c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

22 Oktober 2025

15:41 WIB

Transformasi Pesantren Di Era Digital

Menghadapi arus teknologi digital, pesantren dan ekosistem di dalamnya punya tantangan besar untuk menjaga nilai luruh pendidikan Islam di dalam kemajuan zaman. 

Penulis: Annisa Nur Jannah

Editor: Satrio Wicaksono

<p id="isPasted">Transformasi Pesantren Di Era Digital</p>
<p id="isPasted">Transformasi Pesantren Di Era Digital</p>

Sejumlah santri mengikuti kajian kitab kuning dengan menggunakan terjemahan bahasa Inggris dan Jawa atau bilingual di Pesantren Al Aqobah Jombang, Jawa Timur, Sabtu (16/3/2024). Antara Foto/Syaiful Arif

JAKARTA - Hari ini, 22 Oktober 2025, Indonesia kembali memperingati Hari Santri Nasional. Setiap tahunnya, peringatan ini menjadi momen untuk mengenang semangat para santri dalam perjuangan kemerdekaan dan meneguhkan kembali peran mereka dalam membangun peradaban bangsa. 

Tahun ini, Kementerian Agama mengusung tema besar “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia.” Tema tersebut menegaskan bahwa santri bukan hanya bagian dari sejarah perjuangan, tetapi juga motor penggerak masa depan. 

Di tengah perkembangan zaman yang begitu cepat, para santri kini menghadapi tantangan baru yakni bagaimana menjaga nilai-nilai luhur pendidikan Islam sambil menyesuaikannya dengan kemajuan teknologi. Isu inilah yang juga disorot oleh Ahmad Zubaidi, akademisi bidang Pendidikan Islam dan Bahasa Arab di Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. 

Dalam refleksinya mengenai arah pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, Ahmad menilai bahwa dunia pesantren kini telah bergerak mengikuti arus digitalisasi.

"Saya kira agar pendidikan Islam tidak tertinggal, memang harus akrab dengan teknologi. Teknologi adalah tuntutan yang harus kita penuhi. Sama halnya sekarang ketika banyak toko sudah cashless, uang tunai bisa jadi tidak laku. Begitu juga dengan pesantren, kini sistem admisi sudah berbasis digital. Kitab kuning yang dulu dicetak dan dibeli, sekarang bisa dibaca lewat gawai,” ujar Ahmad Zubaidi kepada Validnews, Rabu (21/10).

Menurutnya, berbagai aspek pendidikan pesantren kini mulai bertransformasi. Dari proses penerimaan santri, pengelolaan administrasi, hingga metode pembelajaran sudah banyak yang memanfaatkan aplikasi digital. 

Ia mencontohkan, dalam pembelajaran bahasa Arab, khususnya ilmu sharaf (perubahan bentuk kata kerja), santri kini dapat menggunakan aplikasi yang secara otomatis menampilkan perubahan kata.

"Kalau dulu kita harus menghafalkan rumus-rumus perubahan kata, sekarang cukup masukkan satu kata, maka tabel perubahannya langsung muncul. Itu sangat membantu pembelajaran,” ucapnya.

Namun, di balik semua kemudahan itu, Ahmad mengingatkan agar ruh utama pendidikan Islam jangan sampai hilang. Menurutnya, nilai inti yang harus dijaga adalah akhlak.

"Nilai yang paling utama dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Tidak ada artinya pendidikan jika tidak mengubah perilaku peserta didik. Teknologi hanyalah alat bantu, sedangkan ruh sejati pendidikan tetap berada pada sosok guru,” tegasnya.

Ia menambahkan, hubungan antara murid dan guru tidak bisa tergantikan oleh teknologi apa pun. 

"Saya tidak bisa bersalaman dengan teknologi atau dengan AI. Kita hanya bisa bersalaman dengan guru, dan dalam banyak hadis disebutkan bahwa bersalaman dapat menghapus dosa. Maka adab dan sopan santun harus tetap dijaga. Kalau nilai akhlak dalam pendidikan Islam ditinggalkan, saya yakin pendidikan Islam itu akan hancur,” jelasnya.

Refleksi ini sejalan dengan semangat Hari Santri 2025 yang mengusung nilai keseimbangan antara tradisi dan kemajuan. Di tengah derasnya arus digital, santri diharapkan tetap menjadi penjaga moral bangsa sekaligus pelopor inovasi yang membawa nilai-nilai Islam, kebangsaan, dan kemanusiaan ke tingkat global.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar