26 Juni 2025
17:58 WIB
Urgensi Penataan Jalur Lintas Kapal Untuk Pelindungan Hiu Paus
Tumpang tindih lalu lintas kapal besar terbukti memiliki kaitan erat dengan penurunan populasi hiu paus (Rhincodon typus).
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Andesta Herli Wijaya
Seorang berenang bersama seekor hiu paus besar. Shutterstock/Adam Leaders.
JAKARTA - Plastik bukan satu-satunya faktor dari manusia yang mengancam populasi hiu paus (Rhincodon typus) di dunia. Kapal-kapal yang berlayar setiap hari dari satu pulau ke pulau lain, dari benua ke benua, ternyata juga membawa ancaman serius terhadap keberadaan hewan penjaga ekosistem lautan tersebut.
Konservasi Indonesia (KI) mengungkapkan, tumpang tindih lalu lintas kapal besar terbukti memiliki kaitan erat dengan penurunan populasi hiu paus (Rhincodon typus). Simpulan itu diungkap berdasarkan kajian tagging hiu paus oleh peneliti global yang melibatkan Konservasi Indonesia dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah PNAS, salah satu jurnal ilmiah terbuka bidang biologi, belum lama ini.
Focal Species Conservation Senior Manager KI Iqbal Herwata memaparkan bahwa memahami pergerakan hiu paus merupakan kunci dalam menyelamatkan populasi mereka. Diketahui, populasi global hiu paus saat ini telah mengalami penurunan drastis hingga 50 persen.
"Kombinasi data pergerakan satelit hiu paus dan aktivitas kapal menunjukkan bahwa 92 persen ruang gerak horisontal dan hampir 50 persen ruang vertikal yang digunakan hiu paus tumpang tindih dengan lalu lintas kapal besar," ungkap Iqbal sebagaimana dilansir dari Antara, Kamis (26/6).
Dia melanjutkan, bentrokan kapal dengan badan hiu paus sudah sering terjadi, dan itu dinilai ancaman serius terhadap keberadaan mereka.
"Studi tersebut juga menunjukkan bahwa estimasi risiko tabrakan berkorelasi erat dengan laporan kematian hiu paus akibat tabrakan kapal, menunjukkan tingkat mortalitas lebih tinggi di wilayah dengan tingkat tumpang tindih tertinggi," katanya.
Dalam konteks konservasi, lanjut Iqbal, pemulihan populasi hiu paus bisa memakan waktu hingga satu abad. Dalam hal ini, Indonesia adalah salah satu zona penting karena berada di jalur utama migrasi spesies terancam punah tersebut.
Dia mengatakan, mengetahui pergerakan mereka serta durasi singgah adalah kunci perlindungan yang efektif, termasuk mencegah tabrakan kapal yang menjadi salah satu ancaman utama.
Karena itu, KI pun mendorong pendekatan berbeda oleh industri perkapalan, termasuk penerapan manajemen kecepatan, guna memastikan pergerakan kapal tak mengancam keberadaan hiu paus.
Di wilayah-wilayah tertentu yang menjadi lokasi migrasi atau agregasi hiu paus, kata dia, perlu diterapkan zona manajemen musiman dengan pembatasan kecepatan kapal maksimal 10 knot.
Zona perlambatan temporer yang diberlakukan setelah deteksi keberadaan satwa hingga pelarangan melintas di area penting saat musim agregasi, terbukti mampu mengurangi interaksi berisiko tinggi. Kontribusi teknologi juga diperlukan termasuk pemanfaatan alat sensor suara buoy akustik, radar termal serta platform deteksi real-time.
Baca juga: Terumbu Karang Layak Konservasi Bukan Eksploitasi
Langkah itu diperlukan mengingat penurunan populasi spesies penghuni perairan tropis dan hangat itu secara global cukup mengkhawatirkan. Mengingat Indonesia merupakan jalur penting migrasi hiu paus kawasan Indo-Pasifik, kata dia, perlindungan terhadap spesies itu kini menjadi prioritas mendesak.
Sebelumnya KI dan Pertamina International Shipping (PIS) sebagai unit usaha Pertamina yang bergerak di bidang industri perkapalan dan logistik maritim berkolaborasi mendorong perlindungan koridor ekologis laut melalui kegiatan Edukasi Koridor Satwa Laut, yang melibatkan peningkatan literasi bagi 130 pelaut PIS.