c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

28 Agustus 2025

13:02 WIB

Tenun Sekomandi, Warisan Leluhur Kalumpang Mamuju 

Tenun sekomandi diperkirakan sebagai sebagai satu tenun tertua di dunia, usianya lebih dari 500 tahun yang masih lestari sampai hari ini. 

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Tenun Sekomandi, Warisan Leluhur Kalumpang Mamuju&nbsp;</p>
<p>Tenun Sekomandi, Warisan Leluhur Kalumpang Mamuju&nbsp;</p>

Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa mencoba proses menenun Sekomandi dengan alat tenun tradisional gedogan dalam kunjungan kerja ke Rumah Tenun Sekomandi, Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (27/8/2025). (ANTARA/HO-Kementerian Pariwisata)

JAKARTA - Setiap daerah punya kerajinannya masing-masing yang menjadi kekhasan. Salah satunya tenun sekomandi yang diwariskan leluhur selama ratusan tahun serta memiliki sarat makna spiritual.

Ya, tenun sekomandi merupakan wastra tradisional bagi masyarakat Mamuju, Sulawesi Barat. Tenun ini diyakini sebagai salah satu tenun tertua di dunia, diperkirakan usianya sudah lebih dari 500 tahun.

Keberadaan tenun ini pun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudaya, tahun 2016 silam. 

"Tenun Sekomandi bukan sekadar kerajinan, tapi, cerminan kearifan lokal yang membentuk ekosistem budaya sekaligus daya tarik wisata di Mamuju. Untuk itu, pesan saya jaga dan lestarikan terus apa yang sudah diwariskan oleh para leluhur Kalumpang-Mamuju," kata Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa. 

Beberapa motifnya bahkan mirip ornamen seni prasejarah di situs Kalumpang. Motif tenun Sekomandi pertama adalah “Ulu Karua” atau juga dikenal sebagai “Ba’ba Deata”.

“Ulu Karua” berarti delapan ketua adat, yang merepresentasikan delapan leluhur pemimpin masyarakat adat di masa lampau. Sementara “Ba’ba Deata” artinya kesatuan dari rumpun keluarga yang kuat.

Dia berharap tenun Sekomandi bisa menjadi inspirasi bagi pelaku usaha lainnya untuk melestarikan warisan budaya para leluhur yang kini menjadi produk unggulan masyarakat Kalumpang-Mamuju. Selain itu juga menjadi daya tarik wisata budaya berbasis komunitas yang telah dikenal secara luas hingga mancanegara.

Salah satu keturunan penerus kain tenun Sekomandi, Nurhayati membenarkan bahwa penamaan “Ulu Kalua” atau “Ba’ba Deata” berasal dari sejak zaman dahulu, saat nenek moyangnya berburu bersama anjingnya, lalu masuk ke dalam gua. Ketika keluar gua, anjing tersebut menggigit daun bermotif yang kemudian menjadi motif pertama tenun Sekomandi.

"Proses pembuatan tenun Sekomandi sendiri memiliki latar belakang spiritual, di mana seorang penenun mengalami pengalaman mistis yang kemudian dianggap sebagai ilham mengenai cara membuat tenun Sekomandi," ujar Nurhayati, dikutip dari Antara.

Proses pembuatan tenun Sekomandi dimulai dengan memintal kapas menjadi benang, proses itu dinamakan ma’kare’. Kemudian masuk ke tahap mangrara, di mana bahan tersebut diberi perwarna alami yang diracik dari akar, daun, kulit kayu, hingga tanaman cabai.

Penggunaan bahan-bahan alami membuat kain tenun Sekomandi memiliki harum khas rempah-rempah. Untuk warnanya, kain tenun Sekomandi didominasi oleh warna cokelat merah atau krem dengan hitam sebagai warna dasar.

Setelah itu, pembuatan kain tenun masuk ke proses ma’bida, mengikat benang sesuai motif atau pola yang diinginkan dan tahap terakhir ma’tannun yaitu proses menenun benang di atas alat tenun tradisional (gedogan). Butuh waktu sampai tiga bulan lamanya untuk membuat sehelai kain tenun Sekomandi.

Hingga saat ini, Nurhayati mengaku masih menyimpan tenun Sekomandi "Ulu Kalua" yang diperkirakan telah berusia 100 tahun lebih.

"Meski warnanya terlihat pudar, kualitas dan keasliannya tetap terjaga," kata dia.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar