15 Januari 2024
14:39 WIB
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Sebuah tugu tapal batas berangka tahun 123 Saka ditemukan di Kediri, Jawa Timur. Diperkirakan, tugu tersebut berasal dari zaman Raja Kertajaya, raja terakhir Kerajaan Kediri.
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara. Tidak hanya di Jawa Timur, kekuasaan dahulu kala hingga ke seluruh Pulau Jawa, bahkan sebagian Pulau Sumatra. Kekuatan, kekuasaan dan kemegahan kerajaan ini setidaknya bisa dibuktikan dari temuan candi dan prasasti.
Seperti dikutip dari Antara, tapal batas berangka tahun 1123 Saka itu ditemukan di Desa Kayunan, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri. Lokasi temuan itu juga pernah dibicarakan arkeolog Belanda sebagai tempat yang menyimpan banyak peninggalan sejarah Panjalu/Kadiri.
Temuan tugu tapal batas berukuran tinggi 170 centimeter tebal 76 cm diharapkan akan mengungkap misteri sejarah era Raja Kertajaya di Kayunan, wilayah Kerajaan Panjalu yang berkuasa dari tahun 1112-1138 Saka.
Selain tugu tapal batas itu, juga ditemukan struktur batu bata, kaki patung dan umpak. Temuan itu berawal dari penggalian lahan untuk tanah urug. Peninggalan-peninggalan itu diduga di era Raja Kertajaya, Raja Panjalu /Kadiri terakhir yang berkuasa dari tahun 1112-1138 Saka.
Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4), Imam Mubarok menjelaskan, lokasi penemuan itu diketahui sejak lama telah terjadi penggalian liar dan mengangkut benda-benda purbakala tersebut ke luar daerah dengan tujuan dikoleksi dan dijual.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada aparat terkait agar memasang garis polisi di lokasi tersebut. Hal itu penting, guna menjaga situs sehingga bisa dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jawa Timur.
"Ini sangat berbahaya kalau ada pembiaran. Kami juga telah melapor kepada Bupati terkait upaya penyelamatan yang harus segera dilakukan. Meski tidak semua dijarah masih ada yang tersisa dan yang baru ditemukan ini harus segera diselamatkan. Salah satunya bagaimana menjadikan Desa Kayunan ini sebagai desa budaya sehingga menjadi destinasi wisata ke depannya," ujar Gus Barok.
Sejarah Raja Kertajaya
Dikutip dari laman Pemerintah Kota Kediri, Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja ini berkuasa pada tahun 1194 M–1222 M. Pada masa raja Kertajaya, Kediri jatuh karena serangan kerajaan Tumapel atau Singashari.
Raja Kertajaya memiliki gelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa. Nama Raja Kertajaya tercatat dalam teks Nagarakertagama (tahun 1365) yang ditulis setelah zaman Kerajaan Kadiri. Sementara dalam teks Pararaton Raja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis.
Bukti sejarah masa pemerintahan Raja Kertajaya diantaranya tertuang dalam prasasti Galunggung (tahun 1194), prasasti Kamulan (tahun 1194), prasasti Palah (tahun 1197), dan prasasti Wates Kulon (tahun 1205).
Kestabilan pemerintahan Kerajaan Kediri pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Sang prabu ingin disembah sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Mereka memilih lari dan meminta bantuan dari kerajaan Tumapel dibawah kepemimpinan Ken Arok.
Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu, Ken Arok dan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter (1222 M).
Dalam pertempuran tersebut pasukan Kediri berhasil dikalahkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri, namun nasibnya tidak diketahui. Sejak saat itu kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi kekuasaan Tumapel.