25 Juni 2024
20:14 WIB
Pusat Pariwisata Di Bali Alami Urban Heat Island
Urban Heat Island kebanyakan dialami pusat-pusat pariwisata di Denpasar dan perkotaan. Penyebabnya adalah pertumbuhan pembangunan yang cepat dibandingkan daerah lainnya.
Editor: Rikando Somba
Sejumlah wisatawan mengamati ikan lumba-lumba yang muncul di kawasan perairan Pantai Lovina, Singaraja, Bali, Minggu (4/11/2018). Antara Foto/Fikri Yusuf
JAKARTA-Sejumlah pusat pariwisata di Bali merasakan peningkatan suhu. Fenomena di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah pedesaan disebut juga urban heat island (UHI) paling kentara terjadi di Denpasar. Ini disebabkan pertumbuhan pembangunan yang lebih cepat ketimbang daerah lain di Bali.
“Itu terjadi di pusat-pusat pariwisata, karena emisi karbonnya tinggi dan panasnya juga tinggi,” kata Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Udayana I Nyoman Sunarta dalam lokakarya bertajuk Blue Citizenship di Jakarta, Selasa (25/6).
Selain itu, Desa Canggu yang berada di Kabupaten Badung juga mengalami fenomena serupa akibat kemacetan lalu lintas terjadi setiap hari.
Emisi karbon dan tingginya kepadatan lahan terbangun menyebabkan panas matahari menjadi lama tersimpan dan terperangkap di permukaan bumi, sehingga menyebabkan pusat-pusat pariwisata memiliki suhu yang lebih hangat.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 hingga 2019 mengungkapkan bahwa peningkatan suhu di kawasan pariwisata dan perkotaan sebesar 0,1 derajat Celcius. Sedangkan di perdesaan hanya sebesar 0,06 derajat Celcius setiap tahun. “Pengetahuan lokal harus dipertimbangkan di situ,” kata Sunarta.
Dijelaskannya, pengetahuan lokal sangat penting sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang kini terjadi di Bali. Pengetahuan ini bisa menawarkan solusi yang holistik dan terintegrasi untuk pelestarian ekosistem laut dan pesisir, karena menggabungkan aspek ekologis, sosial, dan budaya dalam satu kesatuan.
“Bila Bali ingin selamat, kita perlu kembali ke alam, tradisi, dan budaya,” lata Sunarta.

Suhu Dingin
Sementara, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan suhu udara di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tetangga Bali malah mulai terasa dingin pada musim kemarau 2024.
"Suhu udara terasa dingin pada malam hingga pagi hari di wilayah NTB," kata Prakirawan BMKG Nusa Tenggara Barat M Andre Jersey dalam keterangan tertulisnya di Mataram, Selasa.
Diuraikannya, suhu udara terasa dingin tersebut disebabkan jumlah tutupan awan yang sedikit, yang bisa dilihat dari kondisi cuaca yang sangat cerah dalam beberapa hari terakhir. "Awan cenderung membuat suhu udara bumi lebih hangat di malam hari, karena awan dapat menahan panas matahari di sekitar permukaan bumi," katanya.
Sebaliknya, jika tidak ada tutupan awan, maka tidak ada yang menahan panas sisa matahari di siang hari. Akibatnya suhu pada malam hingga pagi hari menjadi lebih dingin dibanding saat musim hujan.
"Untuk suhu minimum terendah yang tercatat hingga hari ini di beberapa wilayah di NTB mencapai 19-24 derajat Celsius," katanya.
Dikutip dari Antara, BMKG juga menyebut potensi kekeringan dengan status Siaga di NTB terjadi di wilayah Kabupaten Dompu (Kecamatan Kilo dan Pajo), Kabupaten Bima (Kecamatan Belo, Lambitu, Palibelo), Kota Bima (Kecamatan Raba), Lombok Barat (Kecamatan Lembar), Sumbawa (Kecamatan Labuhan Badas, Sumbawa, Unter Iwes), dan Sumbawa Barat (Kecamatan Jereweh).