13 Desember 2021
13:26 WIB
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Kanker payudara merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Kanker jenis ini paling banyak di derita oleh perempuan.
Di Indonesia sendiri, kasus kanker payudara paling tinggi di antara kanker jenis lainnya. Berdasar data Global Cancer Observatory (Globocan) 2020, kanker payudara di Indonesia sebanyak 16,6%, kemudian disusul kanker leher rahim 9,2%, kanker paru 8,8%, kanker usus 8,6%, dan kanker prostat 7,4%.
Pengembangan terhadap pengobatan kanker payudara pun terus dilakukan, termasuk produk obat-obatan berasal dari biota laut yang memiliki potensi tinggi untuk mengatasi penyakit ini.
Salah satunya dilakukan oleh lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Aden Arrafif Bahtiarsyah, Muhamad Rafli, Sylvia, dan Khintan Maulin (Biologi UGM 2018), serta Rachmat Febriansyah (Farmasi UGM, 2019). Mereka tengah melakukan penelitian terhadap manfaat ubur-ubur sebagai alternatif penghambat kanker payudara.
Secara khusus, mereka melakukan pengamatan terhadap potensi protein venom ubur-ubur, yang dihubungkan dengan permasalahan penyakit kanker, terutama kanker payudara yang banyak diderita kaum wanita.
Mereka berinovasi dalam pemanfaatan ubur-ubur pada bagian protein venom, untuk dianalisis dan dilakukan pengujian prediksi secara komputer (in silico) dalam penghambatan kanker payudara.
Aden Arrafit Bahtiarsyah, selaku ketua tim menjelaskan, ubur-ubur memiliki kandungan utama seperti protein, vitamin, dan mineral melimpah. Selain itu, dalam ubur-ubur juga mengandung zat penting lain yaitu protein venom dari sel nematosista, yang berpotensi untuk pengobatan.
Venom ubur-ubur terdiri dari berbagai peptida, enzim, neurotoksin, sitolisin, dan hemolisin. Venom ubur-ubur terbukti mengandung senyawa antimikroba, anti oksidatif, antikoagulan, antitumor, dan sitotoksik.
"Rincian kandungan umum berupa crude venom, phospholipase A2, dan metalloprotease yang berfungsi baik dalam pertahanan untuk mengurangi migrasi sel kanker payudara," ujar Aden, seperti dikutip dari laman UGM, Senin (13/12).
Sementara itu, Sylvia menambakan, reseptor perlu dihambat dengan pengujian secara komputer. Karenanya dalam penelitian ini protein venom dari ubur-ubur ditambatkan bersama ER-α dan dilihat interaksinya secara in silico.
"Bioaktivitas dari protein venom ubur-ubur ini bermanfaat sebagai imunostimulator, antikoagulan, pereda nyeri, dan antihipertensi, tetapi juga bermanfaat juga secara fungsional dalam pengendalian kanker," terangnya.
Khintan Maulin menuturkan, ubur-ubur merupakan salah satu makhluk hidup (animalia) dengan jumlah melimpah dan tersebar hampir seluruh di perairan Indonesia, yang memiliki bentuk sederhana seperti payung dan tentakel.
Keunikan dan jumlah yang melimpah, menjadi daya tarik bagi peneliti di bidang biologi kelautan. Selain itu, ubur-ubur memiliki nilai bioprospeksi cukup tinggi dalam penggalian informasi untuk dimanfaatkan di berbagai bidang seperti industri, pangan, dan terpentingnya di bidang kesehatan.
"Bagian unik seperti filamen marginal diyakini oleh beberapa kutipan penelitian sebelumnya memiliki kandungan yang baik dalam penghambatan migrasi kanker, di mana terdapat protein venom yang berkhasiat dan bermanfaat," tutur Khintan.
Kelima mahasiswa memanfaatkan protein venom dengan ekstraksi, mencari kadar dan kandungannya, yang kemudian dilihat interaksinya dalam pemodelan komputasi, seperti penambatan molekul antara reseptor penyebab kanker payudara yaitu ER-α dengan beberapa protein venom (molecular docking).
Muhammad Rafli menambahkan, riset ini dilakukan untuk menghasilkan nilai yang representatif dalam penghambatan ER-α secara molecular docking, dimana didapatkan nilai penambatan HADDOCK score dari protein venom Gamma-glutamyl Hydrolase sebesar -16,1, sedangkan untuk nilai RMSD sebesar 1,1 Angstrom.
"Hasil lain dari riset ini yaitu didapat kadar protein venom rerata sebesar 4,98 ppm. Hasil tersebut sangat berpotensi dalam penghambatan kanker payudara khususnya reseptor ER-α. Dengan hasil ini harapan ke depannya dari hasil tersebut agar pemanfaatan dan eksplorasi biota laut dapat diteliti kembali sehingga dapat mengatasi penyakit kanker payudara," imbuhnya.