c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

01 Oktober 2025

20:58 WIB

Usia Jadi Faktor Risiko Pembesaran Prostat Jinak

Usia di atas 50 sampai 60 tahun memang menjadi faktor risiko terjadinya pembesaran prostat jinak pada pria. 

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Usia Jadi Faktor Risiko Pembesaran Prostat Jinak</p>
<p>Usia Jadi Faktor Risiko Pembesaran Prostat Jinak</p>

Spesialis urologi Prof. Chaidir Arif Mochtar menjelaskan. Foto: Validnews/ Gemma F Purbaya.

JAKARTA - Prostat adalah kelenjar berukuran sebesar buah kenari yang berlokasi di bawah kandung kemih dan mengelilingi uretra. Prostat sendiri berfungsi untuk mensekresi cairan guna melindungi sel sperma dan membuat saluran vagina bersifat kurang asam, agar mudah melakukan pembuahan.

Namun, ada kondisi yang membuat jumlah sel prostat bertambah sehingga ukuran prostat membesar atau yang disebut benign prostatic hyperplasia atau pembesaran prostat jinak. Pembesaran prostat jinak sendiri merupakan kondisi paling banyak terjadi kedua pada pria terkait saluran kemih, setelah batu saluran kemih.

Diceritakan spesialis urologi Prof. Chaidir Arif Mochtar, pembesaran prostat jinak rata-rata terjadi pada pria usia di atas 70 tahun ke atas. Bahkan, data BPJS di Jawa Barat pada 2016 sampai 2020 menunjukkan terdapat 97 ribu kasus pembesaran prostat jinak dengan prevalensi tertinggi pria usia 60 sampai 69 tahun.

"Usia, khususnya di atas 50 sampai 60 tahun memang menjadi faktor risiko terjadinya pembesaran prostat jinak pada pria. Selain itu, kondisi genetik semisal ada orang tua yang memiliki masalah pada prostat juga bisa. Begitupun sindrom metabolik seperti diabetes, obesitas, hipertensi, dan inflamasi kronis," ungkap Prof. Chaidir dalam acara peluncuran Rezum Water Vapor Therapy Training Center di Jakarta, Selasa (30/9).

Gejala pembesaran prostat jinak sendiri beragam, mulai dari sering buang air kecil, sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil, timbul rasa ingin buang air kecil secara mendadak, mengompol, pancaran urine melemah, buang air kecil terputus-putus, butuh waktu lama untuk buang air kecil, rasa tidak tampias setelah buang air kecil, dan urine menetes setelah selesai buang air kecil. Itu karena prostat yang membesar menghambat saluran kemih sehingga menimbulkan gejala.

"Kalau tidak diobati, pasien tidak bisa buang air kecil karena prostatnya terus membesar. Jadi pasien harus pasang kateter untuk dapat berkemih. Maka dari itu, pembesaran prostat jinak harus segera ditangani melalui terapi konservatif, farmakologis, dan pembedahan," lanjut Prof. Chaidir.

Terapi konservatif dilakukan pada pria dengan gejala pembesaran prostat ringan. Biasanya, kurang lebih dari 85% pasien dengan gejala ringan stabil hanya dengan terapi konservatif selama satu tahun. Sementara terapi farmakologis untuk pasien dengan gejala-gejala mengganggu, seperti sering berkemih, sulit berkemih, hingga berkemih di malam hari.

Terapi pembedahan dimaksudkan jika ukuran prostat sudah terlalu besar dan termasuk ke dalam kategori sedang dan berat. Ada beberapa pilihan terapi pembedahan, seperti resection, enucleation, vaporisation, alternative ablative techniques, dan non ablative techniques.

Pemilihan teknik pembedahan tergantung pada beberapa hal yang meliputi hasil assessment, ukuran dan anatomi prostat, kondisi dan preferensi pasien, ketersediaan alat, dan juga kompetensi dokter. Untuk itu, jika mengalami gejala pembesaran prostat jinak diharapkan pasien bisa segera berkonsultasi agar mendapatkan tindakan yang tepat.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar