24 Februari 2025
21:00 WIB
Robi Navicula, Soal Sukatani Hingga ‘Batas’ Kebebasan Seni
Berkaca dari kasus lagu "Bayar Bayar Bayar" Sukatani, Robi Navicula berpendapat bahwa kebebasan dalam seni sejatinya tanpa batasan, kecuali soal etika.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Vokalis band Navicula, Gede Robi. Dok: Validnews/ Andesta.
JAKARTA – Kejadian band Sukatani menunjukkan kepada publik bagaimana negara mengartikan kebebasan seni. Mulai dari Polisi yang mendatangi personel Sukatani untuk meminta keterangan terkait lagu “Bayar Bayar Bayar”, hingga komentar Menteri Kebudayaan Fadli Zon, menegaskan negara mengakui kebebasan seni dalam batasan tertentu.
Hukum sendiri mengatur, bahwa kebebasan dibatasi oleh sentimen suku, ras dan agama. Jika seni mencoba merendahkan tiga hal itu, maka pidana menanti. Sukatani tak mengkritik hal tersebut dalam lagu mereka, “Bayar Bayar Bayar”, melainkan mengkritisi praktik melenceng di lingkungan institusi Polri. Dengan begitu, tak ada hukum yang dilanggar oleh duo punk asal Purbalingga tersebut.
Validnews bertanya kepada Gede Robi, vokalis band grunge asal Bali, Navicula, tentang kasus Sukatani serta perihal kebebasan dalam seni. Sebagai motor dari band yang terkenal progresif dan lantang, Robi agaknya punya kualitas kritis yang sama dengan duo Sukatani, Muhammad Syifa Ali Ufti alias Alectroguy dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel.
Robi menilai, respon polisi atas lagu "Bayar Bayar Bayar", yang berbuntut permintaan maaf dari personil Sukatani, adalah sesuatu yang tidak semestinya terjadi. Alih-alih membuat kritik mereda, justru Polri kini memancing kemarahan masyarakat luas.
Menurut dia, apa yang diungkapkan Sukatani lewat lirik “Bayar Bayar Bayar” merupakan realitas yang dialami masyarakat hari ini terkait institusi kepolisian. Dan itu menurutnya, sah-sah saja di negara demokrasi yang menjamin kebebasan berekspresi, sebagai ungkapan dari kegelisahan masyarakat.
“Jadi aku pikir tindakan-tindakan seperti ini justru merugikan institusi. Aku yakin ada orang-orang baik di institusi Polisi, tapi komposisinya berapa, kan itu. Aku yakin ada orang baik yang ingin pulihkan kepercayaan masyarakat kalau aku seorang Polisi, aku pasti akan jengkel dengan tindakan kontraporoduktif ini,” ungkap Robi saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Polri saat ini tengah memeriksa sejumlah anggotanya dari Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Tengah terkait dugaan intimidasi terhadap band Sukatani. Polisi sebelumnya telah mengakui sempat meminta klarifikasi ke kedua personil Sukatani terkait lagu “Bayar Bayar Bayar”.
Robi menyayangkan tindakan ‘meminta klarifikasi’ tersebut, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak perlu dilakukan oleh polisi. Dia menilai, polisi seharusnya menjadikan lagu Sukatani sebagai cermin refleksi, bukannya bereaksi atau merasa disudutkan.
"Ada salah satu imam, aku lupa, bilang, apabila ada kebenaran diungkapkan di hadapan publik, akan ada dua reaksi. Orang yang bijak akan merenung, orang bodoh akan tersinggung," ucap pencipta lagu “Mafia Hukum” tersebut.
"Kita sama sama untuk tetaplah bersuara, tetaplah kritik, karena itu berarti kita peduli. Dan negara harus itu tadi, negara yang bijak akan merenung," pesannya.
Batasan Kebebasan
Kebebasan dalam seni menurut Robi tak ada batasnya. Namun, dalam kaitannya dengan negara, sosial dan kemanusiaan, menurutnya kebebasan dibatasi oleh etika. Hal itu menurutnya bisa diukur dengan pikiran dan kepekaan setiap orang.
"Etika itu juga ada tiga menurutku. Yaitu etika benar dan salah, etika baik dan jahat, serta tepat atau tidak tepat. Kalau etika benar-salah kan udah ada yang atur, undang-undang," ujarnya.
Sukatani menurut Robi tak melanggar etika apapun, karena apa yang mereka suarakan tak melanggar hukum sekaligus juga bukan suatu seruan kejahatan. Apa yang disuarakan band tersebut adalah keresahan atas praktik yang memang mereka lihat dalam sehari-hari di Indonesia.
Menyoal tepat atau tidak tepat kritik itu dilontarkan, Robi pun menilai Sukatani berada dalam posisi yang tepat. Mereka bersuara di tengah realitas hukum dan pemerintahan yang mengecewakan bagi banyak orang.
“Kalau dalam situasinya misalnya kritikan itu dilontarkan misalnya saat terjadi kebijakan yang tidak pro dengan masyarakat, ini tepat menurutku secara situasi. Karena kita sebagai masyarakat menurutku juga punya hak untuk mengatakan, menyampaikan kritik..
“Pun aku sebagai musisi ikut bersolidaritas. Ini momennya pas, karena di sinilah momen musisi bisa saling mendukung,” tutupnya.