15 Oktober 2024
20:36 WIB
Science Film Festival Angkat Tema Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular
Goethe-Institut kembali menggelar Science Film Festival 2024 yang mengusung tema “Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular”.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Satrio Wicaksono
Goethe-Institut kembali menggelar Science Film Festival 2024. Foto: Validnews/ Arief Tirtana.
JAKARTA - Goethe-Institut kembali menggelar Science Film Festival 2024. Edisi ke-15 ini menghadirkan film-film internasional dari sejumlah negara dan sejumlah eksperimen sains yang menyenangkan, Science Film Festival 2024 ini mengusung tema “Emisi Nol Bersih dan Ekonomi Sirkular”.
Di Indonesia, festival ini akan memutar 15 film dari 8 negara, yakni Jerman, Australia, Italia, Thailand, Chile, Brazil, Belanda, dan Kolombia. Serta diikuti 6 eksperimen sains terkait dengan film-filmnya yang akan dipraktikkan setelah penayangan. Film-film tersebut dijadwalkan akan diputar bergantian secara luring di sekolah SD hingga SMA, universitas, pusat sains, komunitas secara daring via Zoom.
Bukan hanya di kota-kota besar, festival yang berlangsung 15 Oktober sampai 30 November 2024 ini juga akan menjangkau 100 kabupaten/kota. Seperti Ambon, Bandung, Buol Toli-Toli, Deli Serdang, Ende, Fakfak, Karo, Matauli Pandan, Poso, Pulau Buru, Surabaya, Waibakul, Yogyakarta, dan masih banyak lagi.
Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, Constanze Michel, dalam keterangannya menyampaikan bahwa film-film fi Science Film Festival 2024 ini mengangkat tema yang berfokus pada pentingnya konsep nol bersih dan ekonomi sirkular untuk mengatasi tantangan akibat krisis iklim.
Tema ini diambil karena pihaknya percaya bahwa sains bisa menjadi sesuatu yang seru dan menyenangkan. Maka, melalui film-film bertopik ilmiah dari berbagai negara ini, pihaknya ingin memantik kreativitas dan inspirasi anak dan remaja di Indonesia, serta di negara-negara ASEAN, Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika agar lebih banyak generasi muda yang ingin mempelajari dan mencintai sains.
Kedua tema yang diambil ini juga tak lepas dari kondisi terkini dan masih terjadi. Bahwa kebutuhan akan aksi-aksi lingkungan yang tak sekadar menyasar penurunan emisi gas rumah kaca global demi menjawab tantangan perlindungan iklim, sangat mendesak untuk digaungkan di semua kalangan masyarakat.
Hal itu terbukti dari sejumlah penelitian yang menunjukkan, jika penurunan emisi CO2 saja tidak cukup untuk menghentikan perubahan iklim. Agar target-target dalam Persetujuan Paris tentang Iklim dapat dipenuhi, transisi cepat menuju Emisi Nol Bersih karbon mutlak diperlukan.
Sementara tema ekonomi sirkular dipilih karena pada akhirnya hal ini tidak bisa dilepaskan dari konsep di atas. Dalam konsep ekonomi ini, semua barang dan produk yang masih dalam keadaan layak sangat dianjurkan agar digunakan bersama, disewakan, digunakan kembali, diperbaiki, dan didaur ulang.
Dengan mendorong penggunaan ulang dan daur ulang produk, ekonomi sirkular secara efektif memperlambat hilangnya sumber daya alam, mengurangi perusakan bentang alam dan habitat, dan membantu pelestarian keanekaragaman hayati.
“Inovasi ilmiah mengambil posisi penting dalam mencapai visi masa depan ini dan membantu kita semua menurunkan jejak karbon serta mendorong praktik-praktik hidup yang berkelanjutan. Baik Indonesia di ASEAN maupun Jerman di Uni Eropa," kata Duta Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel dalam sambutannya di pembukaan Science Film Festival di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Selasa (15/10).
Ina Lepel juga menilai bahwa kedua negara, yakni Indonesia dan Jerman, sama-sama bisa menjadi pemimpin dalam upaya tersebut. Melalui kerja sama yang setara, Indonesia dan Jerman dapat memadukan upayanya dan berkontribusi mewujudkan emisi nol bersih dan ekonomi sirkular yang lebih kuat.
Selain Goethe-Institut sebagai inisiator, Science Film Festival 2024 ini juga didukung oleh sejumlah mitra utama, mulai dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); Kedutaan Besar Republik Federal Jerman; Rolls-Royce; Universitas Paramadina; Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya; Universitas Negeri Jakarta; dan Universitas Kristen Satya Wacana.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid menyampaikan, tema tahun ini sangat mencerminkan pentingnya budaya di zaman kita. Menurutnya, untuk mengatasi perubahan iklim dan menerapkan praktik berkelanjutan bukan hanya tantangan ilmiah atau ekonomi, namun pada dasarnya adalah budaya.
"Nilai-nilai dan praktik budaya kita membentuk cara kita berinteraksi dengan lingkungan dan satu sama lain. Dengan mempromosikan prinsip-prinsip emisi nol bersih dan ekonomi sirkular, kami menganjurkan perubahan budaya menuju keberlanjutan, tanggung jawab, dan pengelolaan planet kita," terang Hilmar.
Hilmar juga menambahkan, fokus ekonomi sirkular pada penggunaan kembali, perbaikan, dan daur ulang, pada dasarnya sejalan dengan praktik budaya tradisional yang mengutamakan akal dan menghormati alam.
tu sebabnya, melalui media film yang kuat, festival ini dinilai Hilmar, bisa menyoroti titik temu antara budaya dan keberlanjutan, menginspirasi kita untuk memikirkan kembali kebiasaan kita dan menerapkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan.