24 Maret 2023
18:18 WIB
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Tuberculosis (TB) masih menjadi ancaman di Indonesia. Hal itu diperkuat berdasarkan data dari Global TB Report tahun 2022, Indonesia menempati negara kedua di dunia yang memiliki kasus TBC tertinggi setelah India. Dengan perkiraan kasus baru sebanyak 969 ribu kasus dan kematian mencapai 144 ribu orang.
Selain itu, pengobatan TB reisten obat (RO) sendiri sangatlah tidak mudah karena membutuhkan proses jangka panjang yakni sekitar 9 hingga 24 bulan. Tak jarang pasien menyerah di tengah proses pengobatan yang harus mengonsumsi banyak obat setiap harinya.
Melihat kondisi tersebut, pusat kedokteran tropis (PKT) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisiatif mengembangkan teknologi pengawasan minum obat untuk pasien TB, yakni TOMO (Tuberkulosis Monitoring).
Aplikasi TOMO merupakan inovasi yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan tuberkulosis resisten obat. Selain itu, TOMO juga bisa untuk mempercepat dalam penanganan efek samping yang dialami oleh pasien TB RO.
"TOMO berpotensi besar menyelesaikan pengobatan mereka karena didesain sesuai kebutuhan pasien dan PMO," ujar direktur pusat kedokteran tropis UGM, dr. Riris Andono Ahmad dalam keterangannya yang dilansir dari laman ugm.ac.id, Jumat (24/3).
TOMO memiliki dua aplikasi yakni bagi pasien beserta keluarga dan TOMO CM untuk tenaga medis. Untuk aplikasi TOMO pasien dan keluarga memiliki fitur untuk mengirimkan informasi pasien sudah meminum obat, pengingat otomatis, menyampaikan keluhan, dan dilengkapi informasi edukatif untuk pasien.
Sementara itu, TOMO MC dirancang untuk mempermudah tenaga medis mengobservasi keluhan pasien secara real time, jadwal kontrol rutin pasien, serta rangkuman informasi minum obat, dan keluhan pasien.
Saat ini aplikasi tersebut sudah diimplementasikan di tiga rumah sakit sejak tahun 2021 antara lain RSUD dr. Moewardi, RSUP Surakarta, dan RS Paru Respora. Penggunanya pun sudah tersebar di 11 kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
Dalam waktu dekat, TOMO juga akan terus dikembangkan untuk mengintegrasikan data RS rujukan TB dan puskesmas untuk mencapai perawatan kolaboratif pasien TB Ro.
"Aplikasi ini diharapkan mampu menjembatani kesinambungan layanan manajemen klinis TB. Selain itu, TOMO bisa menjadi medium untuk mempercepat penanganan efek samping yang dialami pasien TB RO," harapan dr. Riris.