c

Selamat

Senin, 10 November 2025

KULTURA

01 Desember 2023

11:08 WIB

Potensi Besar PLTA Hasilkan Energi Bersih Indonesia

Pemanfaatan sumber energi terbarukan masih sangat perlu ditingkatkan di Indonesia. Sebab, saat ini pemanfaatannya baru hanya sekitar 7% dari target 23%.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Rendi Widodo

Potensi Besar PLTA Hasilkan Energi Bersih Indonesia
Potensi Besar PLTA Hasilkan Energi Bersih Indonesia
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lodoyo (Serut) di Blitar, Jawa Timur. Antara Foto/Irfan Anshori

JAKARTA - Melihat kondisi geografisnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi sumber energi bersih yang berlimpah untuk dimanfaatkan, seperti panas bumi, tenaga surya, ataupun tenaga air.
 
Hal tersebut tentu sangat menguntungkan untuk membantu upaya mewujudkan komitmen dalam aksi iklim global yang telah disetujui pemerintah Indonesia melalui Paris Agreement atau Persetujuan Paris pada Juli 2021 silam di United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
 
Terlebih komitmen tersebut juga telah dituangkan dalam Rencana Jangka Panjang Rendah Emisi atau Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience tahun 2050. Di mana Indonesia berupaya mengurangi emisi karbon dengan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32% pada 2030.
 
Target itu dibutuhkan untuk Indonesia bisa mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060, atau bahkan lebih cepat.
 
Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI), Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo dalam keterangannya di simposium “Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia” yang digelar pekan lalu, (23/11), mengakui bahwa berbagai upaya memang telah dilakukan di Indonesia untuk mencapai NZE tersebut, termasuk di antaranya pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan.
 
Namun, ia menekankan dengan potensi yang besar, pengembangan dan pemanfaatan yang dilakukan haruslah tidak asal cepat, melainkan perlu memperhatikan keberlanjutan ekosistem secara mendetail.
 
"Percepatan peralihan energi bersih dapat memberikan tekanan kepada ekosistem, sehingga perlu dipertimbangkan dan direncanakan secara cermat agar perlindungan terhadap lingkungan menjadi perhatian utama," kata Edhi.
 
Hal senada juga disampaikan Ketua Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Indonesia Network, Dr. Mahawan Karuniasa, bahwa dengan sejumlah potensi yang ada, berbagai tantangan juga mendampingi upaya untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan tersebut secara maksimal.
 
Secara luas Mahawan menilai jika sebenarnya pemanfaatan sumber energi terbarukan masih sangat perlu ditingkatkan di Indonesia. Sebab, saat ini pemanfaatannya baru hanya sekitar 7% dari target 23%.
 
Mahawan menilai, salah satu sumber energi bersih yang berpotensi besar untuk lebih dikembangkan di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
 
PLTA bekerja dengan cara mengubah energi potensial dari bendungan (dam) atau air terjun yang banyak terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, untuk menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin air yang akan menjadi energi listrik dengan bantuan generator.
 
Meski memiliki potensi yang besar, Mahawan menekankan bahwa pembangunan PLTA harus bermanfaat secara ekologi, menguntungkan secara ekonomi, dan diterima secara sosial. Di mana ia memaparkan beberapa poin yang harus diperhatikan saat membangun PLTA.
 
Mulai dari terkait aliran dan ketersediaan air yang harus diperhitungkan dengan baik, terutama saat Indonesia dilanda cuaca ekstrem. Pasokan dan aliran air harus diperhitungkan agar saat debit air tinggi bendungan tidak jebol dan saat musim kemarau bendungan tidak kering.
 
Berikutnya juga harus memperhatikan masalah deforestasi atau penebangan hutan. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Dosen Universitas Sumatera Utara, Prof. Rahmawaty, bahwa konservasi hutan merupakan salah satu upaya untuk menjaga ketersediaan air.
 
Deforestasi harus dicegah agar hutan dapat menyimpan air, sehingga aliran air sebagai sumber energi PLTA tetap ada. Selain itu, kelangsungan hidup keanekaragaman hayati harus menjadi prioritas. Jangan sampai pembangunan PLTA mengancam kehidupan flora dan fauna yang ada di suatu daerah.
 
Selain aspek fisik, pembangunan PLTA mempertimbangkan aspek lain, seperti investasi, kebijakan atau aturan dan aspek sosial. Rektor Institut Teknologi PLN, Prof. Dr. Iwa Garniwa dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa kegagalan pembangunan PLTA di Indonesia selama ini sering terjadi karena hambatan dari aspek sosial, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat PLTA akan dibangun.
 
"Sering kali kasusnya adalah investor sudah dapat, aturan sudah sesuai, aspek kehutanan sudah tertangani, namun aspek sosial luput. Ternyata masyarakat sekitar menganggap tempat itu keramat, sehingga PLTA tidak dapat dibangun di wilayah itu," ungkapnya.
 
Di luar tantangannya, Iwa juga memaparkan bahwa PLTA berpotensi untuk diintegrasikan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Di mana PLTA bisa membantu PLTS untuk bekerja maksimal.
 
Sebagai salah satu future energy, efisiensi PLTS salah satunya dipengaruhi oleh panas. Padahal yang sebenarnya ditangkap oleh solar panel pada PLTS bukanlah panas, melainkan cahaya.
 
Sehingga jika panas yang diterima terlalu besar, efisiensi PLTS akan turun. Oleh sebab itu, PLTS dapat diintegrasikan dengan PLTA melalui peletakan PLTS di atas sungai untuk menurunkan suhu.
 
PLTA dan PLTS adalah pembangkit listrik dan penghasil hidrogen untuk keperluan industri dan transportasi. Keduanya adalah energi baru terbarukan yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan diintegrasikan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar