c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

07 Agustus 2024

09:41 WIB

Proses Kreatif Joko Siompo Ciptakan Tari Dari Gerakan Hewan

Karya tari “Kusukusu II” dari Joko Siompo ditampilkan sebagai pembuka Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

<p>Proses Kreatif Joko Siompo Ciptakan Tari Dari Gerakan Hewan</p>
<p>Proses Kreatif Joko Siompo Ciptakan Tari Dari Gerakan Hewan</p>

Pertunjukan karya tari “Kusukusu II” dalam SIPFest 2024, Jakarta, Sabtu (3/8). Validnews/ Andesta

JAKARTA - Panggung disorot cahaya redup, ditingkahi musik bergemuruh, seperti suara alam liar. Satu penari muncul di bawah sorot cahaya, lalu diikuti kemudian oleh empat penari yang menyeruak dari kegelapan.

Musik berhenti, digantikan oleh suara derap kaki di permukaan pentas, suara desis hingga kata-kata yang diucapkan secara cepat oleh para penari. Kadang, suara-suara mereka terdengar jelas mengucapkan sesuatu, namun selebihnya hanya riuh. Seperti kawanan hewan yang bermain, entah berebut makanan.

Lima pemain mulai bergerak memenuhi panggung. Mereka berjingkat, menyeruak di lantai, meloncat-loncat kecil, hingga berguling-guling. Tampak tak lazim, namun gerakan mereka jelas mencoba meniru gaya gerak hewan-hewan tertentu. Penonton bisa membayangkan komodo, ular, ikan, atau apapun yang mungkin terlintas saat melihat pertunjukan satu ini.

Itulah pertunjukan tari “Kusukusu II” karya koreografer Jecko Siompo, ditampilkan oleh kolektif Animal pop Family. Dari nama kolektif yang menampilkan, jelas menunjukkan bahwa karya ini terkoneksi dengan dunia hewan-hewan. Tapi hewan apa yang sebenarnya ditampilkan?

Karya tari “Kusukusu II” ditampilkan sebagai pembuka Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest) 2024. Karya ini dipertunjukkan di Teater Salihara, kompleks Salihara Arts Center, Jakarta Selatan, pada Sabtu (3/8) lalu.

Validnews berkesempatan bergabung dalam sesi diskusi karya “Kusukusu II” yang digelar sehari sebelum penampilan tersebut. Dalam kesempatan itu, Jecko menyebutkan bahwa hewan yang menjadi sumber inspirasi kratifnya adalah komodo, hewan endemik di Nusa Tenggara Timur.

Apa yang ditampilkan Jecko saat pembukaan SIPFest 2024 adalah hasil dari risetnya tentang komodo di Pulau Rinca, Kepulauan Nusa Tenggara beberapa tahun silam. Di sana, dia mengamati gerak komodo dan menjadikannya sebagai tarian. Tarian itu pun diajarkan kepada masyarakat setempat, menjadi ikon seni dan pariwisata baru di kawasan tersebut.

“Waktu pendemi, saya tinggal di sana selama beberapa bulan, kemudian saya bikin tarian, terinspirasi dari komodo. Saya juga latih orang-orang kampung situ sampai jadi tarian yang jadi disuguhkan untuk wisatawan,” ungkap Jecko.

Bersama Animal Pop Family, Jecko membawa karyanya ke SIPFest 2024 di Jakarta. Gerakan komodo menjadi salah satu materi yang dikembangkan untuk menciptakan “Kusukusu II”.

Jecko sendiri telah lama mengeksplorasi gerak hewan sebagai materi gerak tarinya. Koreografer asal Papua ini meniru gerakan cendrawasih, anoa, kangguru hingga ular. Hewan-hewan yang dia temukan di Papua maupun di berbagai daerah lainnya di Indonesia, jadi sumber inspirasinya. Dari situ, jadilah karya “Kusukusu”, sebuah karya utuh yang merupakan bagian dari proyek pengembangan gerakan animal pop oleh Jecko.

“Kalau kita biacara Indonesia, kita ada banyak pulau. Kami sebagai kreator punya banyak stok untuk mencari inspirasi. Kemudian ini kita eksplor. Saya duduk di gunung, main di alang, melihat hewan-hewan, akhirnya beri inspirasi baru untuk jadi gerak. Ketika ada kesempatan, ya ide-ide itu coba kita kembangkan,” ucap Jecko.

“Kusukusu” diambil dari istilah para orang tua di Papua yang secara harfiah merujuk pada belukar di antara rerumputan dan semak-semak. Namun secara lebih jauh, istilah tersebut bermakna bahaya, sebagaimana belukar selalu menyimpan berbagai ancaman dari hewan-hewan berbahaya seperti ular atau yang lainnya. Kaitan “Kusukusu” dengan pilihan bentuk gerak Jecko, barangkali lebih pada pengalaman personalnya membayangkan beragam binatang yang mungkin ada di kusukusu.

Secara menyeluruh, aspek gerak dan suara pada karya “Kusukusu” menciptakan imaji tentang alam Indonesia. Itulah yang hendak digambarkan oleh Jecko dan Animal Pop Family. Gerak yang menyaru hewan-hewan liar, suara-suara desis dan teriakan para penari menciptakan kebisingan khas padang luas atau hutan belantara.

“Di Jakarta banyak suara-suara, mobil, motor, kereta atau apalah. Tapi ketika kita di hutan, sebenarnya sama saja, juga berisik. Cuma beda suara,” tutur Jecko.

“Lewat pertunjukan ini, penonton akan bisa lihat keanekaragaman binatang-binatang Indonesia, kira-kira begitu,” imbuhnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar