c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

16 Desember 2021

18:45 WIB

Usaha Perikanan-Pariwisata Di Danau Toba Bisa Berdampingan

Budidaya ikan nila di Danau Toba itu sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat, Ada efek tautan yang panjang jika budidaya dimatikan.

Editor: Rikando Somba

Usaha Perikanan-Pariwisata Di Danau Toba Bisa Berdampingan
Usaha Perikanan-Pariwisata Di Danau Toba Bisa Berdampingan
Ilustrasi wisatawan melihat Danau Toba. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

JAKARTA – Kebijakan penertiban upaya perikanan di Danau Toba, seperti pembatasan total ikan nila dari KJA (Keramba Jaring Apung) sebesar 10.000 ton per tahun  dinilai takkan menyelesaikan masalah lingkungan di danau objek wisata tersebut. Sebaliknya, menurut Rokhmin Dahuri, kebijakan itu akan mengakibatkan berbagai masalah baru. 

Pembudidayaan ikan nila di Danau Toba diserukan jangan sampai dimatikan. Sejatinya pariwisata dan aktivitas budidaya ikan dalam KJA yang ramah lingkungan bisa berdampingan dan berkembang bersama.  Diantara masalah tautan adalah, puluhan ribu orang menganggur, negara kehilangan devisa Rp1,5 triliun per tahun, dan kerugian ekonomi mencapai lebih dari Rp5 triliun per tahun.
 
"Budidaya ikan nila di Danau Toba itu sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat, itu harusnya ditumbuhkembangkan, bukan untuk dimatikan,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri Rokhmin Dahuri dalam webinar bertajuk Potensi Ekonomi-Sosial Ikan Nila Untuk Masyarakat Toba di Jakarta, Kamis (16/12).

Dia menyatakan, selama ini budidaya ikan nila merupakan sumber penghidupan dari banyak orang.  Yang harusnya ada adalah pengaturan yang jelas.

Data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara pada tahun 2020 menunjukkan, produksi ikan nila di Danau Toba adalah sebesar 80.941 ton. Selain itu, usaha KJA di Danau Toba menyerap tenaga kerja lebih dari 12.300 orang. Ada juga banyak tenaga kerja terlibat. Mereka ada  di sektor hulu hingga hilir, seperti pabrik pakan, hatchery, pembesaran, bersama pengolahan ikan nila, pabrik es, cold storage, hingga pengemasan.
 
“Negara-negara lain seperti Jepang dan Malaysia dapat menjadikan KJA sebagai obyek wisata,” kata mantan menteri Kelautan dan Perikanan ini.
 
Ia pun memberikan beberapa rekomendasi terkait pengelolaan KJA Danau Toba seperti pembatasan produksi ikan nila dari budidaya dalam KJA rata-rata 55.000 ton per tahun, sesuai perhitungan daya dukung Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2018.  Cara lainnya adalah bahwa aktivitas budidaya KJA harus ramah lingkungan dan memiliki sertifikat Cara Budidaya Ikan yang baik dan Benar (CBIB), serta sertifikasi dari lembaga internasional untuk pasar ekspor, serta zonasi lokasi KJA juga sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) perairan Danau Toba yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan utama.
 
Pembicara lainnya. Guru Besar IPB, sekaligus Ketua Tim Riset Care LPPM IPB University tentang Resolusi Konflik Dalam Penanganan Sumber Daya Alam Danau Toba, Manuntun Parulian Hutagaol mengungkapkan terdapat banyak entitas yang dapat memberikan dampak pada lingkungan. Di sekitar danau ini, ada sungai-sungai kecil yang berjumlah lebih dari 100 sungai, industri perikanan, perhotelan, restoran, pemukiman penduduk, pertanian hingga pasar.
 
Dia juga berpersepsi sama, industri KJA Danau Toba perlu dipertahankan karena memberikan dampak maupun kontribusi besar pada perekonomian di Kawasan Danau Toba, salah satunya adalah mengentaskan kemiskinan, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta sebagai pondasi keberagaman basis perekonomian masyarakat Toba.
 
“Jadi memang betul-betul dibutuhkan suatu kegiatan ekonomi, pariwisata dan industri lainnya itu untuk menggerakan perekonomian Danau Toba, sehingga kemiskinan yang terjadi di sana bisa segera teratasi. Seperti saya temukan dari literatur, bahwa kemiskinan adalah musuh lingkungan dan faktor penting di balik kerusakan lingkungan,” ujar Parulian.

Kian Meningkat
 
Ada pun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Konferensi Nasional Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil (Konas Pesisir) di Jakarta, Kamis (9/12), menggugah berbagai pemimpin daerah guna fokus mengelola kawasan pesisir secara terpadu.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan berdasarkan kinerja Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) pada 2021, sebanyak 98 persen dari produk sektor kelautan dan perikanan Indonesia diterima di negara-negara tujuan ekspor.

"Dari semua produk perikanan yang kita kirim berdasarkan health certificate yang keluar, itu kami jamin 98 persen diterima di negara tujuan," kata Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Rina dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Dikutip dari Antara,  berdasarkan data sampai dengan 30 November 2021, angka rasio ekspor ikan dan hasil perikanan yang diterima oleh negara tujuan ekspor mencapai realisasi 99,36 persen, dan diharapkan sampai akhir Desember 2021 tidak ada tambahan kasus penolakan kasus produk perikanan dari Indonesia.

Data yang sama menyebutkan, volume sertifikasi pelayanan ekspor berkurang dari 152.240 sertifikat kesehatan pada 2020, menjadi 146.338 sertifikat pada 2021. Begitu pula dengan volume produk perikanan yang disertifikasi juga menurun dari 1,33 juta ton pada 2020 menjadi 1,21 juta ton pada 2021.

Di saat sama, beragam impor produk perikanan juga rata-rata mengalami penurunan bila dibandingkan antara tahun 2020 dan 2021, sedangkan yang mengalami kenaikan hanya bahan baku pakan dan makarel.

  


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar