c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

12 Mei 2022

15:27 WIB

Trauma Jadi Faktor Pemicu Dominan LGBT

Dalam beberapa kasus, trauma jadi faktor dominan yang memicu seseorang memiliki orientasi seksual LGBT.

Penulis: Tristania Dyah Astuti

Editor: Satrio Wicaksono

Trauma Jadi Faktor Pemicu Dominan LGBT
Trauma Jadi Faktor Pemicu Dominan LGBT
Ilustrasi LGBT. Shutterstock/dok

JAKARTA – Pembahasan soal lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) selalu mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Baru-baru ini, warganet kembali dibuat gaduh setelah figur publik Deddy Corbuzier mengunggah video wawancaranya dengan pasangan gay.

Masyarakat Indonesia pada umumnya menolak keras adanya kelompok LGBT di tengah masyarakat. Sebagian besar berpendapat, secara budaya dan adat ketimuran serta pandangan agama LGBT dianggap sebagai kelainan seksual dan ditentang.

Beberapa sumber menyebutkan, secara medis hubungan seksual antar sesama jenis yang dilakukan tanpa pengaman memiliki risiko menyebabkan kesehatan seksual menular yang lebih tinggi, seperti Sifilis, HIV/AIDS, Herpes Genital, Gonore, dan beberapa penyakit lainnya.

Sementara itu, dari sisi psikologi, LGBT bukan termasuk dalam gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ini salah satunya dapat disebabkan oleh trauma masa kecil yang dapat memengaruhi orientasi seksual.

Psikolog Klinik Halida, Sofia Fatma, menjelaskan penyebab paling umum yang menyebabkan seseorang mengalami kondisi kelainan seksual adalah faktor traumatis dan biologis. 

"Pada faktor traumatis, banyak kasus menunjukkan seseorang penyandang LGBT pernah mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh sesama jenis saat usia dini," ujar Sofia dihubungi Validnews, Kamis (12/5).

Kenangan buruk masa kecil yang menempel kuat pada ingatan, sangat mungkin menentukan orientasi seksual ketika beranjak dewasa.

Selain faktor traumatis dan biologis, kata Sofia, pola pengasuhan juga dinilai turut memengaruhi orientasi seksual seseorang. Penting bagi orang tua untuk menanamkan atau mengajarkan tentang nilai-nilai seksual, agar memiliki orientasi dan interaksi yang tepat secara sosial. 

Oleh karena itu, dirinya menyarankan kepada para orang tua untuk mengambil peran secara maksimal dalam pola asuh anak, termasuk membangun kerekatan dan kasih sayang. 

Diyakini, hubungan yang baik antara orang tua dan anak dapat memudahkan anak memahami dan menerima nilai-nilai yang baik dari keluarga. Termasuk, nilai dan pemahaman tentang gender dan edukasi seksual.

"Sedari dini anak cenderung meniru dan mengamati relasi dalam keluarga jika keluarga mengalami disfungtional maka besar kemungkinan anak pun akan mengalami kebingungan dalam membangun jati diri termasuk orientasi seksualnya," sambungnya 

Sebab itu, jika anak memperlihatkan orientasi seksual yang berbeda terutama saat usia beranjak remaja dan orang tua kesulitan untuk memberikan pengarahan, disarankan untuk mendapat bantuan konseling dengan psikolog.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar