13 Desember 2021
17:39 WIB
Penulis: Wandha Nur Hidayat
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam menargetkan, 10 ribu mahasiswa menjadi peneliti penuh waktu (full time) selama 1-2 semester pada 2022. Penelitian dilakukan di pusat-pusat riset milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"BRIN sudah menyiapkan untuk bisa menerima 10 ribu mahasiswa meneliti di pusat-pusat riset yang ada di banyak daerah," ujar Nizam di acara 'Launching Panduan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 2022' yang diselenggarakan secara daring, Senin (13/12).
Dia menjelaskan BRIN memiliki banyak pusat penelitian, baik yang dulunya berada di bawah LIPI, BPPT, maupun lembaga pemerintah non-kementerian lainnya di bidang riset. Pusat penelitian itu juga mencakup banyak bidang, antara lain geologi dan oseanografi.
Sepuluh ribu mahasiswa itu diharap bisa memanfaatkan infrastruktur riset milik BRIN. Hal ini dimungkinkan karena BRIN menerapkan open system, yang mana semua infrastruktur riset di bawah BRIN dapat digunakan untuk seluruh peneliti selain para peneliti BRIN.
"Memanfaatkan laboratorium, peralatan, dan berbagai macam fasilitas riset, baik itu observatorium, kapal riset, Puspiptek, maupun high performance computing, alat-alat canggih yang ada di LIPI, BPPT, atau di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman," kata dia.
Penelitian yang dilakukan mahasiswa, lanjut Nizam, harus terintegrasi dengan program-program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat milik perguruan tinggi. Jadi mahasiswa juga akan turut meningkatkan mutu tridharma perguruan tingginya.
"Melalui Program Kampus Merdeka, misalnya ada program mahasiswa sebagai peneliti full time selama satu semester, bahkan bisa sampai dua semester. Ini mohon bisa menjadi bagian dari pengembangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat ke depan," imbuhnya.
Menurut dia, Presiden Jokowi telah memberi arahan agar riset dan inovasi didorong untuk transformasi ekonomi berbasis inovasi. Serta berfokus pada teknologi hijau atau yang berkelanjutan, dan teknologi biru atau yang memanfaatkan potensi sumber daya laut.
Tetapi, Nizam menegaskan, penelitian tersebut tidak terbatas pada ilmu-ilmu keras (hard science) saja, melainkan juga mencakup ilmu-ilmu sosial. Contohnya, tentang kemiskinan, perlindungan anak, atau bahkan terkait permasalahan klitih di DI Yogyakarta.
"Itu menjadi agenda-agenda penelitian yang tidak hanya berdampak pada akademik para penelitianya. Tetapi betul-betul memberi manfaat bagi masyarakat luas. Jadi tidak hanya publikasi, tapi karya nyata yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara," urai dia.
Perguruan tinggi juga diminta memanfaatkan Program Matching Fund melalui Kedaireka untuk kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Baik penelitian yang masih di tahap hulu maupun terutama untuk hilirisasi hasil-hasil riset atau produknya.
"Insyaallah tahun depan kami akan lipatkan (pendanaannya) menjadi empat kali lipat. Ini untuk riset dan pengabdian kepada masyarakat, orientasinya untuk menghilirkan karya-karya pemikiran-pemikiran dari kampus ke dunia usaha-dunia industri dan masyarakat," jelas dia.