c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

01 Maret 2023

17:21 WIB

Siasat Superhero Lokal Di Tengah Dominasi Marvel-DC

Jika selama ini penonton banyak dimanjakan dengan film-film superhero buatan Marvel dan DC, sebenarnya Indonesia sangat berpotensi kembangan superhero lokal.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

Siasat Superhero Lokal Di Tengah Dominasi Marvel-DC
Siasat Superhero Lokal Di Tengah Dominasi Marvel-DC
Kumpulan art work film dari Jagat Sinema Bumilangit. Sumber: bumilangit.com

JAKARTA - Industri film Indonesia belum terbiasa dengan film-film superhero era modern. Meski penontonnya ada, tapi terlanjur dikuasai oleh film-film superhero mancanegara, utamanya Marvel dan DC Studios.

Ketika Marvel merilis Doctor Strange in the Multiverse of Madness tahun lalu, bioskop-bioskop Indonesia diserbu penonton, potret madnees dari sisi penggemar. Antusiasme yang sama besar juga muncul, misalnya ketika DC merilis The Batman.

Fenomena tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia juga pecinta dunia superhero, seperti orang-orang Amerika sana. Bedanya, orang-orang Amerika menonton superhero lokal-nya sendiri, bukan superhero yang muncul dari konteks sosial dan budaya mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mencoba membuat perimbangan dengan kemunculan sejumlah film superhero lokal. Gundala (2019) dari Jagat Sinema Bumilangit sukses menarik perhatian penonton, menjadi salah satu box office pada tahun perilisannya. 

Tetapi, beberapa film kemudian datang dan pergi di bioskop tanpa sempat meninggalkan kesan berarti untuk mengukur, sejauh mana pesona film-film superhero lokal dalam industri ini?

Tahun 2022 menandai kemunculan film superhero lokal yang dibuat dengan nuansa pahlawan era modern seperti film-film Marvel Cinematic Universe (MCU) atau DC Extended Universe (DCEU). Ada Satria Dewa: Gatotkaca, pembuka dari semesta Satria Dewa di bawah Satria Dewa Studio. Lalu Sri Asih, film kedua dari Jagat Sinema Bumilangit atau Bumilangit Cinematic Universe (BCU) di bawah Screenplay Films.

Jika melihat perjalanan kedua film tersebut di bioskop, memang terbilang tidak buruk. Hanya saja, keduanya tak mampu memecah box office. Box office sejatinya ukuran yang layak untuk dipakai menilai kinerja film superhero, mengingat film-film jenis ini biasanya adalah produksi yang beranggaran besar.

Bagaimana dengan potensi film-film superhero Indonesia sendiri?

Joko Anwar, sutradara Pengabdi Setan yang belakangan intens mengembangkan waralaba film superhero melalui Jagat Sinema Bumilangit atau Bumilangit Cinematic Universe (BCU), memandang optimis akan potensi film superhero lokal.

Menurutnya, film-film lokal tidak dalam posisi bersaing dengan rilisan-rilisan raksasa Marvel, DC ataupun yang lainnya. Melainkan, saling memberi tawaran yang berbeda.

"Dengan jagat lain, tentunya kita jangan bersaing, karena kita nggak bisa juga bersaing, karena budget kita syuting tiga film saja mungkin budget katering mereka 2 hari," ungkap Joko saat ditanyai dalam sesi konferensi pers di Epicentrum XXI, Jakarta, Selasa (28/2).

Lekat Dengan Budaya dan Mitologi
 Di BCU, Joko mencoba memberi tawaran semesta yang lebih dekat dengan penonton Indonesia. Jika film-film MCU, misalnya, menawarkan dunia superhero yang dekat dengan lingkungan sains atau cenderung Sci-Fi, maka superhero Indonesia, dalam hal ini BCU, menghadirkan karakter superhero yang lebih terasa lokal.

"Kita mencoba untuk menjadi suatu film, jagat sinema yang menawarkan Indonesia banget. Jadi kita sumber daya kita yang paling banyak sekali apa, tentunya yang inheren dengan kebudayaan kita adalah mitologi, jadi kita nggak pendekatan ke Sci-Fi tapi lebih ke mitologi" papar Joko.

Merujuk dua film BCU yang sudah tayang, dan satu lagi yang akan segera tayang yaitu Virgo & The Sparklings, maka dapat dilihat maksud dari Joko di atas. Gundala, misalnya, adalah superhero yang secara terkait dengan alam mitologi Jawa, tentang sosok legenda Jawa Ki Ageng Selo yang diceritakan memiliki kekuatan petir. Atau Sri Asih, adalah juga karakter yang terkait dengan mitologi Dewi Kesuburan.

Hanya saja, untuk karakter Virgo, tampaknya masih menyisakan teka-teki terkait rujukan mitologi mana yang dilekatkan pada karakter ini. Virgo & The Sparklings memang tampak berbeda sendiri dari dua film pendahulunya, karena film ini bernuansa remaja dan lebih modern, juga dekat dengan lingkungan percobaan ilmiah.

"Kalau misalnya teman-teman sudah mulai mengikuti dari Gundala, lalu ke Sri Asih, sekarang Virgo & The Sparklings, terus nanti Tira yang akan keluar seriesnya, nanti akan ada benang merah asalnya dari mana dan mengapa ada kemiripan dari suatu kekuatan ke kekuatan lain yang dimiliki oleh karakter yang berbeda, karena sumbernya adalah sama," tutur Joko .

Optimisme Tinggi
 Kembali ke soal potensi superhero lokal, optimisme Joko selaku produser juga berkat riwayat kesuksesan komik Bumilangit. Kisah virgo pada tahun 2017 silam telah dikembangkan dalam komik Webtoon, yang telah dibaca oleh penggemar dari berbagai negara, diterjemahkan ke dalam 30 bahasa.

Joko juga melihat adanya jalan yang luas bagi film-film BCU untuk menggapai penontonnya, tidak saja di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Film Gundala sebelumnya juga telah tayang di berbagai negara, begitupun Sri Asih yang baru saja menggelar penayangan di beberapa negara dan kini bersiap tayang di Italia.

Virgo & The Sparklings ke bioskop adalah entri ketiga BCU yang akan tayang di bioskop mulai 2 Maret 2023. Film ini menghadirkan sederet bintang muda tanah air, mulai dari Adhisty Zara sebagai sang patriot, Bryan Domani, Mawar De Jongh, Satine Zaneta hingga Rebecca Klopper.

Film ini mengangkat kisah petualangan remaja bernama Riani alias Virgo. Seorang remaja yang tidak terlalu normal, tapi berurusan dengan kehidupan “normal” dalam keseharian remaja pada umumnya di mana ada cinta, persaingan antar sahabat, dan kegirangan pada musik.

Sembari belajar mengimbangi krisis masa remajanya, di sisi lain Riani harus bergulat dengan sesuatu di dirinya, terkait kekuatan super yang dimilikinya. Ia juga harus belajar mengendalikan kekuatannya: api dan sinestesia.

Tokoh Virgo diciptakan oleh Jan Mintaraga dan diperkenalkan pertama kali dalam komik serial Kapten Halilintar: Ghorghon pada tahun 1973 lewat penerbit Sastra Kumala. Karakter ini dihidupkan kembali dalam komik Virgo & The Sparklings oleh komikus Annisa Nisfihani dan Ellie Goh, dipublikasikan secara cetak dan digital melalui Line Webtoon pada 2017.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar