12 November 2025
12:59 WIB
Perilaku Kekerasan Pada Anak Sering Kali Bermula Dari Rumah
Rumah sering kali menjadi tempat pertama anak mengalami bentuk kekerasan dan perundungan atau bullying dalam beragam wujudnya, misalnya tekanan, rasa tidak aman, atau kekerasan emosional.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Ilustrasi anak tertunduk menghadapi kemarahan orang tuanya di rumah. Freepik.
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim M.Psi. mengingatkan bahwa kekerasan dan perilaku perundungan pada anak dan remaja sering kali terkait dengan pengalaman di rumah. Katanya, pola asuh di rumah bisa menjadi pemicu perilaku anak dan remaja melakukan kekerasan.
Menurut dia, rumah sering menjadi tempat pertama anak mengalami bentuk perundungan atau bullying, seperti adanya tekanan, rasa tidak aman, atau kekerasan emosional. Pengalaman itu tanpa sadar mendorong anak menyalurkan amarahnya melalui perilaku agresif di luar rumah, termasuk sekolah.
"Karena bisa saja apa yang terjadi di sekolah, bullying jadi trigger saja, bukanlah penyebab utamanya. Dan makanya dia kemudian menjadi bertindak kasar, agresif, melampiaskan apa yang tidak nyaman bagi dirinya," ungkap Dr. Rose Mini sebagaimana dilansir dari Antara, Rabu (12/11).
Psikolog yang akrab disapa Romi itu mengatakan kalau anak atau remaja melakukan tindakan kekerasan tidak semata-mata muncul karena pengaruh tontonan. Ada banyak faktor pemengaruh yang berperan, termasuk proses pembentukan perilaku yang terjadi melalui 'modeling' atau meniru.
Dalam hal ini, ketika anak menunjukkan agresivitas seperti membawa benda tajam, penting bagi orang tua untuk melihat lebih dalam apa yang terjadi dalam kehidupan emosional anak.
"Itu yang mesti dicek lagi juga apa sih yang ada di dalam kehidupannya, jangan-jangan banyak sekali dendam, banyak sekali amarah sehingga anak itu melampiaskannya dengan cara yang tidak wajar," ujar dia.
Baca juga: Pakar Ungkap Sejumlah Faktor Penyebab Bullying Di Institusi Pendidikan
Romi menyampaikan sejumlah tanda dini yang bisa dikenali orang tua sebelum anak bertindak agresif atau melakukan kekerasan. Indikasinya seperti berperilaku menjadi lebih pendiam atau kelihatan tidak tenang.
"Kalaupun dia punya teman, biasanya banyak meminta orang untuk mendukung dia. Dan dari perilaku dengan orang tuanya mungkin lebih tidak mau mengungkapkan dan kelihatan lebih aneh daripada biasanya," katanya.
Lebih lanjut, Romi menegaskan pentingnya orang tua mengajarkan anak sejak dini tentang moral sebagai dasar bagi manusia untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Pengajaran tentang moral itu perlu dikembangkan dengan nilai-nilai seperti empati, kontrol diri, nurani, toleransi, kebaikan, rasa hormat, dan keadilan dalam mencegah anak melakukan tindakan kekerasan.
"Kalau anak ini punya empati, dia tidak akan melakukan sesuatu yang melukai temannya karena dia berempati bahwa kalau diperlakukan itu kepada dia akan menjadi tidak nyaman. Jadi ini semua dikembangkan secara simultan sejak usia dini," tutur dia.