10 Desember 2024
15:17 WIB
Peran LSF Ciptakan Ekosistem Tayangan Aman
Dalam menjalankan tugasnya melakukan sensor dalam materi penyiaran, Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki tujuh kriteria utama.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi sensor film. Shutterstock/Castleski
JAKARTA - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Naswardi, menegaskan pentingnya sensor dalam materi penyiaran, termasuk film dan iklan yang ditayangkan di televisi. Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran, semua materi tersebut wajib mendapatkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dari LSF sebelum ditayangkan.
"Dari total 41.500 judul yang kami nilai setiap tahunnya, komposisi terbesar adalah untuk televisi. Hal ini sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Penyiaran," kata Ketua LSF, Naswardi.
Dirinya menjelaskan, LSF dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggunakan dasar hukum yang berbeda, LSF mengacu pada Permenparekraf Nomor 14 tentang kriteria sensor, sedangkan KPI menggunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Meski demikian, kedua lembaga tersebut tetap menjalin kerja sama.
"Kami sudah membangun nota kesepahaman dengan KPI, khususnya terkait klasifikasi usia. Kami juga mengadakan literasi penyiaran dan mempromosikan budaya sensor mandiri," ungkapnya.
Menurut Naswardi, tugas LSF berfokus pada pratayang, sedangkan KPI menangani siaran pascatayang. Dalam proses penilaian, LSF menggunakan tujuh kriteria utama, termasuk pornografi, kekerasan, tindakan adiktif, perjudian, dan perendahan martabat manusia, agama, atau perempuan.
Namun, Naswardi menegaskan bahwa tidak semua materi penyiaran wajib melalui sensor LSF. Dijelaskan, terdapat pengecualian bagi berita dan siaran langsung yang diatur khusus dalam Undang-Undang Pers dan bukan menjadi bagian dari kewenangannya.
LSF terus berupaya meningkatkan sinergi dengan berbagai pihak untuk memastikan penyiaran di Indonesia tetap sesuai dengan norma budaya dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sensor Tayangan OTT
Tak sampai disitu, LSF juga terus berupaya mengawasi dan menyensor konten yang tayang di platform 'Over The Top' (OTT) dan 'Video On Demand' (VOD), dan hingga September 2024, tercatat sebanyak 440 judul program tersensor dari berbagai layanan streaming ternama, seperti Netflix, Disney+, Vidio, hingga Viu.
Ketua Komisi I LSF, Tri Widyastuti menyampaikan, meskipun angka tersebut cukup signifikan, tapi masih jauh dari cakupan keseluruhan jumlah program baru yang terus bermunculan di platform OTT.
"Apakah 440 itu banyak? Tentunya belum banyak kalau dibandingkan dengan banyaknya program baru. Tapi kami terus mendorong kesadaran dari platform OTT dan VOD untuk mendukung proses penyensoran ini," kata Widyastuti.
Menurutnya, LSF aktif menjalin komunikasi dengan para pelaku industri, termasuk bertemu dengan Direktur Netflix Asia baru-baru ini bertemu dan menunjukkan inisiatif positif untuk bekerja sama dengan LSF untuk memastikan bahwa kontennya dapat me-literasi pengguna, terutama film nasional dan lokal.
Ia menjelaskan, inisiatif dari platform-platform streaming tersebut muncul secara sukarela, mengingat saat ini belum ada kewajiban hukum yang mewajibkan penyensoran. Meski demikian, LSF terus memperkuat hubungan baik dengan asosiasi video streaming.
"Kami sudah bersahabat dengan Asosiasi Video Streaming (AVC) selama dua tahun terakhir. Anggotanya kini mencapai 25, dan kami rutin bertemu setiap tahun untuk membahas langkah-langkah strategis ke depan," ungkapnya.
Upaya LSF tidak lepas dari tantangan regulasi, dan peraturan turunan dari undang-undang penyensoran masih dalam proses penyelesaian, baik di internal LSF maupun kementerian terkait.
Selain itu, LSF sendiri disebut sudah memiliki dasar hukum berupa undang-undang, walaupun peraturan pelaksanaannya masih belum lengkap. Begitu juga di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), masih menunggu satu peraturan lagi untuk melengkapi regulasi terkait penyensoran konten digital.
Meski begitu, LSF terus bergerak, seperti yang dilakukan pada tahun lalu, lembaga ini berhasil menyensor hingga 850 judul program. Kolaborasi antara LSF dan platform-platform OTT ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem tontonan digital yang lebih aman dan sesuai dengan nilai budaya Indonesia, sembari tetap memberikan ruang bagi kreativitas para pembuat konten.