c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

09 Januari 2025

18:23 WIB

YLKI: Kemasan Rokok Idealnya Dibuat Tidak Menarik

Peringatan kesehatan bergambar sebesar 50% dan kemasan yang distandarkan diharapkan tidak tertutup pita cukai

<p>YLKI: Kemasan Rokok Idealnya Dibuat Tidak Menarik</p>
<p>YLKI: Kemasan Rokok Idealnya Dibuat Tidak Menarik</p>

Ilustrasi. Pedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). Antara/ Aprillio Akbar

JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan, kemasan rokok sebagai salah satu jenis produk yang tidak normal, idealnya dibuat tidak menarik.

"Di dalam konteks perlindungan konsumen, kemasan rokok memang idealnya dibuat tidak semenarik mungkin. Bahkan, kalau kita merujuk ke negara-negara lain, itu sudah dilarang total adanya iklan dan promosi rokok," katanya dalam diskusi bersama Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) di Jakarta, Kamis (9/1).

Menurutnya, sebagai produk tidak normal yang dikenai cukai, fungsi iklan rokok di Indonesia justru menjadi kontraproduktif. Apalagi, masih begitu kental dan masif dari segi pemasaran serta penjualannya.

Ia juga menyoroti pentingnya kemasan rokok yang distandarkan untuk perlindungan konsumen sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

"Kemasan rokok selama ini menjadi sumber pemicu merokok dan iklan, sehingga memang adanya PP 28/2024 mencoba menunjukkan perlindungan konsumen dalam konteks rokok sebagai produk tidak normal, dengan membuat kemasan-kemasan yang distandarkan," ujar dia.

Menurutnya, pada konteks perlindungan konsumen, kemasan yang distandarkan adalah upaya untuk melindungi konsumen, baik konsumen yang aktif sebagai perokok maupun calon perokok atau korban dari rokok.

"Secara substansi, kami mendukung dan mengapresiasi apa yang sudah ditetapkan pemerintah di dalam PP 28/2024 dengan adanya kemasan rokok yang distandarkan, sehingga itu menjadi upaya untuk melindungi konsumen dan perspektif perlindungan konsumen pada produk yang tidak normal," paparnya.

Dalam PP tersebut, regulasi tentang peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok juga ditingkatkan dari 40% menjadi 50%, tetapi pada implementasinya berdasarkan survei YLKI, peringatan tersebut tertutup oleh pita cukai.

"Kami pernah melakukan survei, mayoritas tertutup oleh pita cukai. Oleh karena itu, dengan regulasi yang baru, peringatan kesehatan bergambar sebesar 50 persen dan kemasan yang distandarkan kami harapkan tidak tertutup pita cukai, karena kalau tertutup, menjadi sia-sia kepada konsumen atau masyarakat," tuturnya.

Ia juga berharap dengan adanya PP 28/2024, maka Kementerian Kesehatan segera menyusun Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sesegera mungkin untuk standardisasi rokok, mengingat hal tersebut sempat tertunda dari rencana awal di tahun 2024.

Dilarang Total
Sebelumnya, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) Mouhamad Bigwanto mengatakan untuk memangkas konsumsi rokok pada anak remaja dan di bawah umur, iklan dan promosi produk rokok harus diperketat.

“Misalnya, bagusnya sih sebenarnya iklan dan sponsor rokok itu dilarang total,” kata Mouhamad Bigwanto.

Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan para kreator edukasi dalam menjalankan misi untuk mengurangi konsumsi rokok pada anak sekolah maupun anak di bawah umur. Menurut dia, desain dan juga kemasan yang berwarna dan menarik perhatian dapat meningkatkan minta orang untuk mencoba merokok, baik dari masyarakat muda maupun masyarakat yang sudah cukup umur.

Kalau iklan promosi rokok dilarangan total, kata dia, eksposur anak-anak terhadap produk ini relatif rendah dan mengedukasi jadi lebih mudah jika dibandingkan sekarang. Oleh sebab itu, menurut dia, sebuah kebijakan untuk menegaskan hal tersebut, harus dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka konsumsi rokok bagi para pemula yang terus bertambah setiap harinya.

“Memang ada hal lain yang harus dilakukan oleh pemerintah, salah satunya kebijakan. Jadi kalau kita bicara edukasi di public health itu seperti hulu dan hilir. Edukasi ini adanya di hilir, kalau hulunya tidak terselesaikan otomatis di hilir juga tidak akan selesai,” ujarnya.

Meski begitu cara untuk menanggulangi konsumsi rokok pada anak bisa dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang menurutnya sangat efektif adalah dengan menerapkan aturan kemasan polos dan seragam.

Hal ini terbukti nyata dapat mengurangi minat konsumsi rokok pada anak-anak atau perokok pemula. Karena, kata dia, rokok dengan kemasan polos dianggap kurang menarik bagi para perokok pemula.

Di negara yang sudah mulai menerapkan aturan tersebut, salah satunya adalah Australia. Negara tersebut mencatat adanya penurunan angka konsumsi rokok bagi para pemula yang hendak mencoba.

“Negara yang sudah menerapkan aturan kemasan polos itu seperti di Australia, untuk perokok aktif di atas 14 tahun negara tersebut mencatat adanya penurunan konsumsi dari 15,1% pada tahun 2010,menjadi 12,8% di tahun 2013. Mereka menerapkan kemasan polos tersebut pada 2012,” ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar