27 Februari 2023
12:58 WIB
Penulis: Mahareta Iqbal
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Ketika pergi liburan, terkadang pelancong meringkas perjalanannya di suatu tempat wisata untuk kemudian sesegera mungkin berpindah ke tempat wisata yang lain. Alhasil, esensi dari menikmati liburan tergantikan dengan keharusan mengunjungi banyak tempat tanpa 'menggali' lebih jauh potensi yang dapat dinikmati.
Waktu liburan yang singkat, tak ingin ketinggalan menikmati tempat-tempat wisata yang sedang populer, hingga kebutuhan memberi 'makan' sosial media, terkadang menjadi alasan kenapa seseorang gemar 'meloncat' dari satu tempat wisata ke tempat wisata lain.
Nah, tahukah kalian bahwa ada juga orang-orang yang pergi berlibur untuk benar-benar menikmati perjalanan, bahkan terkesan memperlambat perjalanannya. Berlibur ke satu tempat dalam durasi yang terbilang lama hanya untuk mendapatkan banyak insight yang berharga. Ya, gaya perjalanan ini disebut dengan slow travel.
Dilansir dari berbagai sumber, slow travel adalah gaya liburan perjalanan yang menekankan pada pengalaman dan menghargai kualitas perjalanan yang lebih baik. Konsep ini melibatkan perjalanan yang tidak terburu-buru dan tidak terikat oleh waktu, sehingga para pelancong dapat mengeksplorasi destinasi yang mereka kunjungi dengan lebih dalam dan merasakan pengalaman lokal secara autentik.
Baca juga: 4 Tips Sukses Liburan Nyaman Ke Jepang
Jika ditilik dari awal mulanya, sejarah slow travel dapat dilacak kembali ke era perjalanan Grand Tour di Eropa pada abad ke-18 dan ke-19. Pada waktu itu, orang-orang kaya melakukan perjalanan melalui Eropa selama beberapa bulan untuk mengeksplorasi seni, arsitektur dan kebudayaan.
Namun, pada awal abad ke-20, perjalanan ke berbagai tempat menjadi lebih murah dan mudah diakses, sehingga orang semakin terbiasa dengan perjalanan yang cepat dan singkat.
Model slow travel ini mulai muncul pada tahun 1990-an di Eropa, ketika sejumlah orang mulai memperhatikan dampak negatif dari pariwisata massal terhadap lingkungan dan budaya lokal. Sejak saat itu, para pelancong mulai mencari pengalaman yang lebih mendalam, jauh dari kerumunan wisatawan dan merasakan budaya lokal secara autentik. Kemudian, gerakan ini menyebar ke seluruh dunia dan menjadi populer.
Untuk diketahui, gerakan slow travel itu sendiri sesungguhnya berakar dari gerakan slow food pada tahun 1986. Gerakan ini bermula dari Carlo Petrini, seorang aktivis lingkungan di Kota Torino, Italia, sebagai bentuk protesnya terhadap makanan cepat saji dan industri makanan yang mengabaikan kualitas, keselamatan dan kesejahteraan manusia serta lingkungan.
Dalam hal ini, slow food memengaruhi satu sisi dari slow travel pada bidang kuliner yaitu, meningkatkan kesadaran akan makanan lokal, mendorong pertanian yang berkelanjutan serta menghargai pengalaman dengan perlahan.
Baca juga: Bali Masih Jadi Tempat Liburan Favorit Keluarga Indonesia
Meski slow food dan slow travel adalah dua gerakan yang berbeda, tetapi memiliki banyak kesamaan dalam tujuan dan nilai-nilai yang dianutnya; berfokus pada pengalaman yang lambat, sadar, berkelanjutan, menghargai budaya, lingkungan dan masyarakat setempat.
Di akhir tahun 2000-an, telah banyak organisasi dan perusahaan pariwisata dunia yang mulai mendorong konsep slow travel. Gerakan ini terus tumbuh dan berkembang hingga sekarang dengan semakin banyaknya orang yang tertarik untuk melakukan perjalanan dengan cara yang lebih lambat, lebih sadar dan lebih berkelanjutan.
Kemudian, apa contoh-contoh dari slow travel tersebut? Semisal, pelancong bisa berjalan kaki atau bersepeda. Mode transportasi ini memungkinkan untuk menikmati destinasi dengan lebih lambat, dekat dengan lingkungan dan merasakan pengalaman menikmati destinasi dengan lebih mendalam sembari menikmati pemandangan yang disuguhkan.
Kemudian, menginap di penginapan lokal. Dengan menginap di penginapan lokal seperti homestay atau guesthouse, pelancong dapat mengalami dan merasakan kehidupan masyarakat setempat, mendapatkan informasi mengenai budaya dan gaya hidup masyarakat serta memberikan dampak positif pada perekonomian masyarakat.
Tak hanya itu, pelancong juga bisa makan di restoran lokal. Mengunjungi restoran lokal yang menawarkan makanan khas adalah cara yang baik untuk menghargai keanekaragaman kuliner dan budaya.
Kemudian, mengunjungi tempat wisata dengan lebih lambat. Para pelancong bisa mengunjungi tempat wisata dengan lebih santai, menikmati keindahan alam atau atraksi budaya dengan lebih lama dan mengalami sendiri bagaimana atmosfer kehidupan sosial yang telah lama ada di tempat tersebut.
Baca juga: Loang Baloq, Tempat Wisata Religi Di Kota Mataram
Slow travel juga dapat dilakukan dengan berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat setempat. Pelancong dapat berpartisipasi dalam aktivitas lokal seperti berkebun, memasak, atau berbelanja di pasar tradisional untuk lebih memahami karakter masyarakat dan budaya setempat serta mendapatkan pengalamannya secara langsung.
Saat melakukan slow travel, para pelancong secara tak langsung mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Pelancong yang melakukan slow travel dapat memilih untuk menggunakan transportasi umum yang ramah lingkungan, seperti kereta api atau bus umum agar dapat menikmati setiap detik perjalanan.
Lalu, selama perjalanan dan saat berada di tempat yang dituju, minimalkan penggunaan sampah plastik yang dapat merusak lingkungan.
Dengan demikian, pelancong dapat menikmati perjalanan dengan lebih lambat, mendalam, bertanggung jawab serta memberikan dampak positif pada lingkungan, masyarakat setempat dan keberlanjutan pariwisata.
Lalu, bagaimana slow travel di Indonesia? Jika kita coba melihat slow travel di negeri sendiri, Indonesia adalah negara yang sangat cocok untuk gaya perjalanan ini karena memiliki banyak tempat yang indah dan budaya yang kaya. Slow travel di Indonesia bisa dilakukan di banyak tempat di Indonesia.
Bali, misalnya. Bali adalah tujuan yang populer untuk slow travel di Indonesia. Pelancong bisa berjalan-jalan di sekitar kota-kota kecil, seperti Ubud atau desa-desa lainnya di Bali dan menemukan tempat-tempat baru yang menarik.
Pelancong juga bisa menikmati keindahan pantai dan berpartisipasi dalam upacara dan tradisi lokal, seperti upacara keagamaan dan pertunjukan tari.
Masih dari Bali. Nusa Penida juga dapat memberikan pengalaman yang berkesan bagi pelancong yang melakukan slow travel. Nusa Penida merupakan sebuah pulau kecil di sebelah timur Bali.
Pelancong bisa menjelajahi pulau ini dengan menyewa sepeda motor atau berjalan kaki dan menikmati pemandangan alam yang indah seperti pantai-pantai yang eksotis, tebing-tebing curam dan hutan tropis.
Tak hanya Bali, Lombok juga bisa menjadi destinasi wisata yang cocok bagi gaya perjalanan yang satu ini. Pulaunya indah dan tenang dengan pantai-pantai yang eksotis dan budaya Sasak yang unik.
Baca juga: Berbagai Manfaat Positif Dari Rutin Traveling
Pelancong bisa menjelajahi desa-desa Sasak yang terpencil di Lombok, serta melihat tradisi menyelam penyu atau hiking ke puncak Gunung Rinjani. Bisa juga melakukan perjalanan ke Desa Kuta yang asri dan tenang.
Flores juga menjadi salah satu pulau indah di Indonesia yang bisa pelancong pilih. Saat berada di sini, pelancong bisa mengunjungi tempat-tempat wisata seperti Desa Wae Rebo yang terpencil, Teluk Komodo yang terkenal dengan komodo atau menikmati pemandangan indah dari Bukit Cinta. Masih banyak lagi tempat-tempat di Indonesia yang bisa pelancong telusuri untuk gaya perjalanan slow travel ini.
Sejatinya, dalam gaya perjalanan slow travel, para pelancong tidak terburu-buru untuk mencapai tujuan mereka, tetapi lebih fokus pada perjalanan itu sendiri dan pengalaman yang mereka dapatkan dalam perjalanan tersebut.
Konsep ini mendorong pelancong untuk memperlambat laju hidup mereka, meningkatkan kualitas pengalaman perjalanan dan menghargai nilai-nilai lokal. Melalui slow travel, para pelancong dapat memperoleh pengalaman perjalanan yang lebih bermakna.