14 November 2025
20:51 WIB
Studi: Otak Menyimpan Memori Lebih Baik Saat Lelah
Penelitian terhadap tikus yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa otak hewan nokturnal itu memiliki kemampuan mengingat informasi lebih baik saat menjelang matahari terbit.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi - Otak Manusia. ANTARA/Handout/am.
JAKARTA - Pernahkah Anda merasa mampu belajar dengan lebih baik saat malam hari setelah lelah beraktivitas di siang hari? Alih-alih saat tubuh dalam kondisi terbaik, otak seolah bekerja lebih kuat justru ketika tubuh sudah meminta istirahat.
Fakta itu mungkin aneh tapi nyata pada sebagian orang. Kabar baiknya, sebuah studi baru-baru ini memberi penjelasan mengapa sebuah informasi yang ditangkap sekilas saat malam hari justru bisa terekam lebih lama dalam ingatan seseorang, ketimbang apa yang ia tangkap sepanjang siang.
Melansir Hindustan Times, sebuah penelitian di Jepang yang dipublikasikan di jurnal Neuroscience Research, menyimpulkan bahwa kondisi itu terkait dengan zat kimia yang disebut adenosin. Zat kimia ini bertanggung jawab atas aktivitas otak. Ketika kadarnya tinggi, otak mulai merasa lelah dan memberi sinyal kepada tubuh bahwa sudah waktunya untuk beristirahat.
Zat kimia ini, adenosin, bertanggung jawab atas efek memori ini. Ketika otak lelah, dan kadar adenosin tinggi, waktu reaksi menjadi lebih lambat. Tetapi di saat yang sama, kondisi itu memudahkan otak untuk menyimpan memori tanpa banyak gangguan, sehingga informasi tersimpan lebih baik untuk jangka panjang.
Kesimpulan di atas didasarkan pada pemantauan terhadap otak tikus yang dikenal sebagai hewan nokturnal atau sangat aktif di malam hari. Artinya, konsep waktu hewan ini adalah kebalikan dari konsep waktu manusia.
Eksperimen ini melibatkan tikus yang dimodifikasi secara genetik, di mana sel-sel otak mereka bereaksi dan dapat diaktifkan dengan cahaya. Tikus-tikus tersebut dipaparkan dengan cahaya, dan kemudian aktivitas listrik otak mereka pun diukur.
Peneliti menemukan bahwa ketika tikus-tikus itu lelah, yang terjadi tepat sebelum matahari terbit, otak mereka bereaksi lebih lemah terhadap cahaya, yang berarti mereka kurang waspada. Namun, saat mereka lelah, otak tikus menunjukkan kemampuan yang lebih tajam untuk membentuk koneksi jangka panjang, yang vital untuk pembelajaran dan memori. Proses ini disebut LTP, potensiasi jangka panjang.
Namun yang mengejutkan, ketika tikus-tikus itu terpapar cahaya saat mereka waspada, yang berakti di jam aktif mereka, pemindaian otak tidak mengungkapkan proses 'LTP' ini.
Dinamika itu terkait dengan zat adenosin yang terakumulasi di siang hari, yang bertindak sebagai penghambat alami aktivitas otak. Para peneliti menguji hal ini dengan menggunakan obat bernama DPCPX, yang memblokir reseptor A1 adenosin untuk melakukan pemantauan respon otak dalam situasi berbeda-beda, terutama saat adenosin dominan atau sebaliknya lemah.
Pertanyaannya, apakah berarti sebaiknya kita begadang semalaman atau mengalihkan semua proses pembelajaran di malam hari? Jawabannya tentu tidak, karena malam hari adalah waktu alami manusia untuk beristirahat dan tidur. Banyak penelitian yang telah menjelaskan bagaimana kurang tidur memengaruhi kemampuan fisik bahkan kognitif seseorang.
Meskipun kelelahan membantu mendukung daya ingat, tidur adalah penentu terakhir, yang benar-benar membantu menjaga segala fungsi organ tubuh. Terjaga terlalu lama dan kurang tidur justru dapat menjadi bumerang, memperburuk daya ingat Anda.
Dengan kata lain, meninjau kembali materi yang ingin dipelajari dengan cepat saat malam hari, lalu diikuti dengan tidur berkualitas, dapat membantu seseorang mengingat informasi dengan jauh lebih baik.
Hal yang perlu dicatat, studi ini berfokus pada bagian otak yang disebut 'korteks visual', area yang memproses apa yang dilihat mata dan membentuk informasi. Sehingga belum jelas apakah aturan waktu yang sama berlaku untuk pusat memori seperti hipokampus. Belum diketahui pula apakah efeknya berasal dari jam biologis atau sekadar kelelahan setelah terjaga terlalu lama.