c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

KULTURA

08 Juni 2024

17:20 WIB

Refleksi Kesementaraan Albert Yonathan Setyawan Dalam Medium Tanah Liat

Lewat pameran bertajuk “Transitory Nature of Earthly Joy” Albert Yonathan Setyawan bicarakan membicarakan tema kesementaraan, perubahan, dan ketidakkekalan.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Refleksi Kesementaraan Albert Yonathan Setyawan Dalam Medium Tanah Liat</p>
<p>Refleksi Kesementaraan Albert Yonathan Setyawan Dalam Medium Tanah Liat</p>

Seniman Albert Yonathan Setyawan menggelar pameran “Transitory Nature of Earthly Joy” di Tumurun Museum, Solo, 8 Juni 2024 s.d. 12 Januari 2025. Dok: Mizuma  Gallery.

 

JAKARTA – Seniman keramik Albert Yonathan Setyawan menggelar pameran bertajuk “Transitory Nature of Earthly Joy” di Tumurun Museum, Solo. Karya-karyanya dipamerkan dalam program spesial yang akan berlangsung selama enam bulan, mulai Juni hingga Januari 2025.

“Transitory Nature of Earthly Joy” menampilkan eksperimen terbaru Setyawan dengan medium tanah liat. Ia membicarakan tema kesementaraan, perubahan, ketidakkekalan atau kefanaan lewat 12 karya yang menampilkan ragam medium tak biasa, mencakup tanah liat mentah, tanah kompos, benih, tanaman, hingga instalasi keramik terakota.

Judul pameran ini mengacu pada gagasan tentang bentuk yang secara bertahap diubah oleh kondisi alam, sesuatu yang menjadi perhatian sang seniman. Perubahan kondisi alam dan waktu pada akhirnya mengubah wujud suatu benda waktu ke waktu, tanpa sifat permanen.

Setyawan ‘melawan arus’ dalam kelaziman praktik pembuatan keramik yang cenderung mengejar kualitas permanen. Melalui karyanya, ia justru hendak memperlihatkan bagaimana benda keramik berubah, bertransformasi hingga mengalami distorsi bentuk.

Salah satu karyanya berupa instalasi patung dari tanah liat dalam kotak kaca. Terdiri dari enam bentuk guci abu, replika dupa hingga patung Dewi Kwan Im yang lazim berada di item kuil pemujaan Buddha.

Pemilihan objek rupa itu berangkat dari memori sang seniman sendiri terkait aktivitas masa kecilnya melihat ritual-ritual yang dilakukan keluarganya. Namun objek tersebut diberi pemaknaan lain dengan kehadiran tetumbuhan atau rumput liar. Dari masing-masing benda tanah mentah tersebut, Setyawan menanam beragam benih tumbuhan.

Benih tumbuhan yang kemudian tumbuh, itulah yang membuat karya tersebut akan terus berubah secara bentuk, dan tak dapat diprediksi oleh sang seniman.

“Jadi tanah saya tambahkan kompos, beberapa benih ditanam lalu benih itu tumbuh lama-lama makin besar dan bentuk karyanya berubah. Waktu yang menyebabkan perubahan massa, itu salah satu pesan, bagaimana waktu itu terekam dalam benda yang dibuat oleh manusia,” ungkap Setyawan dalam sesi tur virtual pada Jumat (07/6).

Konsep karya Setyawan adalah bentuk yang terus bergerak atau berubah. Tak hanya tanaman yang tumbuh, namun juga bentukan tanah liat yang dibakar, berpotensi bertransformasi seturut perubahan kondisi kelembabannya.

Bagaimana karya itu akan bertransformasi, itulah yang coba diungkap sang seniman melalui pameran yang akan berlangsung enam bulan kedepan.

“Jadi semangatnya adalah bagaimana menghasilkan suatu karya seni project yang tidak statis, berkembang terus, itu berkaitan dengan waktu,” terangnya.

Karya lainnya yang dipamerkan juga merefleksikan tema kesementaran, namun dari sisi yang berbeda. Sebuah karya berupa seri hasil cetakan patung mirip stupa, terdiri dari 404 objek hasil cetakan. Keseluruhan objek tersebut dicetak dengan satu cetakan yang sama dalam proses pengerjaan sekitar enam bulan.

Makna pada karya ini terletak pada transformasi atau perubahan dari satu objek ke objek lain. Lazim dalam praktik seni keramik, seniman menggunakan satu cetakan untuk memproduksi banyak objek. Namun biasanya bentuk dan detail cetakan dipertahankan agar hasil cetakan juga konsisten. Ketika cetakan mulai mengalami pengikisan dan kehilangan detailnya, si seniman biasanya membuat lagi cetakan baru.

Praktik itu dibelokkan oleh Setyawan dengan mencetak ratusan objek hanya dengan satu cetakan. Cetakan atau model yang terbuat dari batu kapur mengalami pengikisan waktu ke waktu, sehingga menghasilkan bentuk hasil yang terus berubah. Bentuk objek pertama akan jauh berbeda dengan bentuk objek terakhir yang dicetak.

“Banyak seniman keramik berpikir, berusaha sebisa mungkin supaya karyanya utuh, tetap, tidak berubah, mengejar kualitas permanen. Yang saya cari justru kebalikannya, karena benda itu berubah sebenarnya,” tutur Setyawan.

Mengurangi Kendali Seniman Atas Karya

Pameran “Transitory Nature of Earthly Joy” menampilkan karya-karya yang didominasi oleh perpaduan tanah liat mentah dalam beragam rupa dengan tumbuhan semacam pakis atau rumput liar. Karya-karya ini merupakan akumulasi dari pemikiran dan eksperimentasi artistik Albert Yonathan Setyawan sejak 2016 silam.

Setyawan bereksperimen dengan menanam benih di dalam tanah liat mentah yang belum dibakar dengan menambahkan tanah kompos dan bahan organik lainnya. Meski tidak dalam kondisi alamiahnya, beberapa benih bertunas dan tumbuh besar sehingga mengubah bentuk objek.

Setyawan terkagum dengan hasil yang tidak dapat diprediksi ini. Hal ini juga bisa menjadi cerminan dari ketegangan yang dialami banyak seniman mono-material dalam berinteraksi dengan medium mereka.

Melalui praktik tersebut, Setyawan ingin mengurangi keterlibatannya dan meminimalkan kendalinya atas bentuk akhir karyanya.

Nyatanya, akan sulit untuk menentukan keadaan final karya instalasi tersebut, karena sebagian benih dan tanaman mungkin akan terus tumbuh dan terus berubah bentuk, sedangkan sebagian yang lain mungkin akan mati dan membusuk, sehingga kondisi obyek akan berubah secara bertahap selama pameran yang akan berlangsung selama enam bulan.

“Transitory Nature of Earthly Joy” akan berlangsung dari 8 Juni 2024 hingga 12 Januari 2025 di Tumurun Museum, Surakarta, Indonesia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar