c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

14 Mei 2024

18:18 WIB

Wajah Indonesia Dalam Relief Era Bung Karno

Banyak karya seni ikonik yang tercipta di masa Sukarno, salah satunya relief-relief dari tangan-tangan seniman ternama tanah air. Komunitas Salihara memamerkannya dalam "Relief Era Bung Karno".

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Wajah Indonesia Dalam Relief Era Bung Karno </p>
<p>Wajah Indonesia Dalam Relief Era Bung Karno </p>

Pengunjung menyaksikan hasil olahan digital relief dalam pameran “Relief era Bung Karno” di Galeri Salihara, Jakarta selatan, 11 Mei hingga 25 Juni 2024. Dok: Validnews/ Andesta.

JAKARTA - Komunitas Salihara menggelar pameran bertajuk “Relief Era Bung Karno”. Pameran ini menampilkan sejumlah relief ikonik yang diciptakan para seniman kenamaan di periode 1957-1965. Periode di mana diidentifikasi sebagai masa-masa intensnya proyek seni mercusuar presiden pertama Republik Indonesia.

Relief ditampilkan bukan dalam wujud aslinya, melainkan berupa tampilan visual digital hasil pindaian dari relief fisik. Pameran ini mengumpulkan gambar dalam beragam format dari sejumlah relief yang tersebar di enam titik lokasi di empat provinsi, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Sukabumi dan Bali.

Memasuki ruang pameran, pengunjung akan disajikan cetakan trimatra relief Sarinah yang terkenal. Sebuah hasil reka ulang relief Sarinah melalui teknik pahat digital, menghasilkan relief yang sama persis hingga ke detail-detailnya, namun dalam skala yang jauh lebih kecil, berdimensi 200x40x25 cm.

Relief mini Sarinah menyuguhkan bentuk artistik yang tinggi, serta merepresentasikan manusia Indonesia di awal masa kemerdekaan. Figur laki-laki dan perempuan dengan beragam benda dalam keseharian, mulai dari kayu hingga gentong air.

Bagian pameran lainnya adalah arsip, mencakup buku hingga majalah yang mendokumentasikan relief-relief di Indonesia masa itu. Termasuk salah satu yang menarik yaitu dokumentasi sampul komik Tintin, yang ternyata pernah menampilkan gambar dan cerita tentang Bandara Kemayoran. Komik ini ikut ditampilkan karena eks Bandara Kemayoran menyimpan sejumlah relief penting dari masa mercusuar Sukarno.

Apa yang ada di Kemayoran adalah relief karya S. Sudjojono, berjudul Manusia Indonesia. Relief yang sangat indah, menggambarkan manusia Indonesia dengan segala aktivitasnya, dengan latar alam, desa dan pemukimannya yang hidup. Pindaian digital relief ini ditampilkan bersama dengan arsip fisik sketsa.

Kehadiran sketsa tersebut menjadi penting, mengingat relief Manusia Indonesia sendiri saat ini fisiknya sudah tak utuh. Ada sepetak relief yang hilang, dan sketsa yang ditampilkan Salihara menunjukkan bahwa petak itu menggambarkan para pekerja yang tengah memikul air, penarik gerobak hingga sosok para perempuan membawa gebongan di atas kepalanya.

Ada tiga relief dari seniman terkenal yang menempel di dinding ruang VIP eks Bandara Internasional Kemayoran. Selain Manusia Indonesia, ada Balada Sangkuriang karya RM Surono dan Seniman Muda Indonesia (SIM), serta relief Flora dan Fauna Indonesia karya Harijadi S. Dua relief tersebut juga ditampilkan dalam pameran, dalam format pindaian trimatra.

Beranjak ke sudut lain, pengunjung akan melihat hasil olahan digital dari relief-relief bernilai yang tersebar di sejumlah tempat, seperti Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Bali Beach, hingga Samudra Beach di Sukabumi.

Hotel-hotel tersebut menyimpan karya-karya ikonis dari seniman-seniman ternama Indonesia, yang di masa itu diminta oleh Sukarno untuk mengerjakan karya-karya yang akan merepresentasikan Indonesia kepada khalayak dunia.

Pameran ini juga menampilkan beberapa karya fotografi yang memotret kawasan eks Bandara Kemayoran, serta dokumentasi proses konservasi relief Sarinah yang identitas pembuatnya tak diketahui hingga saat ini.

Kurator Pameran Salihara, Asikin Hasan mengatakan, relief-relief yang ditampilkan merupakan karya-karya besar dari seniman generasi awal kemerdekaan Indonesia. Relief-relief tersebut menunjukkan betapa sudah jauhnya pencapaian artistik seniman masa itu.

“Kita bisa melihat bahwa betapa di masa itu seni rupa di Indonesia sudah sangat beragam, tidak miskin yang ditulis di media yang umumnya hanya membicarakan seni lukis,” ungkap Asikin saat membuka pameran di Salihara, beberapa waktu lalu.

Relief eks Bandara Kemayoran

Pameran “Relief Era Bung Karno” disajikan sebagai upaya edukasi publik, untuk memperkenalkan lagi kekayaan bentuk seni rupa Indonesia. Relief-relief yang ditampilkan, juga menyimpan narasi sejarah, terkait perkembangan seni, hingga berkaitan dengan sejarah pembangunan Indonesia era itu.

Umum diketahui bahwa Sukarno adalah kepala negara yang memiliki visi seni yang tinggi. Di bawah kepemimpinannya, ia menggandeng banyak seniman untuk membuat karya-karya prestisius untuk ditampilkan di ruang-ruang kota, terutama Jakarta.

Dari sekian banyak relief atau olahan digital relief yang ditampilkan dalam pameran “Relief Era Bung Karno”, tiga relief di eks Bandara Kemayoran menjadi sorotan. Asikin menyebutkan, ada ancaman nyata terhadap fisik relief-relief tersebut, mulai dari ancaman perilaku vandal hingga kerusakan karena pengelolaan yang tidak layak.

Asikin dan tim menyorot karya relief di eks Bandara Kemayoran yang dianggap rentan mengalami kerusakan. Dalam hal ini, pihaknya mendorong agar ada perhatian terhadap ancaman tersebut, terutama dari Kementerian Sekretariat Negara sebagai badan yang mengelola kawasan eks bandara tersebut.

“Yang di kemayoran, di situ ada pohon beringin yang akarnya mulai masuk ke dalam, dan itu sangat berisiko karena air dari akar itu akan menetes ke patung yang terbuat dari semen itu lama kelamaan akan retak dan pecah,” ucap Asikin.

“Kita berharap pameran ini juga bisa mengajak semua pihak, hanya dengan itu kita bisa dorong, ini harus kita apakan? Konservasi adalah sebuah penyelesaian yang baik,” imbuhnya.

Pameran “Relief Era Bung Karno” dapat dikunjungi publik hingga 25 Juni mendatang.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar