02 Desember 2024
12:41 WIB
Sejarah Hari Pencegahan Polusi Sedunia
Hari Pencegahan Polusi Sedunia lahir sebagai respon atas tragedi Gas Bhopal tahun 1984, kecelakaan industri terburuk dalam sejarah dunia yang menyebabkan 500 ribu orang terpapar gas beracun.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi polusi pabrik. Freepik
JAKARTA - Mungkin banyak orang yang belum mengetahui setiap tanggal 2 Desember diperingati sebagai Hari Pencegahan Polusi Sedunia. Peringatan ini tidak lain sebagai pengingat dan meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang pencemaran lingkungan dan dampak buruknya bagi Bumi.
Sejarahnya, peringatan ini muncul sebagai respons terhadap tragedi Gas Bhopal tahun 1984 yang menjadi bencana industri terburuk dalam sejarah dunia. Insiden kebocoran gas metil isosianat (MIC) pada malam 2-3 Desember 1984 di pabrik pestisida Union Carbide di Bhopal, India, menyebabkan lebih dari 500 ribu orang terpapar gas beracun. Di mana korban jiwa yang terus bertambah hingga bertahun-tahun setelah kejadian.
Polusi udara dan pencemaran lingkungan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kesehatan manusia dan ekosistem. Oleh karena itu, peringatan Hari Pencegahan Polusi Sedunia bertujuan untuk mendorong tindakan nyata dari semua pihak guna mengurangi polusi yang semakin menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan planet ini.
Salah satu bentuk polusi paling merusak adalah plastik. Menurut laporan dari National Today, polusi plastik tidak hanya merusak kualitas tanah, tetapi juga membunuh kehidupan laut. Jika tidak segera diatasi, polusi plastik bisa menjadi kutukan yang menghancurkan kehidupan. Kemudian, polusi udara juga menjadi jenis polusi yang paling berbahaya.
Sebagaimana dilaporkan oleh UN Environment Programme, polusi udara merupakan pembunuh tak kasat mata yang dapat merusak kesehatan secara langsung. Sekitar 9 dari 10 orang di dunia menghirup udara yang mengandung polutan melebihi batas yang ditetapkan oleh WHO.
Setiap tahunnya, sekitar 7 juta orang meninggal akibat penyakit yang terkait dengan polusi udara, jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan kematian akibat kecelakaan lalu lintas atau bahkan pandemi Covid-19. WHO mencatat bahwa hampir seluruh populasi dunia (99%) menghirup udara yang mengandung tingkat polutan berbahaya dengan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menjadi yang paling terdampak.
Di sisi lain, sekitar 2,6 miliar orang terpapar polusi udara rumah tangga yang berbahaya akibat penggunaan api terbuka atau kompor berbahan bakar minyak tanah, biomassa, dan batu bara untuk memasak. Sumber utama polusi udara meliputi kendaraan bermotor yang tidak efisien dalam hal bahan bakar, pembakaran bahan bakar rumah tangga, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, dan pembakaran sampah.
Beberapa polutan udara, seperti karbon dioksida dan metana, juga merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Terkait dengan hal ini, sejumlah negara tercatat sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia.
Menurut data dari AQI (Air Quality Index) tahun 2023, negara-negara dengan kualitas udara yang berbahaya bagi kesehatan penduduknya antara lain Bangladesh, Chad, Kuwait, India, Pakistan, Mesir, Mali, Uni Emirat Arab, dan Laos.
Meskipun sudah banyak gerakan dari berbagai pihak, setidaknya setiap individu wajib sadar akan tanggung jawabnya dalam menjaga lingkungan. Peringatan Hari Pencegahan Polusi Sedunia mengingatkan akan pentingnya mengambil tindakan kolektif untuk melawan polusi, baik udara maupun plastik.
Masyarakat di seluruh dunia diharapkan lebih peduli dan melakukan upaya nyata dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Setiap tindakan kecil, seperti mengurangi sampah plastik, beralih ke transportasi ramah lingkungan, dan menjaga kualitas udara, memiliki dampak besar bagi kesehatan dan kelangsungan hidup planet ini di masa depan.