13 Agustus 2025
17:47 WIB
Rahasia Kesehatan Yang Bisa Terungkap Dari Kotoran Telinga
Bukan hanya kotoran tubuh biasa, kotoran telingan bisa mengindikasikan penyakit dalam tubuh.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi wanita sedang membersihkan telinga dengan cotton bud. Foto: Freepik
JAKARTA - Siapa sangka, kotoran telinga ternyata menyimpan banyak informasi berharga tentang kondisi tubuh. Bahkan, kotoran telinga dapat memberikan petunjuk terkait penyakit serius seperti alzheimer, kanker, hingga gangguan metabolisme.
Melansir berbagai sumber, kotoran telinga atau dalam istilah medis bernama cerumen terbentuk dari campuran cairan yang dihasilkan oleh dua kelenjar di saluran telinga luar. Cairan ini kemudian bercampur dengan rambut halus, serpihan kulit mati, dan sisa-sisa tubuh lainnya.
Setelah terbentuk, kotoran telinga bergerak keluar secara perlahan, membawa kotoran dan sel kulit mati sehingga telinga tetap bersih secara alami. Karena proses ini, kotoran telinga berperan penting menjaga saluran telinga tetap lembap, bersih, dan terlindung dari bakteri, jamur, bahkan serangga.
Menariknya, jenis kotoran telinga berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada gen yang dimiliki. Sebagai contoh, orang keturunan Eropa dan Afrika umumnya memiliki kotoran telinga basah yang berwarna kuning atau oranye dan bersifat lengket.
Bau Ketiak
Sementara itu, sekitar 95% orang Asia Timur memiliki kotoran telinga kering berwarna abu-abu dan tidak lengket. Perbedaan ini ternyata dipengaruhi oleh gen ABCC11.
Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Investigative Dermatology pada 2010, gen ini berperan penting dalam pembentukan bau khas ketiak manusia. Varian tertentu, yaitu SNP 538G>A, dapat menghilangkan komponen bau dominan dalam keringat ketiak, sehingga memengaruhi tingkat bau badan seseorang.
Kanker Payudara
Selain itu, pada tahun 1971, Nicholas L. Petrakis, peneliti yang tertarik pada hubungan antara genetika dan penyakit mempublikasikan hasil risetnya dalam jurnal berjudul Cerumen Genetics and Human Breast Cancer. Dalam studi tersebut, ia menemukan bahwa perempuan Jepang dengan kanker payudara cenderung lebih sering memiliki kotoran telinga basah dibandingkan perempuan sehat yang kotoran telinganya kering.
Temuan ini memunculkan dugaan bahwa variasi genetik yang menentukan tipe kotoran telinga, sekaligus memengaruhi aktivitas kelenjar apokrin, mungkin juga berperan dalam meningkatkan risiko kanker payudara. Meski begitu, kaitan ini tidak selalu terbukti konsisten di setiap populasi.
Diabetes dan Penyakit Langka
Di sisi lain, kotoran telinga juga dapat membantu mendeteksi penyakit langka. Misalnya, penderita Maple Syrup Urine Disease (MSUD) memiliki kotoran telinga yang berbau manis seperti sirup maple akibat zat bernama sotolone.
Dengan hanya mengusap telinga, penyakit ini bisa terdeteksi lebih cepat tanpa perlu tes genetik yang mahal. Dari situ, kandungan kotoran telinga juga dapat membedakan antara diabetes tipe 1 dan tipe 2, serta memberikan petunjuk awal adanya penyakit jantung tertentu.
Penelitian terbaru menemukan bahwa penderita Meniere’s disease atau gangguan pada telinga bagian dalam yang bisa menyebabkan pusing hebat dan hilangnya pendengaran memiliki kadar tiga jenis asam lemak di kotoran telinga yang lebih rendah dibandingkan orang sehat. Temuan ini menjadi penanda biologis pertama untuk penyakit tersebut yang selama ini hanya bisa didiagnosis dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Dengan demikian, jika selama ini diagnosis penyakit umumnya mengandalkan pemeriksaan darah, urine, atau cairan otak, kotoran telinga dapat menjadi alternatif yang lebih sederhana, murah, dan cepat untuk mendeteksi penyakit langka yang sulit diidentifikasi.