakal dibangun untuk dijadikan fasos maupun fasum.

Kewajiban itu pun melekat sebagai syarat terbitnya perizinan. Fasos-fasum wajib diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola lebih lanjut.

Fasos yang dimaksud meliputi jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, serta fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat umum lainnya sedangkan yang disebut fasum di antaranya klinik, pasar, tempat ibadah, sekolah, ruang serbaguna atau juga fasilitas umum yang lain.

Sebenarnya, pemanggilan terhadap pengembang telah berulang kali dilakukan. Saat dipanggil, para pengembang itu menyanggupi untuk memberikan fasos fasumnya, akan tetapi mereka mengaku kesulitan mengurus administrasi pemisahan tanah.

"Jadi kan sertifikat fasos-fasum itu tanahnya harus displit dulu, nah mereka mengeluhkan waktu untuk mengurus sertifikat itu cukup lama," terang Budi.

Sementara itu, lanjutnya, ada juga yang mengaku masih dalam pemeliharaan sehingga belum bisa diberikan. Hal ini menyulitkan karena tidak ada ketentuan yang mengatur batas maksimal kapan harus diberikan.

Menurut dia, sulitnya penertiban fasos-fasum ini juga disebabkan tidak tegasnya regulasi yang mengatur. Dalam regulasi, pengembang yang tidak memberikan fasos-fasumnya hanya dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha.

"Kalau izin usaha dicabut, ya tidak membuat efek jera. Apalagi yang sudah menelantarkan perumahannya otomatis mereka tidak peduli lagi. Maka memang aturannya seharusnya lebih tegas," katanya.

Tidak diserahkannya fasos-fasum ini dapat berdampak pada warga yang bisa jadi tidak merasakan pembangunan semisal jalan di perumahan, tidak bisa dibangun menggunakan APBD karena pengelolaannya belum diserahkan pada pemerintah.

"Yang kasihan ya warganya. Mereka sudah bayar pajak, tapi tidak merasakan pembangunan," ucap dia.

Untuk menekan banyaknya pengembang yang nakal, Budi mengaku tengah menyusun Peraturan Bupati yang membolehkan pemerintah mengambil alih fasos dan fasum.

"Seperti fasos-fasum yang belum diserahkan, akan tetapi bisa dibangun oleh pemerintah, diambil alih. Ini tengah disusun dan diharapkan dapat segera diterapkan," tegas Budi. (Jenda Munthe)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar