16 Juni 2025
11:41 WIB
Perkara BPI - FFI, Dari Hilangnya Logo Hingga Pencabutan SK Komite
Dari perspektif BPI, Komite FFI telah mengabaikan kehadiran BPI dalam lingkup festival tersebut, dengan menghilangkan logo secara sepihak.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Acara Malam Anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia 2024. YouTube/ Festival Film Indonesia.
JAKARTA - Baru-baru ini, muncul kegaduhan soal hubungan Badan Perfilman Indonesia (BPI) dan Festival Film Indonesia (FFI). FFI yang ditangani oleh Ketua Komite Ario Bayu merilis logo peluncuran edisi FFI 2025 tanpa mencantumkan logo BPI.
Logo yang diunggah di akun Instagram resmi FFI itu sontak memancing reaksi publik. Banyak yang bertanya-tanya, mengapa FFI kini berjalan tanpa BPI yang notabenenya merupakan badan yang sedari awal menaungi FFI.
Lebih jauh, BPI pun merespon hilangnya logo mereka dari FFI dengan “mengecam” langkah Komite FFI. Melalui Instagram pula, BPI membalas dengan mengumumkan secara resmi bahwa badan tersebut menarik diri dari penyelenggaraan FFI, sekaligus mencabut SK Komite FFI. Bahkan, muncul kata “pengkhianatan”.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Ketua BPI, Gunawan Paggaru menjelaskan tegak duduk perkara sebenarnya. Dari perspektif BPI, Komite FFI telah mengabaikan kehadiran BPI dalam lingkup festival tersebut, dengan menghilangkan logo secara sepihak. Tindakan itu dianggap oleh para pengurus BPI sebagai bentuk "pengkhianatan", karena BPI sendiri adalah pihak yang selama ini menunjuk Komite FFI untuk melaksanakan festival tersebut.
"Ini sebenarnya kita sudah berupaya berkomunikasi. Tiba-tiba saja, poster FFI tidak ada logo BPI, di situlah muncul ketersinggungan besar. Kita sudah upayakan sebelumnya untuk berkomunikasi, tapi belum ada kejelasan poster itu sudah keluar," ungkap Gunawan Paggaru kepada Validnews, Sabtu (14/6).
Hilangnya logo BPI dari poster atau logo FFI terjadi setelah rangkaian upaya komunikasi di antara kedua belah pihak tak berjalan. Menurut Paggaru, ada perbedaan pemahaman antara pihaknya dengan Komite FFI yang diketuai aktor Ario Bayu, terkait posisi relasi BPI dengan FFI.
Dari pihak BPI, FFI dipandang sebagai festival film nasional yang bergerak atas visi masyarakat perfilman Indonesia. Masyarakat perfilman ini direpresentasikan oleh BPI, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Karena itu pula, Ketua Komite FFI juga dipilih dan dikukuhkan oleh BPI.
Sebagai pihak yang menunjuk Ketua Komite FFI, BPI memiliki kewajiban untuk mendukung serta mengevaluasi praktik dan substansi penyelenggaraan FFI setiap tahunnya. Karena itu, BPI pun berkepentingan untuk mendapatkan laporan dari Komite FFI terkait perkembangangan terbaru pelaksanaan festival.
Hal itulah yang absen, menurut Paggaru. Dia menyebutkan, Ario Bayu selaku Ketua Komite FFI telah menyatakan bahwa Komite tak berkewajiban untuk melapor kepada BPI. Hal itu menurut Paggaru suatu kekeliruan, mengingat posisi BPI selama ini sebagai pihak yang menunjuk Komite. Penunjukan itu membuat BPI berkewajiban untuk mengevaluasi dan selanjutnya melapor terkait penyelenggaraan FFI kepada masyarakat perfilman dan juga pemerintah selaku pendukung pendanaan.
"Kenapa kami perlu ada laporan secara substantif, karena kami perlu evaluasi, pertanggungjawaban kami ke semua masyarakat film. Penunjukan Ketua Komite kan dari BPI, maka kami ada punya hak untuk mempertanyakan," tutur Paggaru.
Menurut Paggaru, pihaknya memiliki kekhawatiran soal pelaksanaan FFI tahun ini, karena ada perubahan di tataran pemerintahan selaku pendukung pendanaan. FFI sebelumnya didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, namun kini langsung didukung Kementerian Kebudayaan. Ada pula isu efisiensi yang berpotensi mengganggu pelaksanaan festival.
Karena itu, BPI meminta laporan dari Komite FFI terkait persiapan penyelenggaraan, karena mendekati pertengahan tahun pun masih belum ada informasi terbaru tentang penyelenggaraan FFI 2025. Namun BPI tak mendapatkan laporan itu, justru mendapatkan sikap pemisahan diri dari Komite FFI, menurut Paggaru.
"Kami ada kekhawatiran sebenarnya, pergantian kementerian hingga efisiensi. Maka itu, kita perlu pertanyakan komunikasinya seperti apa," ujar Paggaru.
Kini, BPI telah menyatakan undur diri dari FFI serta mencabut SK Komite FFI. Hal ini menurut Paggaru sesuatu yang serius, dan harus segera diselesaikan. Jika tidak, bisa berdampak pada banyak aspek penyelenggaraan FFI, mulai dari tataran legal hingga teknis penyelenggaraan.
"Kami sebenarnya tak masalah jika memang tak dilibatkan di FFI. Tapi tegak-duduknya harus jelas dulu. Kalau sekarang ini kami 'tersandra'. Jika tak ada laporan dari FFI, bagaimana kami akan mempertanggungjawabkan kepada masyarakat film Indonesia?" tekan Paggaru.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada perkembangan informasi terbaru dari FFI terkait komite memisahkan diri dari BPI. Jika ini berpisah, maka ada potensi FFI sendiri akan mengalami perubahan besar ke depannya, mulai dari aspek administratif hingga teknis penyelenggaraannya.
Bagaimanapun, FFI selama ini tak terlepas dari BPI. Bahkan, salah satu proses penjurian awal di FFI, jika merujuk skema penjurian tahun lalu, itu melibatkan asosiasi-asosiasi perfilman yang bernaung di bawah BPI.
Jika ditarik lebih jauh, FFI sendiri dibesarkan oleh BPI. Setidaknya sejak 1982, FFI dilaksanakan oleh Dewan Film Nasional yang merupakan cikal-bakal BPI.
FFI 2025 resmi diluncurkan pada 12 Juni lalu melalui unggahan poster logo di Instagram resmi FFI. Jika dikaitkan tuturan Paggaru, peluncuran FFI tahun ini memang terbilang lambat, mengingat tahun lalu festival ini telah digulirkan sejak April. Berdasarkan amatan Validnews, kanal informasi FFI seperti Instagram hingga website belakangan memang jarang aktif membagikan informasi terbaru. Bahkan, beberapa nama anggota komite periode 2024-2026 yang sejatinya sudah mundur, masih tertera di laman resmi FFI.
Maka, ada apa atau perubahan apa yang tengah terjadi di FFI kali ini?
Validnews telah mencoba berkomunikasi dengan pihak FFI untuk mendapatkan penjelasan. Namun belum ada pernyataan yang bisa didapatkan sejauh ini.