c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

02 September 2024

09:08 WIB

"Tanda Cinta" Yang Sederhana Dari Teater Koma Jadi Lakon Penitip SIPFest 2024

Lakon "Tanda Cinta" ini pertama kali dipentaskan tahun 2005, konon merupakan karya yang dibuat untuk merayakan ulang tahun pernikahan Nano Riantiarno dengan istrinya.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

<p>&quot;Tanda Cinta&quot; Yang Sederhana Dari Teater Koma Jadi Lakon Penitip SIPFest 2024</p>
<p>&quot;Tanda Cinta&quot; Yang Sederhana Dari Teater Koma Jadi Lakon Penitip SIPFest 2024</p>

Cuplikan lakon “Tanda Cinta” karya Teater Koma di Salihara Arts Center, Jakarta Selatan, Kamis (29/8). Validnews/Andesta

JAKARTA - Sepasang suami istri duduk di sepasang kursi. Suasana hening, sementara di belakang, layar memantulkan lirik sajak cinta. Keduanya, dalam fase usia senja mereka, duduk bermenung tanpa saling berbagi tatap.

“Masih adakah cinta di antara kita?” tanya si suami. Sang istri mendelik, seperti tak senang dengan pertanyaan begitu. Ia lalu menjawab suaminya dengan pertanyaan pula, “Kenapa masih bertanya begitu?”, lantas pergi.

Si suami kaget karena istrinya langsung pergi. Lalu seperti berkata kepada penonton, bahwa istrinya itu biasanya tak pernah begitu. Meski pertanyaan itu sudah sering ia tanyakan, biasanya sang istri hanya mendelik, namun tak langsung pergi begitu saja.

Mungkin, istrinya telah lelah menghadapi pertanyaan yang tak pernah mau dia jawab itu. Tapi si suami tampaknya juga tak senang. Ia telah lama mengharapkan ada jawaban, agar hatinya bisa tenang. Di usia senjanya, si suami itu hanya berharap bisa mendapat jawaban yang jelas, agar ketika ajal tiba, ia bisa meninggalkan dunia dengan tenang.

Masalahnya, sang istri merasa pertanyaan suaminya itu menuntut jawaban yang tidak sesederhana “masih” atau “tidak”. Karena itu, ia selalu diam ketika sang suami bertanya.

Pertanyaan itu terus berulang, menjadi kunci dari lakon “Tanda Cinta” yang dipentaskan Teater Koma di Teater Salihara, Salihara Arts Center, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Karya ini seolah mengajak penonton untuk memikirkan lagi tentang makna ‘cinta’, lewat kisah sepasang suami-istri yang sudah sama-sama tua, yang sudah puluhan tahun mengarungi hidup bersama.

“Tanda Cinta” merupakan salah satu karya penting dari almarhum Nano Riantiarno, pendiri Teater Koma. Karya ini pertama kali dipentaskan tahun 2005 silam, konon merupakan karya yang dibuat untuk merayakan ulang tahun pernikahan Nano dengan Ratna Riantiarno. Ketika itu, Nano memainkan langsung peran sebagai si suami, bersama istrinya Ratna.

Kini, setelah hampir dua dekade, setelah Nano Riantiarno pergi, Teater Koma mempertunjukkan kembali “Tanda Cinta”. Kali ini untuk momentum mengenang satu tahun kematian Nano, dipentaskan sebagai persembahan penutup dalam rangkaian pentas Salihara International Performing Arts (SIPFest 2024) yang digelar Komunitas Salihara sepanjang Agustus lalu.

“Tanda Cinta” adalah salah satu karya Teater Koma yang paling menarik, sebab menyajikan karya teater yang sederhana atau minimalis dalam segala aspek pemanggungannya. Berbeda dengan karya-karya Teater Koma yang kebanyakannya megah dan penuh adegan-adegan atraktif, “Tanda Cinta” justru memukau dengan kesederhanaannya.

Panggung yang minim properti, lakon yang hanya dimainkan oleh dua orang, membuat “Tanda Cinta” terasa begitu “sunyi” sebagai sebuah pertunjukan. Namun jangan salah-salah, kesunyian itu menggema, memantik refleksi dalam benak penonton tentang topik yang klasik, namun selalu penting: cinta.

“Tanda Cinta” membicarakan cinta yang jauh lebih luas dari sekadar romansa sepasang suami istri, meski lakon ini juga sekaligus bernilai personal bagi Nano dan Ratna Riantiarno. Percakapan-percakapan dua tokoh di dalam cerita ini tentang situasi politik, negara dan juga sosial, mengindikasikan kalau cinta yang dibicarakan adalah cinta pada semua manusia.

Pertanyaan “Masih adakah cinta” ditingkahi dengan percakapan-percakapan tokoh suami dan istri tentang isu politik, soal berbagai kebijakan politik yang busuk, praktik korupsi dan nepotisme, hingga kesulitan hidup orang-orang kecil yang hanya dimanfaatkan oleh penguasa.

Dari situ, cinta dalam karya ini pun bisa dimaknai sebagai sumber segala kebaikan dan kebahagiaan. Cinta yang membuat seorang pemimpin menjalani kewajiban memerintah dengan awas, cinta yang membuat orang tua selalu berjuang untuk anaknya, hingga cinta yang memuat sesama manusia hidup dengan saling berbagi dan berempati terhadap satu sama lain.

Itu mengapa tokoh suami, selalu bertanya kepada istrinya, apakah cinta di antara mereka masih ada atau sudah pupus seiring waktu. Sang suami merasa harus memastikan itu, karena kehidupan tanpa cinta, kebersamaan tanpa cinta, baginya adalah jalan gelap yang akan menelan semua asa kehidupan.

Si suami sampai menyebarkan pamflet, menyampaikan pertanyaan yang sifatnya personal itu untuk orang banyak. Ini juga mengindikasikan bahwa memang cinta dalam pengertian luas-lah yang dipercakapkan oleh lakon “Tanda Cinta”.

Sutradara dan Pemeran Baru
Percakapan tentang cinta, juga percakapan tentang kemanusiaan dalam “Tanda Cinta” dibawakan dengan ciamik oleh duo aktor Lutfi Ardiansyah dan Tuti Hartati. Keduanya mengulang sekaligus juga memperbarui percakapan-percakapan yang sebelumnya dibawakan oleh Nano dan Ratnariantiarno.

Setelah Nano, kini giliran putranya, Rangga Riantiarno mengambil peran menyutradarai lakon “Tanda Cinta”. Di tangan Rangga, lakon ini tak banyak mengalami perubahan demi menjaga keaslian bentuk dan kesan yang diwarisi sang ayah dalam lakon ini.

Rangga yang ditemui sesuasi sesi media preview pada Kamis (29/8) di Teater Salihara, mengatakan bahwa dirinya berusaha menjaga “Tanda Cinta” tetap apa adanya sebagaimana versi yang diciptakan ayahnya. Rangga mengaku hanya melakukan beberapa penyesuaian, serta memangkas beberapa bagian lakon yang dianggapnya sudah tak relevan saat ini karena terlalu personal bagi ayahnya.

“Perbedaan dengan yang dulu nggak banyak, dulu pernah ada penari. Ada yang saya kurangin karena ingat durasi, juga ada persoalan-persoalan yang cukup terlalu personal buat ayah saya, karena ini bagaimanapun semi-biografis ayah saya,” ungkap Rangga.

Sementara itu ditemui bersamaan, Ratna Riantiarno yang kini duduk di kursi penonton, menyebut “Tanda Cinta” adalah naskah yang membawa percakapan universal. Meski ada banyak cerita atau bagian dalam lakon tersebut, beresonansi dengan kisah kehidupannya dengan almarhum sang suami.

Namun Ratna sendiri telah mewanti-wanti kedua aktor yang akan bermain, Lutfi Ardiansyah dan Tuti Hartati, agar tak mencoba menjadi Nano Riantiarno atau menjadi Ratna Riantiarno di atas panggung. Menurut Ratna, kedua aktor tersebut bebas menjadi versi yang mereka ciptakan sendiri, sesuai dengan pemaknaan mereka atas lakon “Tanda Cinta”.

Menurut Ratna, terlepas dari soal betapa personalnya “Tanda Cinta” bagi Ratna dan Nano, lakon ini sejatinya membicarakan manusia.

“Secara naskah, bahwa soal cinta itu bukan cinta terhadap orang dan orang lainnya, tapi luas. Ini adalah perasaan cinta kepada sesama, niat baik terhadap negara, dan segala macam lainya, itu kan sangat penting. Jadi ini memang bisa kelihatannya kepentingan dua orang, tapi bisa juga kepentingan sebuah keadaan,” ucap Ratna.

“Tanda Cinta” menjadi pertunjukan penutup SIPFest 2024 yang diselenggarakan sepanjang bulan Agustus di Salihara Art Center, Jakarta Selatan. Karya ini dipentaskan secara publik dalam tiga sesi pada Jumat dan Sabtu, 30 & 31 Agustus 2024.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar