20 Desember 2024
19:12 WIB
Studi Sebut Sopir Berisiko Rendah Meninggal Karena Alzheimer
Orang yang berprofesi sebagai pengemudi disebut berisiko lebih rendah meninggal karena alzheimer. Hal ini karena pekerjaannya membutuhkan navigasi konstan.
Editor: Satrio Wicaksono
Pengemudi Taksi Blue Bird menunggu penumpang di Jakarta, Senin (21/3). AntaraFoto/Puspa Perwitasari
JAKARTA - Sebuah studi mengaitkan antara pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan risiko kematian yang lebih rendah akibat alzheimer. Seperti diketahui, alzheimer sendiri merupakan penyakit yang disebabkan gangguan neurodegeneratif, yang menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan kemampuan kognitif dan daya ingat.
Berdasarkan hasil studi tersebut yang dikutip dari Medical Daily, pengemudi merupakan kelompok yang berisiko rendah meninggal karena alzheimer, karena tergolong dalam pekerjaan yang membutuhkan navigasi konstans. Dalam konteks ini, para peneliti lebih memfokuskan pada pengemudi taksi dan ambulans.
Dalam studi yang hasilnya dipublikasikan di BMJ itu, para peneliti memeriksa hampir sembilan juta orang dalam 443 profesi yang meninggal antara tahun 2020 dan 2022, untuk memahami efek perlindungan dari pekerjaan tertentu terhadap alzheimer. Dari kelompok studi ini, ada sekitar 3,88% atau 348.000 orang yang meninggal karena penyakit alzheimer.
Para peneliti mencatat hanya ada 1,03% pengemudi taksi dan 0,74% pengemudi ambulans yang meninggal akibat penyakit tersebut. Salah satu kemungkinan penjelasan dari temuan ini adalah bahwa pekerjaan seperti mengemudi memerlukan pemikiran spasial dan navigasi secara real-time. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada otak, khususnya di area seperti hipokampus, yang dapat membantu menurunkan risiko penyakit alzheimer.
Meski demikian, para peneliti mengingatkan bahwa temuan ini berasal dari studi observasional. Karenanya, tidak dapat ditafsirkan sebagai hubungan sebab-akibat langsung antara pekerjaan tertentu dan penurunan risiko penyakit alzheimer atau perubahan neurologis di hipokampus.
"Kami melihat temuan ini bukan sebagai sesuatu yang konklusif, tetapi sebagai pembangkit hipotesis," kata mereka.
Mereka menyebut, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyimpulkan secara definitif apakah kerja kognitif spasial yang diperlukan dalam pekerjaan dapat mempengaruhi risiko kematian akibat penyakit alzheimer, dan apakah aktivitas kognitif apapun punya potensi pencegahan.
Direktur Centre for Discovery Brain Sciences University of Edinburgh dan Presiden British Neuroscience Association, Prof. Tara Spires-Jones percaya, temuan studi ini menambah bukti bahwa membangun ketahanan otak dapat membantu mengurangi risiko alzheimer.
Namun, ia mengingatkan bahwa data dari studi tersebut tidak memungkinkan pembuatan kesimpulan pasti tentang efek perlindungan terhadap alzheimer dari pekerjaan tertentu.
"Ada kemungkinan orang-orang yang berisiko lebih tinggi terkena alzheimer tidak memilih pekerjaan mengemudi yang membutuhkan banyak memori, yang disebut 'bias seleksi'," katanya.
Selain itu, usia kematian rata-rata pengemudi taksi dan ambulans antara 64 dan 67 tahun, sedangkan orang-orang dengan bidang kerja yang lain 74 tahun.
"Karena alzheimer biasanya berkembang setelah usia 65 tahun, ada kemungkinan pengemudi ini mengalami penyakit tersebut jika mereka hidup lebih lama," kata Prof. Tara Spires-Jones.