c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

29 Juli 2025

11:02 WIB

Sebagian Besar Kasus Hepatitis B Pada Bayi Tidak Bergejala

Sekitar 4,2% balita di Indonesia terinfeksi hepatitis B, bahayanya, sebagian besar tidak menunjukkan gejala. Karenanya, segera vaksin bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B.

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

<p>Sebagian Besar Kasus Hepatitis B Pada Bayi Tidak Bergejala</p>
<p>Sebagian Besar Kasus Hepatitis B Pada Bayi Tidak Bergejala</p>

Ilustrasi hepatitis B. Foto: Shutterstock 

JAKARTA - Hepatitis B merupakan salah satu yang dapat dialami oleh anak dan dewasa dan berisiko berdampak serius. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan lebih dari 2 miliar orang di dunia terinfeksi hepatitis B. Kasus hepatitis B di Indonesia pun masih cukup besar.

Setiap tahunnya, penyakit ini menyebabkan sekitar 60ribu kematian. Bahkan ada kekhawatiran serius terkait kasus hepatitis B pada bayi dan balita. Sebuah data menunjukkan 4,2% balita di Indonesia sudah terinfeksi hepatitis B. Hal ini terjadi karena adanya penularan dari ibu ke bayi akibat transmisi vertikal atau dapat menular secara langsung dari ibu ke bayi di kandungan.

Penularan ini sangat berbahaya mengingat 70% bayi yang terinfeksi virus hepatitis B tidak menunjukkan gejala. Sementara itu, infeksi di usia dini bisa menyebabkan risiko yang jauh lebih tinggi untuk berkembang menjadi penyakit hati kronis di masa depan.

"Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B harus segera diberikan vaksin dan imunoglobulin dalam waktu maksimal 12 jam setelah lahir. Ini sangat penting untuk mencegah infeksi kronis yang dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati di masa depan," ucap spesialis anak dr. Melia Yunita dalam keterangannya.

Hepatitis B sendiri merupakan infeksi virus yang menyerang hati dan dapat bersifat akut maupun kronis. Dalam jangka panjang, infeksi kronis ini berisiko menimbulkan kerusakan hati permanen, seperti sirosis, bahkan kanker hati. Gejalanya beragam, mulai dari demam, nyeri otot dan sendi, lemas, hilang nafsu makan, perut kembung, diare, kulit dan bagian putih mata berwarna kuning, hingga urine berwarna gelap.

"Hepatitis B bisa menular melalui berbagai macam cara, seperti melalui darah, cairan tubuh, hubungan seksual tanpa pengaman, penggunaan jarum suntik bersama, sampai peralatan pribadi seperti pisau cukur dan alat perawatan kuku yang tidak steril," ungkap spesialis penyakit dalam dr. Dirga Sakti Rambe dalan keterangannya.

Dia menimpali kalau virus ini tidak memandang usia karena semua orang bisa terinfeksi, baik anak-anak, maupun dewasa. Maka itu, deteksi dini dan upaya pencegahan dengan vaksinasi menjadi langkah penting untuk melindungi diri dan orang-orang terdekat dari penyakit ini. Apalagi, vaksin hepatitis B adalah upaya pencegahan paling efektif dengan efektivitas mencapai lebih dari 95% dan dapat melindungi tubuh hingga puluhan tahun.

Hepatitis B sering kali tidak menimbulkan gejala, bahkan pada pasien usia dewasa. Kondisi ini menyebabkan banyak kasus tidak terdiagnosis hingga stadium lanjut. Untuk itu, vaksinasi dan deteksi dini menjadi strategi paling efektif sebagai upaya menekan angka kejadian hepatitis B di Indonesia. Di Indonesia, vaksin hepatitis B pun sudah tersedia.

"Pada dewasa, vaksin hepatitis B diberikan dalam tiga dosis, yaitu pada bulan ke-0, ke-1, dan ke-6. Dosis yang tidak lengkap akan mengurangi efektivitas perlindungan. Sementara pada anak-anak, diberikan sebanyak lima kali. Satu kali suntik saat lahir, empat kali dalam bentuk vaksin kombinasi pada bulan ke-2, ke-3, ke-4, dan bulan ke-18," lanjut dr. Dirga.

Dia berharap orang tua paham bahwa vaksin hepatitis B sudah termasuk ke dalam vaksin wajib dasar oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan sebaiknya tidak dilewatkan. Dengan demikian diharapkan anak bisa tumbuh kembang dengan optimal dan terhindar dari penyakit hepatitis B dan komplikasi yang mungkin timbul.

Selain vaksinasi, deteksi dini melalui pemeriksaan darah seperti HBsAg dan Anti-HBs juga perlu dilakukan. Menurut dr. Dirga, siapa pun harus melakukan deteksi dini, terutama bagi masyarakat yang ada dalam kelompok berisiko tinggi. Muali dari tenaga medis, pengguna alat tajam bersama, atau individu dengan riwayat transfusi darah. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan tingkat endemis tinggi hepatitis B, bahkan termasuk tiga negara terbesar di dunia.

"Deteksi dini tidak hanya memberi kepastian, tetapi juga memungkinkan penanganan lebih cepat sebelum virus berkembang menjadi kerusakan hati permanen," tutup dr. Dirga.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar