07 April 2025
12:18 WIB
Ratusan Personel TNI-Polri Jaga Pukul Manyapu Hari Ini Di Maluku
Tradisi pukul manyapu di Mamala dan Morela, Maluku sendiri merupakan atraksi budaya saling memukul atau baku pukul badan peserta dengan batang sapu lidi.
Editor: Rikando Somba
Acara pukul manyapu di desa Mamala Maluku. Antara/DedyAzis
AMBON- Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease bersama Kodim 1504 Ambon bersinergi guna memastikan keamanan dan kelancaran tradisi tahunan pukul manyapu di Negeri (Desa) Mamala dan Morela, Maluku. Operasi bersama pengamanan yang melibatkan hampir 700 personel untuk Pukul Panyapu ini dirancang untuk mencegah tindak kejahatan serta menjaga ketertiban di Negeri Mamala dan Morela, demi memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Tradisi yang dilaksanakan hari ini (Senin, 7/4) ini pun menjadi yang ditunggu-tunggu oleh para wisatawan yang mengunjungi Maluku pada bulan Syawal kalender Hijriah.
“Dalam pengamanan tradisi pukul manyapu di dua desa itu pada 7 April 2025 disiapkan sebanyak 673 personel pengamanan dan 184 di antaranya dari Polresta,” kata Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease AKBP Dr Yoga Putra Prima Setya di Ambon, Minggu (6/4).
Kemarin, koordinasi dilakukan dengan Bupati Maluku Tengah bersama Komando Distrik Militer (Kodim) 1504/Ambon untuk mendukung dan menyukseskan pelaksanaan kegiatan tersebut. Kapolresta menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menjaga keamanan masyarakat.
“Kerja sama yang solid antara Polri, TNI, dan pemda sangat krusial untuk menciptakan situasi yang kondusif,” ujarnya.

Dandim 1504 Ambon Kolonel Inf Leo Octavianus Sinaga mengatakan hal senada. Dia pun memastikan kesiapan untuk mengerahkan personel dan peralatan pendukung, mulai dari kegiatan patroli hingga penempatan pasukan di lapangan.
“Kami akan menerapkan prosedur pengamanan dan sterilisasi secara menyeluruh, baik sebelum, saat, maupun setelah kegiatan berlangsung,” tuturnya.
Terhadap operasi Bersama, Bupati Maluku Tengah Zulkarnain Awat Amir juga menyatakan dukungan penuh. “Kami berharap kegiatan ini memberi dampak positif bagi keamanan wilayah, khususnya Mamala, Morela, dan sekitarnya,” ucapnya, dikutip dari Antara.
Baca juga: Gubernur Maluku Sesalkan Bentrok 3 Desa
Beragam Festival Seni Budaya Di Bulan April
Sejak Abad 17
Tradisi pukul manyapu Mamala dan Morela sendiri merupakan atraksi budaya saling memukul atau baku pukul badan peserta dengan batang sapu lidi. Tradisi ini biasanya digelar pada tanggal 7 Syawal setiap tahunnya.
Istilah "pukul manyapu" atau "ukuwala mahiate" berasal dari kata "ukuwala" yang berarti sapu lidi dan "mahiate" yang berarti baku pukul. Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad ke-17 dan masih dilestarikan hingga saat ini.
Menurut hikayat rakyat di wilayah ini. Baku Pukul Manyapu sendiri menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal.
Tradisi bermula dari keinginan Imam Tuni untuk mendirikan sebuah masjid. Namun dalam prosesnya, dia terkendala untuk menyambungkan kayu yang akan digunakan sebagai tiang penyangga. Karenanya, dia berdoa untuk meminta petunjuk kepada Sang Maha Pencipta. Dia berhasil membangun tanpa menggunakan paku.
Dalam mimpinya Imam Tuni diminta untuk menyambung kayu-kayu tersebut menggunakan minyak “Nyualaing Matetu” atau yang lebih dikenal dengan minyak “Tasala”. Minyak inilah yang kemudian digunakan untuk membasahi potongan kain putih yang dipakai menyambung kayu-kayu tersebut.
Keberhasilan ini yang kemudian dirayakan setiap tanggal 7 Syawal (penanggalan kalender Islam) atau 7 hari setelah lebaran.
Tradisi ini biasanya dilakukan di Desa Mamala dan Desa Morella, Kecamatan Leihitu, Ambon,
Di sisi lain, tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di Kerajaan Tanah Hitu. Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan. Benteng Kapahaha sendiri diambilalih Belanda.
Untuk menggambarkan penyesalan atas kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah. Luka-luka itu, baik yang dilakukan mengingat Imam Tuni maupun pertempuran oleh Kapitan Telukabessy, sembuh menggunakan minyak yang sama.
Belakngan, tradisi ini menjadi simbol mempererat tali persaudaraan masyarakat di Negeri Morela dan Mamala. Tradisi Pukul Manyapu juga menjadi bagian dari acara syukuran perdamaian antara warga Mamala dan Morella. Selain itu, tradisi ini juga dipandang sebagai alat untuk perekat tali silaturahmi antara kedua desa.
Biasanya, di atraksi tersebut, ada 20 peserta dari kedua desa yang saling berhadapan dengan memegang sapu lidi di kedua tangan. Mereka seolah bertempur dan baku pukul.