05 Oktober 2021
08:48 WIB
JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan masih menunggu hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup, untuk mengetahui penyebab limbah parasetamol sampai mencemari Teluk Jakarta. Pengambilan sampel air laut sudah dilakukan di dua titik di Teluk Jakarta, yaitu Ancol dan Muara Angke.
"Kami belum tahu apa penyebabnya, apakah ada kelalaian karena ada yang membuang dengan sengaja atau tidak sengaja. Kami sedang melakukan penelitian ya, nanti dicek juga hal tersebut, kita tunggu saja hasilnya," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin (5/10).
Riza memastikan, akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang terbukti dengan sengaja mencemari Teluk Jakarta dengan kandungan parasetamol.
"Tentu ada sanksinya, karena ada peraturannya (untuk diberikan sanksi). Sekali lagi kita tunggu dulu ya hasil penelitiannya," ucap Riza.
Terkait pencemaran tersebut, dia meminta warga membuang limbah medis di tempat yang semestinya. Bukan di tempat umum seperti sungai, waduk, dan laut.
"Jadi mari kita jaga lingkungan hidup kita agar ekosistemnya baik terpelihara, karena ikut mengangkut kehidupan tidak hanya ekosistem laut tapi juga kehidupan kita bersama," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Teluk Jakarta disebut mengandung parasetamol. Temuan ini dimuat dalam Buletin Polusi Laut yang diterbitkan oleh sciencedirect.com dengan judul "Konsentrasi Tinggi Parasetamol dalam Limbah yang Mendominasi Perairan Teluk Jakarta, Indonesia".
Dalam Buletin Polusi Laut disebutkan, parasetamol dengan konsentrasi tinggi terdeteksi di Angke dengan kadar 610 ng/L dan Ancol dengan kadar 420 ng/L. Menurut studi Buletin Polusi Laut, temuan zat parasetamol di laut disebut merupakan temuan pertama kali di laut.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Zainal Arifin mengatakan, dua sumber yang dicurigai menjadi asal kandungan parasetamol adalah limbah industri farmasi dan pemakaian obat ini yang cukup besar.
"Jadi sumber bisa dari industri atau pemakaian (obat parasetamol)," ujar Zainal, beberapa waktu lalu.
Zainal mengatakan, parasetamol merupakan obat yang bebas dijual di tengah masyarakat dan tidak memerlukan resep dokter untuk dikonsumsi. Parasetamol yang dikonsumsi, kata Zainal, akan dikeluarkan melalui cairan seni dan kotoran yang diproduksi manusia dan mencemari air limbah.
"Dan juga pengelola limbahnya yang tidak bagus atau mungkin masyarakat ekonomi lemah ya, sistem pengelolaan limbahnya langsung dibuang ke sungai saja," ujar dia.
Ilustrasi. Limbah medis yang dibuang sembarangan. dok. Antara Foto
Emerging Contaminant
Peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Wulan Koagouw, menuturkan sejatinya tak hanya parasetamol yang berpotensi menjadi limbah pencemar.
Secara umum, lanjutnya, obat-obatan sudah termasuk dalam emerging contaminant yang merupakan kontaminan atau pencemar yang menjadi perhatian bagi para agensi atau lembaga lingkungan di luar negeri.
Hanya saja, parasetamol merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan di masyarakat Indonesia terutama untuk mengurangi sakit kepala atau pusing.
"Pusing parasetamol, apa-apa parasetamol, dan banyak juga tentunya terkandung dalam obat-obatan lainnya yang dijual secara bebas atau tanpa resep dokter. Jadi kita bisa mengaksesnya kapan saja," ujarnya.
Dengan tingginya angka populasi di Jakarta dan juga diketahuinya tingkat konsumsi parasetamol yang tinggi, Wulan tertarik dan telah melakukan riset bersama koleganya, untuk mengetahui ada tidaknya parasetamol terdeteksi di beberapa lokasi di perairan di Indonesia.
"Saya hanya penasaran ingin tahu apakah parasetamol ini terdeteksi atau tidak. Ternyata terdeteksi," tuturnya.
Dalam hasil riset yang dimuat dalam jurnal Marine Pollution Bulletin berjudul “High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia” disebutkan bahwa obat-obatan menimbulkan ancaman besar bagi lingkungan laut. Beberapa penelitian baru-baru ini menggambarkan efek negatifnya pada organisme laut, seperti gangguan reproduksi pada kerang.
Ia mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran yang berkembang mengenai polusi farmasi kronis di lingkungan perairan.
"Karena populasi manusia yang meningkat bertepatan dengan permintaan obat-obatan yang lebih tinggi, maka dikhawatirkan kemungkinan besar pencemaran sisa obat-obatan ke lingkungan akan terus terjadi," katanya.
Wulan mengatakan, jika memiliki pendanaan yang lebih besar, waktu yang lebih lama dan sumber daya yang lebih banyak, maka dia ingin meneliti kontaminan lain selain parasetamol.