c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

31 Oktober 2025

10:59 WIB

Situs Liyangan, Masyarakat Mataram Kuno Dan Jaringan Dagang Dunia

Temuan artefak keramik zaman Dinasti Tang di kawasan situs Liyangan membuktikan masyarakat Mataram Kuno punya hubungan dengan jaringan perdagangan internasional. 

<p>Situs Liyangan, Masyarakat Mataram Kuno Dan Jaringan Dagang Dunia</p>
<p>Situs Liyangan, Masyarakat Mataram Kuno Dan Jaringan Dagang Dunia</p>

Temuan keramik guci dalam penelitian di situs Liyangan, Jawa Tengah. Sumber foto: BRIN.

JAKARTA - Situs arkeologi Liyangan yang ada Temanggung, Jawa Tengah, mengungkap hubungan peradaban masyarakat Mataram Kuno dengan jaringan perdagangan internasional, khususnya pada masa Dinasti Tang di abad ke-9.

"Situs Liyangan tidak hanya menyimpan jejak kehidupan masyarakat Mataram Kuno, tetapi juga menunjukkan bagaimana peradaban Nusantara berperan dalam jaringan dagang internasional," kata Peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, Yusmaini Eriawati. 

Menurut Yusmaini, Liyangan bukan hanya permukiman biasa, melainkan kawasan sakral dengan bangunan suci, arca, dan simbol-simbol pemujaan yang terkait erat dengan kegiatan spiritual masyarakat masa klasik.

"Artefak keramik yang ditemukan di situs Situs Liyangan memperlihatkan jejak hubungan maritim antara Nusantara dan Tiongkok kuno. Keramik-keramik yang ditemukan berasal dari masa Dinasti Tang, sekitar abad ke-9 hingga ke-10 Masehi," ungkap, seperti dikutip dari laman brin.go.id.

Sebagian besar keramik yang ditemukan tersebut di Liyangan berasal dari berbagai pusat produksi di Tiongkok, seperti Guangdong, Henan, Changsha, dan Yueh. Jenisnya beragam, meliputi tempayan, guci, teko, dan mangkuk dengan glasir hijau zaitun, biru turquoise, hingga coklat kehijauan.

"Barang-barang dari Guangdong merupakan yang paling dominan, terutama tempayan dan guci celadon yang menjadi komoditas unggulan ekspor pada masa itu," paparnya.

Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat Liyangan hidup dalam konteks dunia yang saling terhubung dan berperan dalam jaringan dagang internasional. Kombinasi antara temuan keramik asing dan artefak lokal memperlihatkan tingkat kemakmuran serta interaksi lintas budaya yang tinggi pada masa itu.

Mirip Relief di Borobudur

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, Sugeng Riyanto menjelaskan, Liyangan merupakan bagian penting dari jaringan peradaban Mataram Kuno di Jawa Tengah. Situs ini memiliki struktur teras dan saluran air yang menunjukkan adanya perencanaan ruang yang kompleks pada masa itu. 

"Liyangan bukan hanya satu titik permukiman, tetapi bagian dari lanskap budaya yang luas. Struktur teras dan saluran air menunjukkan adanya perencanaan ruang yang kompleks pada masa itu," jelas Sugeng.

Berdasarkan data arkeologi, kata dia, zona inti situs seluas sekitar 10 hektare hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan kawasan budaya Liyangan yang mencapai 159 hektare. Temuan talut, batur, dan sisa lumbung menunjukkan bahwa masyarakat saat itu telah memiliki sistem terasering dan pertanian berkelanjutan. 

"Aspek permukiman, pertanian, dan peribadatan saling terhubung membentuk satu kesatuan kehidupan masyarakat masa itu," ujarnya.

Penelitian di Liyangan juga menemukan artefak-artefak logam, peralatan rumah tangga, dan wadah keramik yang memiliki kemiripan dengan relief di Candi Borobudur. Hal ini menandakan kedekatan budaya antara Liyangan dan pusat peradaban Mataram Kuno.

Lebih jauh dia menekankan pentingnya pelestarian berbasis masyarakat dan mengajak semua pihak untuk terlibat dalam pelestarian situs Liyangan. Dengan demikian, situs ini dapat menjadi sumber pengetahuan dan edukasi bagi masyarakat luas. 

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PRAPS) BRIN, Irfan Mahmud menyebutkan menyebutkan,situs liyangan menyimpan jejak kehidupan masyarakat masa klasik yang tertimbun material vulkanik. Struktur bangunan, artefak logam, dan sisa bahan organik yang terbakar menjadi bukti bagaimana manusia masa lalu hidup berdampingan dengan alam, sekaligus menghadapi bencana yang menenggelamkan peradaban mereka.

Oleh karena itu, lanjut Irfan, situs ini menjadi kunci penting untuk memahami hubungan manusia dan kebencanaan pada masa Mataram Kuno. Ia menambahkan bahwa riset lanjutan perlu dilakukan secara multidisiplin untuk menelusuri aspek biogenetik, lanskap antropogenik, dan arsitektur religius di wilayah tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar