c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

17 Juni 2025

17:51 WIB

Vaksin Dan Inovasi Jadi Senjata Penting Lawan Dengue

Vaksin tak jamin kekebalan mutlak, namun terbukti menurunkan risiko gejala berat. Jika cakupan vaksinasi meluas, perlindungan kolektif atau herd immunity dapat terbentuk.

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p dir="ltr" id="isPasted">Vaksin Dan Inovasi Jadi Senjata Penting Lawan <em>Dengue</em></p>
<p dir="ltr" id="isPasted">Vaksin Dan Inovasi Jadi Senjata Penting Lawan <em>Dengue</em></p>

Seorang Petugas Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) menyelesaikan pembuatan mural di Kebon S irih Timur, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Antatra Foto/Bayu Pratama S.

JAKARTA - Ketika pertama kali ditemukan pada tahun 1968, kasus dengue masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama dengan angka kejadian yang fluktuatif setiap tahunnya. Virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini bisa menyerang siapa saja, di mana saja, dan bahkan berulang kali.

Ketika infeksi terjadi untuk kedua atau ketiga kalinya, risiko keparahan meningkat tajam. Inilah yang ditegaskan oleh dr. Anggraini Alam, Ketua IDAI Jawa Barat, dalam peringatan ASEAN Dengue Day 2025.

Ia menekankan bahwa vaksinasi dan pendekatan inovatif kini telah menjadi bagian penting dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat. Bahkan, seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari sekali karena virus ini memiliki empat serotipe berbeda.

"Infeksi kedua bahkan dapat memicu respons imun yang lebih parah, sehingga pengalaman terinfeksi sebelumnya tidak serta merta menjamin kekebalan," ujar dr. Anggraini Alam dalam keterangan yang diterima, Selasa (17/6).

Data epidemiologis dari Kementerian Kesehatan menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan. Hingga pertengahan Mei 2025, tercatat 56.269 kasus dengue di 456 kabupaten dan kota. Sebanyak 250 kasus di antaranya berujung pada kematian, separuhnya terjadi pada anak-anak dan remaja usia 5 hingga 14 tahun. Di antara kelompok yang paling rentan inilah risiko kematian paling tinggi tercatat.

Meski anak-anak paling rentan, bukan berarti usia lainnya aman. Prof. Dr. Edi Hartoyo, Subsp. Infeksi & Penyakit Tropis, mengungkapkan bahwa 73% kasus dengue justru terjadi pada usia produktif, 5 hingga 44 tahun, termasuk dewasa dan kelompok usia kerja yang kerap terabaikan. Ini artinya, dengue juga menyerang kalangan dewasa dan usia kerja yang selama ini jarang dianggap rentan.

"Kita sedang menghadapi situasi endemik yang berat. Dengue tak hanya menggerogoti tubuh, tapi juga merusak produktivitas dan ekonomi masyarakat. Efeknya dirasakan oleh seluruh lapisan," ujar Prof. Edi.

Dalam konteks inilah vaksinasi menjadi sorotan utama. Meskipun vaksin dengue belum masuk dalam program imunisasi nasional, masyarakat kini dapat mengakses vaksin tersebut secara mandiri.

Beberapa tahun terakhir, vaksin dengue menunjukkan kemampuannya menurunkan tingkat keparahan penyakit dan risiko kematian. Keduanya pun sama-sama menekankan pentingnya melihat vaksinasi sebagai bagian dari sejarah panjang keberhasilan kesehatan masyarakat.

Sejak vaksin cacar ditemukan oleh Edward Jenner pada 1796, imunisasi menjadi alat vital dalam menyelamatkan jutaan jiwa dari penyakit menular mematikan. Prinsip yang sama berlaku untuk dengue.

Vaksin memang tidak menjamin kekebalan mutlak, namun terbukti menurunkan risiko gejala berat serta memutus rantai penularan. Jika cakupan vaksinasi meluas, perlindungan kolektif atau herd immunity dapat terbentuk.

"Namun vaksinasi bukan satu-satunya solusi. Inovasi teknologi juga mulai memainkan peran penting dalam strategi nasional penanggulangan dengue," terangnya.

Salah satu pendekatan yang kini mulai diterapkan adalah penggunaan teknologi Wolbachia atau bakteri alami yang disuntikkan ke dalam tubuh nyamuk untuk menghambat kemampuan virus berkembang. Nyamuk yang mengandung Wolbachia tidak dapat menularkan dengue kepada manusia.

Beberapa kota telah menjalankan uji coba metode ini dan hasilnya menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah kasus. Meski demikian, sebaik dan secanggih apa pun teknologi yang digunakan, efektivitasnya tetap bergantung pada kesadaran masyarakat.

"Tanpa keterbukaan terhadap ilmu pengetahuan, tanpa perubahan perilaku, dan tanpa kemauan untuk menjalankan langkah-langkah sederhana seperti menjaga kebersihan, menutup wadah air, menguras tempat penampungan, dan mencegah gigitan nyamuk, maka segala inovasi bisa sia-sia," paparnya.

Pada akhirnya, para pakar sepakat bahwa melindungi anak-anak harus menjadi prioritas utama. Mereka adalah kelompok paling rentan dan sekaligus generasi masa depan yang perlu dibentengi dari ancaman wabah berulang.

Investasi pada vaksin, teknologi pengendalian vektor, dan layanan kesehatan memberi dampak jangka panjang yang jauh lebih efektif dibanding penanganan kasus satu per satu.

Peringatan ASEAN Dengue Day baru-baru ini kembali menegaskan bahwa perang melawan dengue belum usai. Dengan begitu, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci harapan untuk mewujudkan target Nol Kematian akibat Dengue pada 2030.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar