21 Oktober 2025
12:26 WIB
UU Kepariwisataan Baru Beri Payung Aturan Soal Pungutan Turis Asing
Indonesia selama ini tak punya aturan pungutan wisatawan asing, kecuali Bali dengan aturang tingkat daerah. UU Kepariwisataan 2025 membuka ruang pemberlakuan pungutan wisman secara lebih luas.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Aggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Siti Mukaromah. ANTARA/HO-Komisi VII DPR RI
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Siti Mukaromah mengatakan bahwa aturan turunan dari Undang-Undang tentang Kepariwisataan yang baru disahkan oleh DPR RI perlu segera ditindaklanjuti dengan menyusun aturan turunannya. Dia menyoroti salah satu poin dalam undang-undang tersebut, yaitu tentang pungutan bagi wisatawan asing.
Siti Mukaromah menyebutkan, kebijakan turunan terkait pungutan tersebut perlu hadir untuk dapat memperkuat pengembangan sektor pariwisata nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Pungutan wisatawan asing nantinya bukan hanya untuk memperkuat perekonomian negara, tetapi juga untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat di sekitar destinasi wisata," ungkap Siti dilansir dari Antara, Selasa (21/10).
Diketahui, Indonesia selama ini tak memiliki payung aturan untuk pemberlakuan pungutan bagi wisatawan asing secara nasional. Hanya Bali daerah yang sudah memiliki aturan sendiri yang memungkinkan penerapan konsep tersebut. Dengan undang-undang terbaru, pemerintah kedepannya akan bisa menerapkan pungutan dari wisatawan asing di berbagai daerah, sebagai salah satu sumber dana untuk pengelolaan maupun pengembangan pariwisata.
Selain itu, Siti mengungkapkan bahwa salah satu perubahan besar dalam Undang-Undang tentang Kepariwisataan yang baru ini adalah terkait pengelolaan sektor pariwisata yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan pengusaha, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi masyarakat di sekitar destinasi wisata. UU itu, kata dia, memberikan prioritas kepada masyarakat lokal untuk ikut terlibat dalam pengelolaan pariwisata, baik sebagai pekerja, mitra, maupun melalui sistem berbagi hasil.
"Ekosistem pariwisata, termasuk UMKM, kini semakin menunjukkan semangat ekonomi gotong royong sesuai asas kekeluargaan," katanya.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab dalam perencanaan serta pengelolaan destinasi wisata yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Prinsip pariwisata berkelanjutan harus menjadi dasar utama pengelolaan destinasi alam.
Baca juga: UU Kepariwisataan Baru Mendukung Pariwisata Berkelanjutan
Dia pun menjelaskan beberapa hal lain yang diatur dalam UU itu adalah pembagian tugas dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengelola pariwisata, hingga soal pendanaan yang menjelaskan sumber-sumber pendanaan pariwisata dan mekanisme alokasinya agar adil, efisien, dan akuntabel.
"Tidak akan ada lagi destinasi wisata alam yang mangkrak setelah tidak menghasilkan keuntungan. Semua harus dikelola dengan prinsip keberlanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan," katanya.
Secara luas, Siti menekankan bahwa undang-undang terbaru ini merupakan langkah strategis dalam memperkuat sektor pariwisata nasional sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tinggal eksekusi di lapangan harus diatur secara memadai lewat berbagai aturan turunan yang kuat serta tepat guna.
"Seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, dan sebagainya. Sebab UU Kepariwisataan menjadi salah satu jalan bagi penguatan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Siti di Jakarta, Selasa.