02 September 2025
15:01 WIB
Teori Kuantum, 'Ibu' Dari Teknologi Modern Era Kecerdasan Buatan
Teori fisika kuantum menawarkan peluang kreativitas yang hampir tak terbatas bagi lahirnya teknologi-teknologi baru yang terus berkembang.
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi kuantum. Foto: Freepik
JAKARTA - Hampir semua teknologi modern yang ada hari ini, sampai dengan pengembangan teknologi kecerdasan buatan yang terus terjadi, lahir dari teori kuantum. Seperti halnya smartphone yang digunakan sehari-hari, ditenagai prosesor yang dibangun dari unit-unit transistor berukuran kurang dari 10 nanometer berkat pemahaman fisika kuantum.
Hal tersebut diungkap Guru Besar Fisika Teori IPB University, Prof. Husin Alatas, sebagai respons terhadap pernyataan CEO Nvidia, Jensen Huang tentang pentingnya fisika di era kecerdasan buatan.
"Dalam kurun waktu seratus tahun belakangan, teori kuantum telah melahirkan hampir 80 persen teknologi modern," ungkap Prof. Husin, dilansir laman ipb.ac.id.
Dijelaskan, sedikit berbeda dengan cabang sains lainnya yang bersandarkan pada tiga kemampuan: mengamati dan mengukur, melakukan analisa matematis, dan berpijak pada rasionalitas; fisika juga memiliki sandaran lain, yaitu mengandalkan ketajaman intuisi-imajinasi.
"Intuisi-imajinasi inilah yang membuat fisika memiliki kemampuan melahirkan banyak terobosan teknologi yang mewarnai peradaban belakangan ini," ucapnya.
Menurutnya, fisika merupakan salah satu disiplin sains yang cakupannya mulai dari skala mikroskopik, mesoskopik hingga makroskopik. Ranah kajiannya mulai dari partikel elementer berukuran satu meter dibagi satu miliar miliar hingga alam semesta yang berukuran seratus triliun triliun meter.
Teori Relativitas dan Teori Kuantum
Dirinya menyebut dua teori yang berkaitan dengan skala mikroskopik dan makroskopik, yakni teori relativitas dan teori kuantum. Kedua teori ini menangani objek-objek yang sejatinya berada di luar kemampuan indera manusia untuk mengamatinya.
"Elektron dan galaksi adalah dua objek yang tentunya tidak dapat diamati secara langsung. Berbeda dengan misalnya makhluk-makhluk hidup yang menjadi objek bagi disiplin biologi, misalnya," tutur pengampu mata kuliah Teori Relativitas dan Fisika Kuantum Lanjut pada Program Studi S1 Fisika IPB University itu.
Teori relativitas mengkaji berbagai fenomena alam yang unik. Teori ini mempelajari benda-benda yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, mendekati kecepatan cahaya. Selain itu, teori ini juga membahas objek yang memiliki massa sangat besar, seperti planet dan bintang.
Menurut Prof Husin, teori relativitas dibangun berdasarkan dua asumsi. Pertama, kecepatan cahaya di ruang hampa adalah konstanta alam semesta. Artinya, kecepatan cahaya selalu sama bagi semua pengamat, tidak peduli seberapa cepat mereka bergerak.
Asumsi kedua lebih kompleks, menurutnya pengamat yang berada pada kerangka acuan non-inersial (mengalami percepatan) tidak dapat membedakan apakah dirinya sedang dipercepat atau berada dalam medan gravitasi yang kuat. Dengan kata lain, efek percepatan dan gravitasi memberikan sensasi yang sama bagi pengamat.
"Asumsi-asumsi tersebut dalam kaitannya dengan aplikasi saat ini telah menjadi dasar dari beberapa teknologi seperti Global Positioning System (GPS), Positron-Electron Emission Tomography (PET) dan juga teknologi nuklir," ucapnya.
Di sisi lain, teori kuantum yang didasari atas beberapa asumsi yang dibangun secara imajinatif dan berlawanan dengan pengalaman sehari-hari manusia. Dalam kurun waktu seratus tahun belakangan, teori ini telah melahirkan hampir 80% teknologi modern, salah satunya smartphone.
"Prosesor smartphone dibangun dari unit transistor berukuran kurang dari 10 nanometer. Pada ukuran ini, kelakuan elektron yang mengalir di dalamnya diprediksi dengan sangat baik oleh teori kuantum,” imbuh Prof. Husin.
Keunikan lainnya, teori kuantum juga menjelaskan bahwa sebuah elektron ataupun foton (partikel cahaya) dapat memiliki sekaligus sifat gelombang dan partikel.
"Penjelasan intuitif-imajinatif yang diberikan teori kuantum ini telah membuka peluang yang amat luas bagi pemanfaatannya, termasuk dalam perancangan cip semikonduktor yang berukuran nanometer tersebut," ucapnya.
Berdasarkan kemampuan intuitif-imajinatif inilah, sebut Prof. Husin, pernyataan Jensen Huang dapat dipahami. Fisika menawarkan peluang kreativitas yang hampir tak terbatas bagi perkembangan teknologi, dan menjadi dasar bagi kelahiran teknologi-teknologi baru yang bersifat disruptif.
"Semua tercermin dari berbagai macam teknologi yang seratus tahun lalu tidak terbayangkan, tetapi terbukti dapat diwujudkan. Termasuk memberikan peluang bagi lahirnya teknologi kecerdasan buatan yang berpotensi membuat disiplin lain menjadi kurang dibutuhkan lagi kehadirannya," tutupnya.