09 Oktober 2024
09:04 WIB
Pernikahan Arwah, Perpaduan Romansa-Horor Berlatar Tradisi Tionghoa
Tak hanya memberikan elemen horor dan ketegangan, film Pernikahan Arwah hadirkan cerita tentang praktik tradisional yang dianggap tak lazim, namun nyata.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Sesi konferensi pers film Pernikahan Arwah (The Butterfly House) di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (8/10). Dok: Validnews/ Andesta.
JAKARTA - Pernahkah Anda membayangkan arwah dari orang-orang yang sudah mati bisa menikah? Itulah Minghun, tradisi pernikahan hantu dalam kepercayaan masyarakat Tiongkok tradisional yang terus eksis hingga hari ini.
Seturut penyebaran bangsa Tiongkok di seluruh dunia, tradisi itu pun menyebar, termasuk di Indonesia sebagai salah satu wilayah dengan angka diaspora Tionghoa tinggi.
Sebenarnya, nyaris tak ada catatan lengkap tentang praktik pernikahan arwah dalam masyarakat Tionghoa Indonesia. Namun cerita-cerita tentang praktik tersebut ada, dan juga diyakini oleh sebagian masyarakat Tionghoa.
Cerita itulah yang diangkat ke dalam film Pernikahan Arwah (The Butterfly House) dari rumah produksi Entelekey Media Indonesia yang berkolaborasi dengan relate films. Film ini disutradari oleh Paul Agusta, sineas yang sebelumnya membuat drama komedi Onde Mande!.
Sutradara Paul Agusta mengatakan, Pernikahan Arwah membawa elemen horor yang tak hanya berfokus pada ketegangan, namun juga menyingkap salah satu sisi kebudayaan Tionghoa Peranakan di Indonesia. Lewat film ini, katanya, penonton akan diajak untuk menyaksikan teror di seputar praktik pernikahan arwah yang selama ini tak lazim terungkap.
"Film ini membawa sesuatu yang beda, dari latar ceritanya dan saya pribadi memang memiliki ketertarikan dengan budaya peranakan Tionghoa di Indonesia," ungkap Paul dalam sesi konferensi pers di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (8/10).
Pernikahan Arwah menceritakan tentang sepasang kekasih yang hendak melakukan pernikahan. Namun dalam perjalanan untuk menikah, mereka yang berbeda etnis (satu Tionghoa dan satunya lagi bukan), dihadapkan pada misteri dari masa lalu yang berkaitan dengan pernikahan arwah.
Film ini dibintangi oleh Morgan Oey, Jourdy Pranata, Zulfa Maharani, serta Brigitta Cynthya.
Penulis cerita Aldo Swastia dan Aryo Sasongko mengatakan menambahkan, Pernikahan Arwah dibuat dengan memerhatikan aspek otentisitas cerita. Meski pernikahan arwah adalah ritual klasik yang banyak dilakukan di China, film ini mengeksplorasi cerita yang lebih dekat dengan penonton Indonesia, ditopang dengan riset yang mendalam seputar kebudayaan Tionghoa di tanah air.
"Sekarang kasusnya mungkin udah nggak lazim ya, cuma memang ada ritual itu, sehingga itu kita angkat. Cerita ini berangkat dari romance, bergerak ke horor karena ada pernikahan arwah. Jadi nggak horornya pun nggak tempelan saja," ucap Aldo.
"Kami berharap ini jadi sebuah penawaran yang fresh, berbeda dari bentuk-bentuk horor sebelumnya. Selain horor banyak aspek yang kita tawarkan di dalamnya," imbuh Aryo.
Proses produksi Pernikahan Arwah saat ini telah memasuki tahap editing, setelah menyelesaikan syuting di daerah Jakarta dan Lasem, Jawa Tengah. Film ini dijadwalkan akan tayang di bioskop pada 2025.
Sebagai penanda pengumuman awal, Entelekey Media Indonesia pun telah merilis cuplikan perdana Pernikahan Arwah. Video pendek menampilkan Morgan Oey bersama Zulfa Maharani dalam suatu momen menegangkan, dengan penampakan sosok misterius bergaun pengantin di dalam sebuah ruangan.
"Saya melakukan cukup banyak riset tentang tradisi Tionghoa. Ini adalah pertama kalinya saya bermain dalam film horor dengan sentuhan budata Tionghoa yang kuat, dan itu memberikan tantangan tersendiri," Morgan Oey mengungkapkan antusiasmenya.
Sinopsis
Sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim, setelah Bibi Salim baru saja meninggal dunia. Salim tak bisa segera meninggalkan rumah tersebut karena ia merupakan satu-satunya anggota keluarga yang masih hidup, harus mengurus pemakaman sekaligus membakar dupa.
Namun keputusan Salim membawa Tasya ke rumah keluarganya untuk sesi foto ternyata menjadi sumber petaka. Arwah leluhur keluarga Salim dari masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka.
Dari situ, Tasya tergerak untuk menguak misteri masa lali dari keluarga Salim untuk bisa menenangkan arwah leluhur itu. Sekaligus, dia hendak membebaskan sang calon suami dari kewajibannya, agar bisa segera pergi dari rumah tersebut.