04 Juli 2024
14:39 WIB
Tantangan Kampung Ekowisata Malagufuk Pertahankan Hutan Adat
Sebagai salah satu destinasi pengamatan burung dunia, Kampung ekowisata Malagufuk, Sorong, Papua Barat punya tantangan besar, salah satunya ancaman deforestasi di hutan-hutan adat.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Satrio Wicaksono
Pemandangan udara dari ecovillage Malagufuk di hutan hujan dataran rendah Malagufuk di Desa Malagufuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Sumber foto: Ulet Ifasanti/Iklimku
JAKARTA - Kampung ekowisata Malagufuk di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, merupakan salah satu tempat pengamatan burung di dunia. Di Hutan Klaso, terdapat beragam jenis burung endemis Papua Barat mencari makan, minum, istirahat, dan berkembang biak. Mulai dari Lesser bird-of-paradise, Northern Cassowary, Twelve-wired bird-of-paradise, King bird-of-paradise, Red-breasted Paradise-Kingfisher, Magnificent riflebird, dan masih banyak lain.
Agustus-September menjadi masa tersibuk, lantaran Kampung Malagufuk kebanjiran pengunjung, bertepatan dengan musim kawin burung-burung. Biasanya, pengunjung adalah fotografer lingkungan hidup satwa burung dan fauna hutan hujan, peneliti, atau wisatawan yang mampir dari dan atau sebelum menyelam ke Raja Ampat.
Kampung Malagufuk mampu berdaya secara ekonomi dengan tetap menjadi bagian dari ekosistem hutan yang lestari. Dalam kesehariannya, masyarakat di sana merawat tanah, melindungi hutan adat, dan hidup secukupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam.
"Hutan harus terus dijaga sebaik-baiknya, bahkan setelah generasi saya mati. Prinsip hidup saya, 'kau jaga hutan, kau jaga alam, maka alam akan jaga kamu nanti'. Dengan teguh pada prinsip ini, saya yakin kita bisa berkembang dan berdiri sendiri dengan keyakinan kita, tanpa banyak dipengaruhi orang luar," kata generasi muda Malagufuk, Opyor Kalami dalam keterangannya tertulisnya.
Komunitas Gelek Kalami Malagufuk dan Gelek Magablo menempati kampung ini. Keduanya merupakan komunitas marga di bawah payung besar Suku Moi. Dalam bahasa Moi, marga disebut dengan istilah gelek. Yang harus dicatat, apa yang dicapai masyarakat adat Kampung Malagufuk bukan hasil kerja instan. Sampai saat ini, mereka juga masih tetap memiliki tantangan supaya bisa tetap hidup lestari selaras dengan alam.
Tantangan besar yang dihadapi mereka adalah gencarnya ekspansi pembalakan hutan legal dan ilegal. Gelombang besar perluasan perkebunan kelapa sawit, dan ekstraktif di kawasan Papua Barat Daya mengancam kelestarian hutan dan rumah yang mereka jaga.
Belum lagi di Maret 2024, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya memberikan izin kepada investor pembangunan smelter nikel dan pabrik pembuatan baja di Kawasan Ekonomi Khusus Sorong. Mereka khawatir, jika rencana itu terealisasi, Kampung Malagufuk, Hutan Klaso, dan seluruh kekayaan ragam hayatinya bisa terancam hilang.
Masyarakat adat menyaksikan secara langsung rentetan dampak deforestasi, hingga tersingkir dari hutan dan tanah adat sebagai ruang hidup mereka. Mulai dari semakin sulitnya mencari sumber makanan, menurunnya kualitas air, kerentanan pengelolaan sagu sebagai sumber pangan utama, hingga potensi kekeringan dan gagal panen di kebun mereka.
Rentetan ini bisa saja berujung pada beragam permasalahan kesehatan, gizi buruk, dan masalah sosial-ekonomi.
"Tanpa hutan, kita manusia tidak akan bisa hidup. Kalau punya tanah, kami bisa terus hidup dengan memanfaatkan seperlunya. Kalau kami menggunakannya berlebihan, kami merasa rugi sendiri," ucap salah satu tetua adat gelek Korneles Malak.
Masyarakat Malagufuk berkeyakinan kalau kemandirian menentukan cara hidup bermartabat di atas tanah adat. Seperti Gelek Malak, yang hampir satu tahun terakhir berhasil kembali tinggal di tanah dan hutan adatnya.
Komunitas ini adalah yang pertama memperoleh Surat Keputusan dari Pemerintah Kabupaten Sorong mengenai Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Moi. Termasuk di dalamnya hak tanah adat Gelek Malak yang sudah selesai dipetakan.
Harapannya, gelek lain, setidaknya yang berbatasan langsung dengan mereka, memiliki komitmen yang sama untuk menjaga adat. Mereka juga berharap agar saudara-saudara gelek lain berteguh pendirian menghadapi iming-iming investor dan tidak mudah tergiur.
Apalagi, banyak wilayah yang terdampak merupakan jalur yang dilewati oleh burung-burung endemik.