22 November 2023
19:34 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Konser Coldplay di Gelora Bung Karno (GBK) yang berlangsung beberapa waktu lalu merupakan momentum bersejarah dan istimewa bagi penggemar di tanah air. Konser itu pun menjadi simbol debut band asal Inggris tersebut tampil di Indonesia.
Sayangnya, sukses dan megahnya konser tersebut tercederai oleh sejumlah isu krusial bagi industri pertunjukan di tanah air. Mulai dari soal calo tiket, hingga masalah ketertiban penonton dalam mengembalikan Xyloband, gelang menonton khusus yang selalu dihadirkan dalam setiap konser Coldplay.
Promotor pun angkat bicara untuk menjelaskan apa yang menjadi sorotan publik terkait konser Coldplay. Co-Founder PK Entertainment, Harry Sudarma mengakui, persoalan calo tiket menjadi salah satu tantangan besar bagi pihaknya dalam mengelola acara konser Coldplay.
“Pastinya ada tantangan-tantangan yang kita hadapi, dan harus jadi bahan evaluasi. Setiap event selalu ada, lah, tantangan yang harus jadi ruang untuk improv bagi kita,” ungkap Harry dalam sesi The Weekly Brief with Sandi Uno yang ditayangkan di kanal YouTube, dikutip Rabu (22/11).
Praktik percaloan, atau spesifiknya adalah ‘calo nakal’ di seputar event konser Coldplay berimbas pada penumpukan massa di luar arena Gelora Bung Karno. Banyak tiket terdeteksi hasil duplikasi, sehingga tak sedikit penggemar yang memegang tiket, tak bisa masuk ke dalam area konser.
Menurut Harry, banyak pemegang tiket akhirnya tak bisa masuk ke area konser karena tiket mereka terdeteksi hasil duplikasi. Antrian yang panjang dan penumpukkan massa, membuat penyelenggara akhirnya menutup gate masuk lebih cepat demi menghindari risiko penumpukan massa di dalam venue.
“karena semakin banyak berkumpulnya orang-orang yang membeli tiket dari calo, situasi tidak kondusif dan juga sempat ada aksi kekerasan fisik yang dilancarkan kepada tim, dari ticketing dan security, sehingga kita konsultasi dengan manajemen dan pihak berwenang, Sekitar pukul 21.20 WIB, gate masuk ditutup,” tutur Harry.
“Sehingga ada memang beberapa yang beli tiket melalui tiket war akhirnya tidak masuk karena pintu memang sudah tutup. Karena kalo dibuka bisa jadi massa menerobos, ada risiko terjadinya over-capacity,” imbuhnya.
Harry memastikan pihaknya telah berkomunikasi dengan para pemegang tiket yang tak bisa masuk tersebut untuk berkoordinasi dan mencari penyelesaian bersama.
Urgensi Sertifikasi Promotor
Di sisi lain, Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan apresiasinya bahwa konser Coldplay secara umum sukses dilaksanakan di Jakarta. Meski ia juga tak menutup mata bahwa ada beberapa catatan yang menjadi bahan evaluasi, tak hanya bagi penyelenggara konser Coldplay, tapi promotor musik di Indonesia secara umum.
Sandiaga dalam konteks itu mengetengahkan perlunya sertifikasi bagi promotor musik, demi mendorong profesionalisme penyelenggaraan event kedepannya. Dengan begitu, situasi-situasi tak diinginkan seperti pada konser Coldplay, hingga kekisruhan pada konser Bring Me The Horizon sebelumnya, tak lagi terjadi.
“Alhamdulillah Coldplay berlangsung sukses secara umum. Ada tentunya beberapa catatan perbaikan, tapi kita ingin juga konser kedepan akan semakin baik melalui perizinan dan sertifikasi promotor berlandaskan digitalisasi,” ungkap Sandiaga.
“Kita akan pastikan, karena ada beberapa kejadian seperti Bring Me the Horizon dan beberapa lainnya. Ini akan kita fasilitasi dengan pengkajian sertifikasi dari event atau promotor dan tentunya proses digitalisasi perizinan event akan terintegrasi,” imbuhnya.
Sertifikasi dan digitalisasi perizinan merupakan wacana baru di industri pertunjukan musik tanah air. Regulasi baik sertifikasi promotor maupun digitalisasi perizinan event saat ini masih dalam tahap penggodokan oleh pemerintah. Digitalisasi perizinan sebelumnya telah diujicobakan pada September lalu.