22 Juli 2024
17:35 WIB
Telusur Situs Purbakala Hingga Masjid Tertua Di Kabupaten Fakfak
Fakfak yang dulu dikenal sebagai penghasil rempah Pala, ternyata punya banyak jejak sejarah, dari zaman peradaban hingga penyebaran agama.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Satrio Wicaksono
Situs Purbakala Tapurarang, situs yang terletak di Disrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Dok/ x.com/kabupatenfakfak
JAKARTA - Fakfak mungkin tak sepopuler wilayah lain di tanah Papua yang punya daya tarik wisata eksotis nan 'perawan'. Namun bukan berarti Kabupaten di Papua Barat ini tidak memiliki destinasi menarik untuk dikunjungi.
Secara geografis, Kabupaten Fakfak memiliki titik pusat yang berbatasan dengan Teluk Bintuni, Laut Arafura, Laut Seram, Teluk Berau, dan Kabupaten Kaimana.
Dulunya, Fakfak tercatat sebagai salah satu daerah di Nusantara yang memiliki sumber daya alam sebagai penghasil rempah terbaik, terutama pala. Tak heran, jika wilayah ini kemudian dijuluki Kota Pala.
Semasa jajahan Belanda, wilayah ini pernah menjadi pelabuhan penting untuk lalu lintas perdagangan rempah. Selain itu, jejak penjajahan juga dapat dilihat dari banyaknya bangunan bergaya kolonial yang masih bertahan hingga saat ini.
Ragam Objek Wisata Bersejarah
Selain bangunan bersejarah, Fakfak juga memiliki objek wisata yang jarang ditemui di wilayah Papua lain, seperti Situs Purbakala Tapurarang.
Berlokasi di Distrik Kokas, situs purbakala satu ini memiliki lukisan cap tangan manusia berwarna merah darah pada dinding-dinding batu di tebing dan gua pinggir laut. Diperhitungkan jejak-jejak tersebut merupakan peninggalan zaman prasejarah, lebih tepatnya zaman megalitikum.
Detailnya, selain cap tangan pada dinding batu dan tebing, di lokasi yang sama juga terdapat gambar lain seperti mata, telapak kaki, lumba lumba, cicak, tumbuhan, daun, wajah manusia, hingga bumerang.
Bentuk lukisannya sekilas terlihat biasa, namun cukup menggambarkan pola kehidupan manusia purba dan kesehariannya. Selain itu teknik lukisannya pun terbilang unik, di mana objek-objek yang digambar nampak dibuat seperti disembur.
Hal yang menarik lainnya, warna merah pada lukisan nyatanya tetap awet tahan lama hingga saat ini. Padahal, jejak lukisan tersebut sering terkena air hujan dan terik matahari, namun warnanya tetap saja tidak pudar.
Menurut K.W Gallis dan Josef Roder, dua Arkeolog Belanda yang pernah melakukan penelitian di Papua, lukisan berupa seni cadas atau rock art yang ada Tapurarang merupakan hasil karya lukisan manusia pada zaman megalitikum di mana usianya ditaksir mencapai ribuan tahun lalu.
Gua Jepang dan Masjid Tua
Selain jejak manusia purba, di Fakfak juga terdapat Gua Jepang yang dulunya menjadi tempat persembunyian saat melawan sekutu di Perang Dunia II yang berlangsung antara tahun 1942-1945. Jika berkunjung ke sini, wisatawan dapat menemukan tiga bunker pengintai dengan ukuran empat meter persegi.
Namun saat ditelusuri sampai bagian dalamnya, akan ditemukan gua yang dibangun menghadap ke laut. Saat zaman perang pandangan ke laut tersebut berfungsi untuk memantau kapal sekutu yang masuk ke wilayah tersebut.
Selain situs purba dan jejak penjajahan, di Kabupaten Fakfak juga terdapat sebuah masjid tua bersejarah sebagai bangunan yang menjadi saksi penyebaran Islam di Papua, yakni Masjid Tua Patimburak.
Mengutip berbagai literatur, disebutkan bahwa masjid ini yang menjadi awal mula peradaban Papua dan dimulai dengan masuknya agama Islam. Walau saat itu masyarakat di pedalaman masih menganut animisme, namun penduduk di pesisir Fakfak sudah mulai beragama Islam.
Menurut catatan sejarah, rumah ibadah yang meniliki nama asli Masjid Al Yasin ini dibangun oleh Pamempek Kuda yang merupakan Raja Wertuar pertama, dan selesai pada tahun 1870. Disebutkan jika masjid ini pernah diterjang bom tentara Jepang, dengan bekas ledakan yang masih terlihat pada lubang di pilar masjid.