20 Desember 2024
18:05 WIB
Relevansi Museum Bagi Masyarakat Abad 21
Sudah ada sejak berabad silam, kini museum memiliki tantangan tersendiri yang dihadapkan pada segala transformasi dari teknologi yang terus berkembang. Bagaimana agar tetap relevan untuk masyarakat?
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Pengunjung melihat koleksi batik di Museum Batik Indonesia, TMII, Jakarta, Senin (2/10/2023). Antara Foto/Asprilla Dwi Adha
JAKARTA – Museum adalah institusi kebudayaan yang sudah ada sejak ratusan lalu. Di Indonesia, museum setidaknya tercatat muncul sejak akhir abad ke-19 sebagai tempat penyimpanan benda-benda atau artefak penting yang dianggap bersejarah.
Kini, museum terus hidup dan dikelola oleh negara, sebagai bagian penting dari pelestarian sejarah dan pemajuan kebudayaan. Setelah lebih dua abad, museum masih berdiri dengan tujuan awalnya, tempat bagi koleksi benda-benda bersejarah Indonesia.
Nilai kesejarahan pada museum membuat institusi ini seringkali diasosiasikan dengan sesuatu yang kuno, bahkan tak relevan. Sehingga, banyak orang merasa tak tertarik akan museum, menganggapnya sebagai tempat yang membosankan dan hanya berurusan dengan masa lalu, padahal dunia terus bergerak dengan segala riuh-rendah teknologi kecerdasan buatan.
Sejarawan sekaligus mantan Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, penting untuk memikirkan ulang arti museum di abad 21 ini. Museum kini berada di tengah-tengah dunia yang sudah jauh bertransformasi dari pertama kali dikembangkan. Kini, orang bisa melihat benda yang sangat antik dan langka bahkan tanpa harus beranjak dari tempat tidur.
Maka, apa peran museum bagi masyarakat abad 21?
Hilmar memandang, peran museum saat ini sebagai media penuntun masyarakat. Fungsinya sebagai media edukasi, lewat koleksi-koleksi bermuatan sejarah yang penting. Museum menurut Hilmar, bisa menuntun publik untuk belajar dari masa lalu, untuk kemudian membayangkan masa depan sebagai sebuah bangsa.
"Museum itu terkait dengan identitas. Museum itu semacam suatu media yang bisa membantu kita memahami kita datang dari mana, sekarang berada dalam situasi seperti apa dan ke depan mau gimana,” ungkap Hilmar saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Museum, kata Hilmar, seperti kompas bagi masyarakat. Ia menyimpan rekaman dari masa lalu dalam bentuk artefak, informasi, sehingga membuat suatu masyarakat mengerti dari mana mereka berasal, termasuk memahami posisi mereka saat ini dalam menapaki peradaban.
“Dan itu akan menjadi bekal kita untuk menentukan arah kedepan. Kalau kita tahu datang dari mana akan jauh lebih bisa menentukan arah kedepan daripada jika di belakang kita hilang. Itu adalah tugas paling mendasar dari museum,” tambah Hilmar.
Meski museum kini menghadapi beragam persoalan dan tantangan pengelolaan, Hilmar menilai apresiasi publik terhadap museum terus tumbuh. Dia tak memungkiri banyak generasi baru tak berminat ke museum. Akan tetapi, di saat bersamaan, semakin banyak pula anak-anak muda yang menaruh perhatian, bahkan terlibat dalam berbagai kegiatan permuseuman.
Pekerjaan rumah bagi museum-museum di Indonesia adalah meningkatkan kualitas pengelolaan, termasuk peningkatan kualitas pelayanan. Situasi museum-museum di Indonesia saat ini masih belum merata kualitasnya, terutama ada ketimpangan antara museum di pusat wilayah kota dan pemerintahan, dengan museum di daerah-daerah. Kualitas pengelolaan museum yang belum merata, adalah salah satu isu krusial.
Hilmar juga mendorong museum-museum di Indonesia semakin inovatif. Tak sekadar menyimpan dan merawat koleksi, lebih penting lagi adalah museum itu mampu memamerkan koleksi tersebut dengan narasi yang tepat, sehingga memberi dampak yang benar-benar terasa relevan oleh publik saat ini.
"Saya kira ini kalau semakin diperkuat, dengan dukungan publik, institusi permuseuman, dukungan pemerintah, dunia usaha bisa kerja bareng ya, sektor permuseuman kita bisa tumbuh bagus," tuturnya.