04 November 2024
14:11 WIB
Seberapa Besar Aspek Geopolitik Memengaruhi Film?
Dalam sebuah film pasti ada nilai yang ingin disampaikan oleh sutradara dan penulis naskah. Isu-isu soal geopolitik global atau yang terjadi di suatu negara, menarik disajikan dengan cara yang unik.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Sutradara Indonesia Nia Dinata. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)
JAKARTA - Film merupakan karya artisitik yang tidak hanya sebagai sebuah tontonan belaka, namun tak jarang ada nilai yang ingin disampaikan oleh penulis naskah atau sutradara. Situasi yang terjadi di suatu kawasan maupun global, biasanya juga memengaruhi nilai dari karya tersebut.
Hal inilah yang kemudian menarik untuk diulik. Seberapa besar aspek geopolitik dapat memengaruhi kisah atau nilai yang ingin disampaikan dalam sebuah film.
Nia Dinata, Sutradara Indonesia yang didapuk menjadi salah satu juri Tokyo International Film Festival 2024 untuk kategori Asian Future, melihat geopolitik sebagai salah satu aspek dalam menilai film-film tersebut.
"Kalau buat aku pribadi (melihat) aspek geopolitik. Apalagi sekarang dunia udah carut-marut geopolitiknya. Aspek politik yang mungkin kita lihat sehari-hari di berita mainstream pasti konflik Timur Tengah, Amerika, Israel-Palestina," katanya, seperti dilansir Antara, Senin (4/11).
Nia menekankan pentingnya melihat situasi global dalam menilai film. Menurutnya, sebuah film yang baik mampu merepresentasikan hal tersebut lewat cerita yang disampaikan. Namun demikian, tidak melulu soal isu global, sebuah film juga menarik ketika sekadar membahas tentang apa yang terjadi di negaranya.
"Kita kalau jadi juri di 2024 itu harus menempatkan diri pada situasi itu, Asia dan dunia di tahun ini, aspek apa saja yang harus kita perhatikan," tutur Nia.
"Jadi, kalau filmnya enggak (merepresentasikan) dunia lagi ngomongin kesulitan soal environment (lingkungan), isu perempuan, tapi ternyata yang kita pilih enggak ada hubungannya sama sekali dengan kemanusiaan, ‘kan aku enggak mau begitu. Aku ingin semua yang relevan di tahun ini karena ‘kan festivalnya di tahun ini secara spesifik,” ujarnya.
Ia mencontohkan salah satu film asal Malaysia yang juga masuk kategori Asian Future, Pavane for an Infant, yang menggambarkan perbedaan kehidupan antara keturunan Melayu dan Tionghoa di Negeri Jiran itu. Tak terkecuali film-film dari Iran, China, Jepang yang merepresentasikan situasi geopolitik negara masing-masing.
Terdapat 10 film yang masuk dalam ketegori Asian Future, yaitu Apollon by Day Athena by Night (Turki), Black Ox(Jepang/Taiwan/Amerika Serikat), The Bora (Iran), Missing Child Videotape (Jepang), Pavane for an Infant (Malaysia), Sima’s Song (Spanyol/Belanda/Prancis/Taiwan/Yunani/Afghanistan), Three Castrated Goats (AS), Valley of the Shadowof Death (Hong Kong), The Vessel’s Isle (AS) dan Wait Until Spring (Iran).
Sutradara film Arisan! itu meyakini, film-film tersebut cukup merepresentasikan arah masa depan film-film Asia. Aspek-aspek lainnya yang dinilai, menurut Nia adalah soal kemiskinan dan isu perempuan.
Kedua hal itu masih menjadi fokus karena kesenjangannya masih cenderung tinggi di antara negara-negara Asia, dan kaitannya dengan kondisi perempuan di negara-negara tersebut.
"Kedua aspek geopolitik dan kemiskinan juga ada hubungannya dengan apa yang dialami perempuan di negara itu," katanya.