c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

30 Desember 2022

10:28 WIB

Risiko Tinggi MPASI Dini Pada Bayi Di Bawah 6 Bulan

Ada dampak buruk dari MPASI dini, mulai dari tersedak, sembelit, alergi hingga memicu obesitas.

Penulis: Tristania Dyah Astuti

Editor: Satrio Wicaksono

Risiko Tinggi MPASI Dini Pada Bayi Di Bawah 6 Bulan
Risiko Tinggi MPASI Dini Pada Bayi Di Bawah 6 Bulan
Ilustrasi ibu memberikan MPASI. Freepik.

JAKARTA - Ilmu perawatan bayi yang tepat masih kerap berbenturan dengan mitos yang ada di tengah masyarakat. Paling umum adalah keyakinan untuk memberikan makan pada bayi berusia di bawah 6 bulan. Padahal hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang besar terhadap kesehatan bayi.

Ketika bayi terus menangis meski sudah diberikan susu,  orang tua dulu sering beranggapan bahwa bayi masih lapar. Praduga ini menjadi alasan untuk memberikan bayi makanan padat, biasanya berupa pisang atau bubur instan bayi yang lembut.

Walau saat diberikan bayi tampak menikmatinya, akan tetapi banyak risiko yang dapat mengancam kesehatan bayi. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), telah merekomendasikan pemberian makan bayi paling ideal adalah saat berusia 6 bulan. 

Pemberian makan pendamping ASI (MPASI) dini sebelum berusia 6 bulan harus melalui pemeriksaan dan persetujuan dokter anak, karena indikasi kesehatan serius sehingga bayi memerlukan asupan padat lebih cepat. 

Salah satu kondisi bayi memerlukan MPASI dini adalah jika bayi tidak mengalami kenaikan berat badan yang ideal sesuai usianya, untuk menghindari kekurangan gizi dan nutrisi dokter akan merekomendasikan MPASI dimulai lebih cepat. Perlu diketahui pemberian MPASI dini oleh dokter pun umumnya diberikan untuk bayi di atas usia 4 bulan.

Mengutip Mayo Clinic, pemberian makanan padat sebelum usia 6 bulan dan tanpa persetujuan dokter berisiko membuat bayi tersedak. Pasalnya saat masih berusia di bawah 4 bulan, tubuh bayi belum bisa mengatur aliran makanan dan aliran napas dengan baik.

Saat menelan makanan padat, bayi berisiko tersedak karena makanan masuk ke jalan napasnya. Hal ini juga meningkatkan risiko bayi kesulitan bernapas.

Selain itu, pemberian makan lebih cepat juga memicu munculnya alergi karena tubuh bayi belum siap untuk mengenal berbagai zat-zat asing selain yang terdapat dalam ASI atau susu formula.

Kasus efek pemberian MPASI dini paling sering ialah bayi mengalami sembelit  dikarenakan pencernaanya belum siap untuk memproses makanan padat. Dalam kondisi ini bayi akan lebih rewel, bahkan menolak menyusu karena perut yang tidak nyaman.

Dampak lain pemberian MPASI dini adalah meningkatnya risiko obesitas. Sebuah studi yang diterbitkan di Pediatrics (journal The American Academy of Pediatrics) pada tahun 2011 secara khusus menyelidiki hubungan antara waktu pengenalan makanan padat dan risiko obesitas masa kanak-kanak.

Para peneliti melihat bagaimana pengenalan makanan padat dapat mempengaruhi tingkat obesitas pada anak usia prasekolah. Studi menunjukan bayi yang mendapatkan makanan padat sebelum usia empat bulan memiliki risiko enam kali lipat mengalami obesitas pada usia tiga tahun.

Sementara pada bayi yang disusui atau mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan tidak memiliki peningkatan risiko obesitas. Bayi yang tumbuh terlalu cepat (berat badan meningkat pesat karena makanan padat) akan mengalami kelebihan kalori. Meski tampak lucu dan menggemaskan kelebihan kalori hingga obesitas dapat mengganggu pertumbuhannya.

Bayi akan cenderung malas bergerak, sehingga oral dan motoriknya tidak cukup terstimulus dengan baik.

Sejatinya, bayi baru lahir hingga berusia 6 bulan cukup dengan pemberian ASI atau susu formula. Jika berat badan menunjukan kenaikan yang ideal atau 700-900 ons per bulan maka ASI terbilang cukup. 

Perlu diingat bahwa ketika bayi menangis dan terus ingin menyusu tidak melulu karena ASI ibu tidak cukup, namun bisa dikarenakan bayi sedang dalam masa percepatan pertumbuhan atau growth spurt.

Selain itu, tangis bayi tidak melulu menandakan bahwa ia lapar, menangis adalah satu-satunya cara bayi berkomunikasi. Kerewelan itu bisa saja karena ia ingin digendong, ingin bermain, merasa posisinya tidak nyaman, atau ada rasa sakit yang ia rasa.

Jika kerewelan bayi terus terjadi dan menolak untuk menyusu jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter anak untuk memastikan kondisi bayi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar