10 September 2024
10:44 WIB
Songket Silungkang, Simbol Status Sosial Masyarakat Minang
Songket Silungkang menjadi salah jenis kain songket tertua di Indonesia dengan nilai ekonomi dan budaya yang tinggi.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
Seorang pengrajin sedang menyetel jalur benang Songket Silungkang. Dok. Kemenparekraf
JAKARTA - Songket menjadi salah satu jenis kain tradisional atau wastra nusantara yang memperkaya warisan budaya Indonesia. Dari sekian banyak jenis kain songket bernilai tinggi yang berasal dari berbagai daerah, salah satu yang menarik untuk diulas adalah Songket Silungkang dari Minangkabau, Sumatra Barat.
Bicara mengenai asal-usulnya, Songket Silungkang menjadi salah satu jenis kain songket tertua di tanah air, lantaran jenis kain ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Minangkabau dan telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Sesuai namanya, daerah spesifik penghasil kain songket satu ini adalah daerah Silungkang yang berada di Kota Sawahlunto.
Tak hanya usianya yang tua, jika dilihat dari proses pembuatannya songket satu ini juga merupakan salah satu kain tenun yang memiliki proses pembuatan rumit, memerlukan keterampilan tinggi dan ketelitian.
Proses tenun biasanya dimulai dengan menyiapkan benang yang terbuat dari sutra atau benang emas dan perak untuk menambah keindahan dan kemewahan. Benang-benang ini kemudian dianyam menggunakan alat tenun tradisional.
Lama pembuatannya bisa memakan waktu selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, tergantung pada kompleksitas desain atau motif dan ukuran kain.
Nilai Budaya Songket Silungkang
Bicara soal motif, umumnya Songket Silungkang terkenal dengan motif dan desainnya yang khas berupa pola geometris, flora, dan fauna yang memiliki makna simbolis dalam budaya Minangkabau.
Beberapa motif yang umum ditemukan misalnya fauna Bada Mudiak, yakni sejenis ikan teri yang hidup di hulu sungai, dengan filosofi yang menggambarkan kehidupan rukun dan damai seia sekata.
Selain itu ada juga motif Buah Palo Bapatan atau buah pala yang dipatahkan, di mana motif ini mencerminkan nilai-nilai mendidik bahwa untuk menikmati keindahan dan rasa senang hendaknya kita saling berbagi.
Lalu ada juga motif Saluak Laka atau alas periuk yang terbuat dari lidi, dengan makna bahwa masyarakat yang bersatu atas dasar kerja sama dan keikhlasan akan menjalin banyak kekuatan.
Mengenai kegunaannya, Songket Silungkang biasa digunakan dalam berbagai acara adat dan upacara penting seperti pernikahan, khitanan, dan upacara keagamaan.
Selain itu kain ini juga sering dipakai dalam pakaian tradisional Minangkabau seperti baju kurung dan selendang.
Fakta lainnya, Songket Silungkang sering kali menjadi simbol status dan kehormatan dalam masyarakat Minangkabau, dan hanya digunakan oleh kalangan tertentu dalam acara-acara resmi lantaran eksistensinya yang juga menjadi simbol identitas budaya dan tradisi bagi masyarakat Minangkabau.
Diketahui jika kaum perempuan di Silungkang diwajibkan untuk bisa menenun sekaligus melambangkan status sosial mereka. Selain itu, jumlah kepemilikan tenun songket nyatanya juga menunjukkan status sosial, di mana semakin banyak kain songketnya maka semakin tinggi status sosialnya.
Karena nilai ekonomi dan budayanya yang tinggi, Songket Silungkang telah dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sejak 8 Oktober 2019.