11 April 2025
09:05 WIB
Titiek Puspa, Senandung Cinta Tujuh Dekade
Titiek Puspa telah menjadi sosok yang begitu besar, mewarnai industri musik, televisi hingga panggung-panggung seni tanah air selama lebih dari tujuh dekade.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo
Titiek Puspa salah satu legenda dunia hiburan Indonesia. Instagram/Titiek Puspa
JAKARTA - Legenda dunia hiburan Indonesia, Titiek Puspa telah pergi. Sosok yang dipanggil Eyang oleh semua orang itu menghembuskan nafas terakhir di RS Medistra, Jakarta, Kamis (10/4). Eyang pergi di usia 87 tahun, setelah menjalani serangkaian upaya medis atas kondisi pecah pembuluh darah di otak.
Dunia hiburan Indonesia berduka. Dari para musisi, penyanyi, bintang film hingga tokoh-tokoh pemerintahan, semuanya menyampaikan belasungkawa. Semua orang merasa kehilangan Titiek Puspa, sosok yang begitu besar, yang telah mewarnai industri musik, televisi hingga panggung-panggung seni tanah air selama lebih dari tujuh dekade.
Rasa kehilangan tentu terasa dalam hati segenap insan industri hiburan, pun segenap masyarakat Indonesia. Sebab, Titiek Puspa lebih dari sekadar penyanyi, lebih dari sekadar bintang di layar lebar ataupun televisi. Titiek Puspa adalah senandung nada yang telah menemani perjalanan bangsa Indonesia dari generasi ke generasi, dari era Presiden Sukarno, Orde Baru hingga masa kini atau era setelah reformasi.
Lahir Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan pada 1 November 1937, bintang itu menyandang nama Sudarwati, sebelum kemudian diubah orang tuanya menjadi Sumarti. Tumbuh dalam keluarga berdarah Jawa, Sumarti meresapi kehidupan yang dekat dengan nilai-nilai tradisional serta kepekaan rasa yang tinggi. Musik pun telah memanggil-manggil jiwanya sedari kecil.
Sumarti belia akrab disapa Titiek. Dilansir dari berbagai sumber, dia sejak kecil suka bernyanyi, tapi tak bercita-cita menjadi penyanyi. Dia justru ingin menjadi guru, mendidik anak-anak Indonesia.
Namun, rasa musikalitasnya tumbuh kuat tak terbendung. Ketika orang tuanya menentang pilihannya menekuni dunia musik, Titiek justru diam-diam mengikuti kontes bernyanyi Bintang Radio RRI Semarang pada 1954. Tak dinyana, Titiek pun menjadi pemenang.
Momentum itu mengukuhkan niat Titiek untuk berkarier di dunia hiburan, sebagai penyanyi. Di momen itu pula, atas saran seorang teman, dia memakai nama Titiek Puspa, yang diambil dari nama panggilannya sehari-hari dan nama ayahnya, Tugeno Puspowidjojo.
Kemenangan dalam lomba Bintang Radio membuka jalan bagi Titiek berkiprah di industri hiburan. Dia mendapat kesempatan untuk melakukan rekaman dan menjadi penyanyi profesional. Maka Titiek Puspa pun debut pada 1955, saat itu usianya masih 17 tahun, merilis piringan hitam berlabel GEMBIRA, yang memuat lagu-lagu seperti “Di Sudut Bibirmu” hingga “Esok Malam Kau Kujelang”.
Titiek melanjutkan kiprahnya dengan hijrah ke Jakarta, bergabung Orkes Studio Jakarta. Dia aktif bernyanyi untuk RRI Jakarta, tempat dia bertemu suaminya pertamanya, Zainal Ardi. Mereka menikah pada 1957, kelak melahirkan dua anak perempuan yang bernama Petty Tunjungsari Murdago dan Ella Puspasari. Pernikahan itu diketahui bertahan tak begitu lama, kemudian Titiek menikah lagi dengan Mus Mualim, musisi jaz ternama.
Dari Semarang ke Jakarta
Kiprah di RRI Jakarta pula yang mengantarkan Titiek bertemu Sukarno, yang terkesima dengan suaranya, dan memintanya bernyanyi langsung di Istana. Bahkan, Sukarno turut mendorong Titiek menggunakan nama Titiek Puspa sebagai nama panggung.
Jalan karier Titiek melesat cepat setelah dia pindah ke Jakarta. Satu demi satu albumnya lahir di periode 60-an hingga 70-an dan diterima secara luas oleh pecinta musik. Dia pun semakin akrab dengan Presiden pertama RI karena sering diminta bernyanyi di Istana, bahkan boleh dibilang penyanyi Istana pertama.
Kedekatan itu pula yang membuat Titiek terlibat langsung dalam proyek budaya Sukarno di masa itu, yang hendak mencoba melawan pengaruh musik barat dengan musik Indonesia yang dinamai musik lenso. Dalam proyek ini, Titiek bergabung bersam Bing Slamet, Rita Zahara hingga Nien Lesmana merilis album bertajuk mari bersuka ria di tahun 60-an. Tak hanya itu, bersama Orkes Irama, mereka pun melanglang buana ke berbagai negara bersama untuk menampilkan musik tersebut.
Di awal kiprahnya, lagu-lagu Titiek umumnya adalah lagu ciptaan orang lain. Barulah pada album Si Hitam dan Pita di medio 60-an, dia pun mulai menulis sendiri lagu-lagunya. Album Si Hitam memperkenalkan lagu “Si Hitam” hingga “Asmara” yang kemudian menjadi populer. Kemudian ada pula album Doa Ibu yang juga melahirkan sejumlah hits seperti “Pantang Mundur” serta “Terima Kasih”.
Album Si Hitam hingga Doa Ibu semakin membesarkan nama Titiek Puspa. Hingga era berganti, dia pun terus aktif bernyanyi dan merilis album-album baru. Dari periode 70-an hingga 90-an, Titiek merilis banyak album maupun single. Di masa ini pula banyak lahir lagu-lagunya yang ikonis seperti “Bing”, “Salahkah Aku Mencintaimu”, “Mengapa Harus Jumpa”, “Marilah ke Mari”, Apanya Dong” hingga “Kupu-kupu Malam” yang paling dikenang.
Lagu-lagu Titiek menemani hari-hari banyak orang di Indonesia, dari satu generasi ke generasi lainnya. Lagu-lagunya banyak yang bernuansa ceria, penuh harapan dan juga cinta. Ditambah kekuatan lirik yang sederhana namun juga filosofis, membuat lagu-lagunya abadi di benak banyak pendengar. Lewat lagu, Titiek menebar keceriaan, cinta harapan, juga refleksi kehidupan yang relevan.
Musik, Film hingga Seni Panggung
Tak hanya fokus di musik, Titiek pun aktif di lini industri film, televisi hingga dunia seni pertunjukan. Sembari terus menulis lagu dan bernyanyi, dia pun bermain dalam banyak film, termasuk Bawang Putih (1974) hingga Inem Pelayan Sexy (1976) yang populer. Di samping itu, Titiek juga aktif di dunia pertunjukan seni, membawakan puluhan pertunjukan operet.
Kiprah itu terus berlanjut dan kian membesar seiring waktu. Memasuki era 2000-an, Titiek pun sudah mapan di industri hiburan tanah air. Dia menjadi salah satu bintang senior di industri hiburan, yang terus bernyanyi dan juga bermain peran. Dia aktif bermain operet untuk televisi sepanjang 2017 hingga 2019, merilis sejumlah album aransemen hingga album anak Duta Cinta & Titiek Puspa: Untuk Anak-anak Indonesia (2015) hingga berperan untuk film Ini Kisah Tiga Dara (2016).
Sosok Titiek Puspa menjadi teladan bagi banyak musisi ataupun pelaku industri hiburan secara luas. Tak hanya karena karya-karyanya, namun juga dedikasinya yang tinggi untuk memajukan industri hiburan ataupun kesenian Indonesia. Semangat yang juga mendasari Titiek mendirikan grup vokal anak, Duta Cinta, dengan misi menghidupkan ekosistem lagu anak Indonesia.
Atas semua karya dan gerakannya di dunia seni dan hiburan, Titiek Puspa diganjar sejumlah penghargaan atau akuan penting. Termasuk di antaranya BASF Award ke-10 untuk pengabdian panjang di dunia musik 1994, Indonesia Choice Awards 2018, Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia 2018, Lifetime Achievement Anugrah Musik Indonesia 2021 dan banyak lagi.
Sepanjang berkiprah, Titiek Puspa setidaknya telah merilis 13 album solo, di samping sederet album kompilasi. Ratusan lagu telah tercipta dalam kurun tujuh dekade, mengekalkan nama Titiek Puspa sebagai salah satu sosok terbesar di dunia hiburan tanah air, sebagaimana akuan Majalah Rolling Stone Indonesia dalam daftar 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa yang dipublikasikan tahun 2008.