27 September 2025
15:01 WIB
Sistem Fondasi Rumah Sudah Ada Sejak Masyarakat Megalitik
Penelitian arkeologi yang dilakukan para peneliti BRIN menemukan jejak-jejak masyarakat megalitik Austronesia di Nusantara. Bahkan ditemukan sistem fondasi rumah sudah dilakukan sejak era tersebut.
Editor: Satrio Wicaksono
Struktur fondasi baru untuk rumah dalam jejak masyarakat Austronesia di Lembah Lore, Sulawesi Tengah. Foto: BRIN.
JAKARTA - Penelitian arkeologi yang dilakukan di Lembah Lore, Sulawesi Tengah, menjadi salah satu kunci untuk memahami kehidupan masyarakat megalitik di Nusantara. Dari penelitian tersebut ditemukan struktur batu yang bukan hanya tugu peringatan atau menhir, melainkan fondasi rumah yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, Dwi Yani Yuniawati Umar, menyampaikan hasil kajiannya itu dalam Webinar Forum Kebhinnekaan Seri #31 “Rekam Jejak Manusia & Budaya Austronesia di Nusantara”, Kamis (25/09).
Pada kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa struktur batu yang ditemukan tersebut menunjukkan indikasi kuat adanya permukiman pada masa megalitik.
Awalnya, kata Dwi, struktur batu yang ditemukan tersebut dianggap sebagai menhir. Namun analisis etno-arsitektur membuktikan bahwa batu-batu tersebut adalah fondasi rumah yang menopang tiang kayu. Rekonstruksi menunjukkan rumah berukuran sekitar 3x3 meter yang dihuni beberapa keluarga.
"Penelitian kami di Lembah Lore menunjukkan bahwa masyarakat megalitik sudah memahami konsep arsitektur sederhana. Struktur batu yang ditemukan bukan sekadar tumpukan, melainkan fondasi rumah yang menopang tiang kayu, bukti adanya hunian yang teratur," jelasnya, dikutip dari laman brin.go.id.
Temuan ini memperlihatkan bahwa situs megalitik di Lore bukan hanya berkaitan dengan ritual, melainkan juga permukiman yang menunjukkan kompleksitas kehidupan sosial dan budaya leluhur Austronesia.
Tak hanya di Lore, Papua juga menyimpan catatan panjang migrasi Austronesia yang belum banyak diketahui publik. Penelitian di Pulau Kapotar, Teluk Cenderawasih, memperlihatkan jejak permukiman yang telah ada sejak 2.100 hingga 2.700 tahun lalu.
Peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erlin Novita Idje Djami memaparkan hasil ekskavasi di Pulau Kapotar, tepatnya di Ceruk Swama dan Bukit Momorikotey. Di lokasi ini, ditemukan beragam artefak berupa gerabah, alat batu, alat tulang, obsidian, manik-manik, keramik Cina, hingga sisa tulang manusia.
Disebutkannya, pola permukiman yang dekat dengan air, pemanfaatan ceruk dan bukit, serta adanya aktivitas domestik dan pemakaman, memperlihatkan karakter adaptif masyarakat Austronesia di Papua.
"Hasil pertanggalan menunjukkan aktivitas budaya di Pulau Kapotar sudah berlangsung sejak 2.100 hingga 2.700 tahun lalu. Temuan obsidian juga menandakan adanya jaringan perdagangan Austronesia di kawasan Pasifik," katanya.
Kapotar pun, disebutnya, menjadi titik penting dalam peta penyebaran Austronesia di kawasan Pasifik. Temuan ini menegaskan posisi penting Papua dalam jaringan migrasi dan budaya Austronesia.