13 Mei 2020
14:48 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA- Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo mengatakan, Satgas TPPO Bareskrim segera memeriksa beberapa perusahaan penyalur anak buah kapal (ABK) Long Xing 629. Hal ini terkait penyelidikan kasus dugaan perdagangan orang yang diduga dialami para ABK.
Sejauh ini, diduga pemberangkatan ABK dilakukan tidak sesuai prosedur yang semestinya. Selain itu, dua dari tiga perusahaan jasa penyalur tenaga kerja tersebut diduga tidak memiliki izin lengkap.
"Ya pastilah (diperiksa). Dua perusahaan yang memberangkatkan tidak berizin," ucap seperti dilansir Antara, di Jakarta, Rabu (13/5).
Pada Selasa (12/5), Satgas TPPO telah memeriksa pihak Imigrasi Tanjung Priok, Jakarta dan Imigrasi Pemalang, Jawa Tengah, dalam kasus ini. Pemeriksaan dilakukan lantaran dari 14 ABK Long Xing 629, tercatat empat paspor ABK diterbitkan oleh Imigrasi Tanjung Priok dan 10 paspor terbitan Imigrasi Pemalang.
"Kami cek kebenaran paspor dan datanya. Kami (periksa secara) virtual dengan Imigrasi Pemalang. Kalau Imigrasi Tanjung Priok, kami datangi," kata jenderal bintang satu itu.
Selain itu, pihaknya juga telah memeriksa Syahbandar Tanjung Priok yang menerbitkan buku pelaut bagi para ABK. Sebelumnya, sebanyak 14 warga negara Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 sudah selesai diperiksa polisi. Pemeriksaan dilakukan pada Sabtu (9/5) di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Jakarta.
Kasubdit III Dit Tipidum Bareskrim Polri Kombes Pol John Weynart Hutagalung menuturkan, tim Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) memeriksa para saksi menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap.
"14 ABK sudah diperiksa semua secara langsung. Penyidik menggunakan APD memeriksa para saksi," ujar Kombes John.
Pelanggaran Sistemik
Sementara itu, Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum menyebut, kematian beberapa WNI anak buah kapal (ABK) berbendera China menambah bukti panjang pelanggaran hak asasi secara sistemik, di dalam sektor maritim.
“Oleh karena itu, saya ingin mengajukan usulan akan tanggung jawab maritim kolektif dan kerja sama multilateral antara negara-negara terkait untuk memastikan bahwa kasus ini tidak akan terulang,” kata Yuyun melalui keterangan tertulisnya, Selasa.
Ia mendorong pemberlakuan standar hak asasi manusia di laut untuk melindungi mereka yang bekerja di industri perikanan, pariwisata, industri perkapalan, industri minyak dan gas lepas pantai, serta berbagai kegiatan lainnya di laut, termasuk perempuan yang bekerja di industri perikanan pantai.
“Hak asasi manusia di laut harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi seperti halnya di darat,” Yuyun menegaskan.
Sekadar informasi, pelanggaran hak asasi manusia terhadap sejumlah ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal China pertama kali diberitakan oleh stasiun televisi Korea Selatan, MBC, berdasarkan pernyataan seorang ABK pada 5 Mei 2020.
Dalam program televisi itu, pria tersebut mengungkapkan, kru kapal harus menghadapi berbagai perlakuan yang tidak manusiawi, seperti kondisi kerja yang buruk dan upah yang tidak layak. Ditambah lagi, ada perlakuan diskriminasi, kerja paksa, jam kerja yang terlalu panjang dan tidak tersedianya air minum yang aman, selain air laut yang difilter untuk diminum yang membahayakan kesehatan mereka. Ada dugaan terjadinya perdagangan orang dalam kasus ini.
“Saya sangat prihatin karena kasus semacam ini bukanlah pertama kali dialami ABK asal Indonesia di kapal pencari ikan milik asing. Padahal mereka berhak untuk bekerja dalam kondisi yang layak dan dalam kondisi yang diinginkan serta terbebas dari perdagangan orang dan perbudakan dilindungi Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN,” kata Yuyun.
Menurut Yuyun, perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia dan memastikan upaya-upaya pemulihan, sebagaimana tercermin dalam Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia 2011.
Meskipun memberi apresiasi kepada pemerintah Indonesia yang telah secara cepat menangani masalah dan memberikan informasi terkait kasus tersebut kepada publik, Yuyun mendorong pemerintah untuk meratifikasi dan menjalankan secara progresif Konvensi ILO Nomor 188. Suatu hal yang mengatur standar minimum kondisi pekerjaan di industri perikanan.
Kemudian, ia meminta pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif terkait dugaan keterlibatan kapal ikan Long Xing 629, Long Xing 605, Long Xing 802, dan Tian Yu 8. Beserta agen tenaga kerja PT. Lakemba Perkasa Bahari, PT. Alfira Perdana Jaya, and PT. Karunia Bahari, termasuk kemungkinan adanya indikasi perdagangan orang.
Yuyun juga mendorong agar korban dan keluarga korban memiliki akses keadilan yang sama dan efektif, termasuk akses untuk mendapatkan informasi dan hak untuk mengetahui tentang kebenaran kasus ini.
“Dan memastikan korban beserta keluarga korban menerima dukungan reparasi yang memadai, efektif dan tepat waktu atas kerugian yang mereka derita,” tutur Yuyun. (Faisal Rachman)