13 Oktober 2025
11:51 WIB
Teknologi Digital Menggerus Kemampuan Bahasa Baku
Teknologi dan penggunaan media sosial dianggap berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Indonesia secara baku dalam percakapan maupun tulisan, termasuk kemampuan menulis reflektif.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Unindra menggelar seminar bertajuk "Optimalisasi Pembelajaran Bahasa dan Pemanfaatan Media Digital di Perguruan Tinggi" di Graha Unindra, Sawangan, Depok. ANTARA/HO-Unindra.
JAKARTA - Perkembangan teknologi digital nyaris tanpa disadari telah menggerus kebiasaan dan kemampuan berbahasa secara baku di kalangan anak muda. Maraknya penggunaan media sosial dan belakangan kecerdasan buatan (AI) dinilai terkait dengan fenomena penggerusan tersebut.
Hal ini disoroti sivitas akademika Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) bersama para pakar. Rektor Unindra Sumaryoto mengatakan, teknologi berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Indonesia secara baku, termasuk dalam menulis. Termasuk ini penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang dinilai berpotensi mengurangi kemampuan menulis orisinal dan reflektif.
Sumaryoto mengatakan, untuk menghadapi tantangan tersebut, para dosen perlu meningkatkan kompetensinya serta menyesuaikan metode pembelajaran dengan perkembangan teknologi digital untuk memperkuat pengajaran bahasa.
"Unindra mengantisipasi perubahan ini dengan mengembangkan Learning Management System (LMS) berbasis digital yang digunakan untuk mengelola, menyampaikan, dan memantau kegiatan belajar mengajar secara daring maupun luring," ujar Sumaryoto dilansir dari Antara, Senin (13/10).
Pandangan di atas ditegaskan Sumaryoto dalam seminar bertajuk "Optimalisasi Pembelajaran Bahasa dan Pemanfaatan Media Digital di Perguruan Tinggi" di Graha Unindra, Sawangan, Depok, beberapa waktu lalu. Forum akademis ini menghadirkan berbagai pihak selaku pembicara, mulai dari unsur sivitas akademika Unindra, Dewan Pers hingga media.
Dosen pascasarjana Unindra, Mashadi menambahkan bahwa untuk pembelajaran bahasa, saat ini tidak bisa lagi dengan hanya mengandalkan metode konvensional. Dia menilai perlunya inovasi dari para pengajar, terutama dengan marangkul teknologi untuk "membalikkan situasi", mengubah dampak ketergerusan menjadi sesuatu yang positif bagi pembelajaran.
"Mahasiswa bisa diberi tugas membuat konten edukatif di platform digital, seperti YouTube atau TikTok sebagai bagian dari proses belajar," ujar Mashadi.
Sementara itu, Wakil Rektor III Bidang Kerja Sama dan Alumni Unindra, Ambar Tri Hapsari menilai mahasiswa perlu memperluas wawasan dan memahami peran bahasa di era globalisasi. Penguasaan bahasa menurutnya menjadi modal utama untuk bersaing di dunia kerja dan akademik.
Baca juga: Banyak Pelajar SMP-SMA Belum Mahir Berbahasa Indonesia
Lebih spesifik, anggota Dewan Pers R. Niken Widiastuti menyoroti perubahan mendasar dalam cara membaca, menulis, dan memahami teks di era digital. Menurut Niken, para dosen dan guru harus dapat mengantisipasi perubahan tersebut dengan menyesuaikan metode pembelajaran.
"Mereka perlu menganalisis hubungan kompleks antara media digital dan efektivitas pembelajaran bahasa di perguruan tinggi," ujarnya.
Terkait penggunaan AI dalam proses pembelajaran, Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI Agus Sudibyo mengatakan bahwa kehadiran AI generatif membawa paradoks tersendiri. AI di satu sisi menawarkan efisiensi dengan menghasilkan teks yang rapi dan logis hanya dengan satu perintah. Namun, itu bisa berarti pendangkalan pemahaman bagi manusia selaku pengguna teknologi. Menurutnya, semakin cepat proses menulis, semakin sedikit seseorang bisa berpikir dan memahami persoalan.
Menurut Agus, bahasa yang dihasilkan AI hanyalah penggabungan pola, bukan ekspresi batin atau pengalaman intelektual penulis.
"Tampak sempurna dari luar, tetapi minim pergulatan kreatif," kata Agus.
Ia mengingatkan pentingnya bagi para dosen untuk melek terhadap perkembangan AI, sehingga mampu membedakan karya tulis asli mahasiswa atau dari hasil buatan mesin.