17 September 2025
17:08 WIB
Pura Ulun Danu Batur, Antara Tatanan Spiritual Dan Filosofi Sosial
Pura Ulun Danu Batur memiliki peranan penting dalam tatanan spiritual hingga tatanan sosial dalam lanskap budaya Bali melalui sistem subak.
Editor: Satrio Wicaksono
Suasana taman di Pura Ulun Danu Batur, Kabupaten Bangli, Bali. (ANTARA/Sri Dewi Larasati)
JAKARTA - Saat Anda ingin merasakan Bali dari sisi yang berbeda, cobalah berkunjung ke daerah Bangli. Tak seperti kabupaten lain di Pulau Dewata yang dipenuhi keindahan laut dan pantai, Bangli justru memikat lewat kekayaan wisata budayanya.
Salah satu yang paling ikonik dan harus dikunjungi saat berada di Kabupaten Bangli adalah Pura Ulun Danu Batur di Desa Batur Selatan, Kecamatan Kintamani. Pura ini memiliki peranan penting dalam tatanan spiritual umat Hindu di Bali ini dikelilingi panorama keindahan alam berlatar gunung dan danau.
Sebelum memasuki kawasan Pura Ulun Danu Batur, pengunjung wajib mengenakan bawahan kain atau sarung, yang disewakan atau bisa juga dibeli. Pura ini menawarkan kombinasi keindahan alam, arsitektur megah, serta suasana yang sakral.
Dalam pura ini terdapat lima mandala atau kawasan, di mana setiap mandala dibatasi oleh candi bentar.
Adapun lima mandala itu adalah Utamaning Utama Mandala yang merupakan areal paling suci; Utama Mandala sebagai kawasan penataran tempat umat bersembahyang; Madya Mandala berupa tempat berlangsungnya tari-tari wali termasuk aktivitas lain yang menunjang pelaksanaan ritual; Nista Mandala sebagai tempat yang lebih profan dan difungsikan sebagai tempat beberapa bangunan penunjang; serta Jaba Sisi berupa kawasan profan berhadapan dengan jalan raya.
Pura ini juga memiliki meru atau menara dengan jumlah atap bertingkat ganjil menyerupai gunung. Meru dengan 11 tingkat paling tinggi sebagai palinggih tempat pemuliaan ke hadapan Ida Bhatari Dewi Danuh, entitas dewata yang diyakni memegang kehidupan serta kemakmuran.
Letusan Gunung Batur
Pura Ulun Danu Batur dibangun menghadap ke Gunung Batur. Meski awalnya, Pura Ulun Danu Batur berdiri megah di kaki Gunung Batur. Namun, pada 1926 terjadi letusan besar gunung tersebut yang menenggelamkan pura dan akhirnya dilakukan relokasi ke daerah yang baru.
Pada 1935 keberadaan pura yang direlokasi tersebut diresmikan. Meskipun ada proses pemindahan pura tersebut, segala bentuk kultur maupun ritual tidak pernah berubah.
"Struktur dari pura ini dibangun persis seperti pura pada sebelumnya di kaki Gunung Batur sebelah barat daya, yang berubah hanya ukuran, karena kita tidak mendapatkan kawasan yang cukup luas, jadi hanya memanfaatkan ruangan yang ada," kata Jero Penyarikan Duuran Batur selaku sekretaris pura tersebut.
Sistem Subak
Pura Ulun Danu Batur juga termasuk salah satu elemen penting dalam lanskap budaya Bali melalui sistem subak, di mana posisi ini tidak terlepas dari keberadaan Danau Batur yang diyakini umat Hindu, terutama masyarakat agraris, sebagai kawasan resapan air.
Subak merupakan sistem pengairan masyarakat Bali yang berakar pada ritual sakral, ikatan komunal yang kuat, serta pengelolaan tanah dan air yang berkelanjutan.
Subak mencerminkan filosofi Bali Tri Hita Karana, mengedepankan keseimbangan antara alam spiritual (parahyangan), manusia (pawongan), dan lingkungan alam (palemahan).
Pada 2012, Pura Ulun Danu Batur dinobatkan oleh UNESCO sebagai salah satu jejaring Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Subak.
“Jadi Pura Ulun Danu Batur ini terkait dengan landscape subak di Bali, karena kami merupakan puluh atau kepala atau pusat simpul ekologis yang memegang juga peranan spiritual yang dipentingkan oleh masyarakat subak,” kata Jero Penyarikan Duuran Batur.
Di pura ini pengunjung juga bisa menemukan banyak spot foto yang menarik, mulai dari ornamen khusus hingga bangunan arsitektur khas Bali seperti candi, taman, hingga latar belakang pemandangan Gunung Batur, Danau Batur.
Bahkan jika beruntung, pengunjung bisa menyaksikan secara langsung upacara keagamaan Ngusaba di Pura Ulun Danu Batur, di mana umat berkumpul menjalankan tradisi sakral.